Refleksi Peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945:
Mengembalikan Kedaulatan dan Martabat Bangsa
Umi
Salamah
Dosen dan Pemerhati sosial-politik
Tahun ini, bangsa Indonesia telah genap berusia 70
tahun. Usia yang dianggap cukup bagi sebuah Negara untuk membenahi segala
bidang guna mewujudkan kehidupan yang sejahtera, adil, dan makmur bagi setiap
warganya. Usia yang sanggup untuk mendapatkan kedaulatan bangsa atas kekayaan
dan teritorial yang dimilikinya.
Memperingati hari
kemerdekaan tidak sekedar melakukan seremoni atau upacara tetapi lebih dari
itu, yakni bagaimana kita mampu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang
berdaulat sesuai dengan yang dicita-citakan oleh pendiri kemerdekaan Indonesia.
Mengapa kita harus menjadi bangsa yang berdaulat?
Kedaulatan bangsa
Indonesia artinya kekuasaan tertinggi pemerintahan Indonesia diatur oleh
Negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia tanpa campur tangan
asing. Ini berarti bangsa Indonesia harus sanggup untuk memenuhi kebutuhan
hajat hidupnya melalui berbagai swasembada. Dengan begitu, cita-cita
kemerdekaan sebagaimana yang disampaikan oleh Soekarno bahwa bangsa yang
merdeka adalah bangsa yang berdaulat, akan tercapai. Itulah sebenarnya esensi makna kemerdekaan
yang sebenarnya. Sudahkah semua kekayaan dan teritoriaal bangsa Indonesia
dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran dan keamanan bangsa Indonesia saat ini?
Memang,
mengembalikan kedaulatan bangsa yang sudah tercabik-cabik di tangan asing dan segelintir
cukong tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi apabila ada
kemauan pasti banyak jalan untuk mencapainya. Sehubungan dengan itu, mari kita
merenung, untuk bersatu, dan menyatukan tekat secara bulat untuk mengembalikan
kedaulatan bangsa dan Negara di atas kepentingan golongan apalagi kepentingan
pribadi agar bermartabat di kancah dunia.
Mengapa mengembalikan
kedaulatan bangsa menjadi begitu penting?
Sudah sejak lama bangsa asing ingin
memecah belah bangsa Indonesia agar mudah dimanfaatkan dan dikuras kekayaannya
untuk menguasai dunia sebagaimana yang dilakukan oleh Negara-negara yang pernah
menjajah Indonesia. Mengapa demikian, karena Indonesia memiliki teritorial yang
berada di persimpangan strategis, sumber daya alam yang besar, dan daerah yang
sangat subur. Akan tetapi mengapa Indonesia saat ini justru terpuruk dalam
krisis pangan dan energy? Hal itu disebabkan oleh belum dimilikinya (1)
kedaulatan pangan, (2) kedaulatan energi, (3) kedaulatan kekayaan alam, dan
bahkan (4) belum mampunya mempertahankan kedaulatan teritorial. Sehubungan
dengan itu, mengapa mengembalikan kedaulatan bangsa itu menjadi sangat penting
dan mendesak untuk dilakukan?
Pentingnya
Mengembalikan Kedaulatan Pangan
Pangan dan energi
merupakan kebutuhan dasar suatu bangsa. Sampai saat ini, Indonesia belum
memiliki kedaulatan di bidang pangan. Hal itu terbukti dari fakta bahwa
produksi pangan nasional belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan
nasional. Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, Indonesia masih memerlukan
impor dari asing. Hasil survey Maret 2015 dari BPS menyatakan bahwa kebutuhan
pangan bangsa Indonesia yang masih mengimpor mencapai 140 triliyun rupiah per
tahun. Ini masih menyangkut impor komuditas kebutuhan pangan saja belum komuditas
lainnya. Padahal semua komuditas bahan pangan tersebut dapat ditanam dan dikelola di Indonesia untuk kepentingan
bangsa Indonesia, di antaranya beras, jagung, kedelai, gula, singkong, cabe,
dan lainnya dalam jumlah yang lebih dari mencukupi kebutuhan dalam negeri. Nah,
di sini pasti ada yang salah dalam mengelola negeri ini.
