SEMBAKO MAHAL:
Kemandirian Pangan dan Penghambatnya Harus Ditangani secara Serius
Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat
Sosial-Politik
Sembako mahal
menjadi trending topik di berbagai media yang cukup bertahan lama saat ini.
Jika ini dibiarkan, kewibawaan pemerintah akan berada di ujung tanduk, sebab
sembako merupakan penyangga kehidupan yang sangat vital/mendasar bagi
keberlangsugan hidup rakyat. Ada banyak faktor yang bermain menentukan harga
sembako mahal, antara lain, (1) belum tercapainya kemandirian pangan nasional dan
(2) peran aktifnya para mafia dan koruptor yang mengganggu distribusi sembako
kepada masyarakat. Sebagaimana bandar narkoba, para koruptor dan mafia adalah
musuh negara yang sangat berbahaya, laten, dan harus dihukum yang
seberat-beratnya dan seadil-adilnya. Oleh
karena itu, tidak hanya pelaku pembangunan kemandirian pangan nasional yang harus
terus dipacu tetapi juga para musuh negara itu harus ditindak tegas.
Libatkan Semua Potensi untuk Membangun Kemandirian Pangan
Mati enggan hidup pun segan, ungkapan ini melukiskan
jeritan para petani ketika hasil penjualan panen tidak sesuai dengan harapan.
Juga melukiskan jeritan rakyat kecil