Untuk itu, pemerintah harus
segera merancang gebrakan swasembada pangan untuk meningkatkan produksi pangan
dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang agar kebutuhan pangan
nasional dapat dipenuhi oleh produksi pangan dalam negeri. Optimalisasi
pengolahan potensi lahan pertanian, peternakan, potensi sumber daya anak bangsa,
dengan memanfaatkan hasil riset dari berbagai lembaga pendidikan tinggi maupun
departemen terkait yang jumlahnya sangat banyak merupakan gerakan yang harus
dilakukan untuk mewujutkan kedaulatan pangan nasional sekaligus meningkatkan
martabat bangsa. Dengan tercukupinya kebutuhan pangan nasional oleh produksi
pangan nasional, maka ketergantungan Indonesia terhadap pihak asing dapat dieleminir
bahkan dapat dihindari. Dengan demikian, kedaulatan pangan bangsa Indonesia
dapat dicapai.
Pentingnya
Mengembalikan Kedaulatan Energi
Di Bidang energi, Indonesia memiliki sumber daya energi yang
sangat besar, akan tetapi pengelolaanya sebagian besar diambil alih oleh asing,
seperti Exxon Mobil Oil, Total,
Viko, CNOOC CES, Ltd, Chevron, Asia Petrolean, Petronas, CITIC Seram Energi
Limited, Japan Petroleum Exploration Co Ltd,
Korea
National Oil Corporation (KNOC), Kaltex Pasivic
Indonesia, Pearl Energi Ltd dan hanya sedikit saja yang dikelola oleh Negara
melalui Pertamina. Hal itu diperparah dengan kondisi kilang minyak yang kita
miliki sudah tua sehingga tidak efisien dan mengalami kerugian 10 trilyun per
tahun. Akibatnya, sampai saat ini Indonesia belum memiliki cadangan strategis
BBM. Sementara itu, pembangunan infrastuktur gas sangat lambat sehingga
ketergantungan terhadap BBM juga masih sangat besar. Apa yang terjadi dengan
Negara kita. Yang lebih kronis lagi, dari 22 sistem kelistrikan kita hanya 6 dalam
kondisi normal, 11 defisit, dan 5 krisis. Ini berarti kondisi energi kita
sangat memprihatinkan.
Sejak
2008, Indonesia menjadi net importir tetapi anehnya masih merasa kaya. 50%
konsumsi BBM kita adalah impor tetapi kita berlaku boros dan terus-menerus
mensubsidi. APBN kita dibebani subsidi untuk kelas menengah ke atas sementara
infra struktur tidak dibangun. Sumberdaya energi baru melimpah tetapi perhatian
untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) sangat minim. Energi fosil
akan habis disubsidi, akan tetapi energi baru yang sustainable tidak disupport. Cadangan migas kita terus menurun,
sementara pengembalian cadangan tidak sampai 60%. Produksi juga menurun, bahkan
dalam lima tahun terakhir ini tidak mencapai target produksi. Akan tetapi
aksplorasi tidak ditangani secara serius. Pemerintah sering membahas tentang pengelolaan
energi nasional, akan tetapi, anehnya yang ter-blow up di media justru kenaikan harga BBM. Ini disebabkan oleh peran media yang tidak mendidik masyarakat dengan
menyampaikan berita yang tidak akurat dan seimbang (balance).
Saat ini energi mix
masih didominasi oleh minyak bumi (46%) sedangkan energi terbarukan hanya 5%.
Sementara, estimasi usia minyak bumi akan habis dalam waktu 13 tahun dan gas
bumi habis dalam waktu 34 tahun ke depan. Estimasi ini tidak akan menciutkan
kedaulatan energi bangsa Indonesia, apabila pemerintah serius men-support
pengelolaan energi terbarukan dengan memberdayakan seluruh potensi yang
dimiliki bangsa Indonesia. Setidaknya berdasarkan hasil riset, kita masih
memiliki 7 potensi sumber energi terbarukan
yang dapat dikelola untuk mewujutkan kedaulatan energi yang sampai saat ini
masih terabaikan dan belum digarap secara serius. Di samping itu, Indonesia
juga memiliki ribuan sumberdaya manusia yang siap dan mumpuni diberdayakan untuk membantu mengelola bidang itu.
Ketujuh bidang tersebut adalah energi hidro
(75 GW), energi Surya (112 GWt), energi panas bumi (28,8 GW), energi angin (950
MW), energi biomassa (32 GW), energi biofuel (32 GW), dan energi laut (60 GW. Jadi
…. Jika pemeritah serius melaksanakan pengelolaan energi terbarukan ini secara
serius, maka sangat mudah untuk mencapai kedaulatan di bidang energi. Dan jika
pengelolaan energy terbarukan itu dilakukan dengan memberdayakan potensi anak
bangsa, maka program ini sekaligus akan meningkatkan martabat bangsa.
Bersambung…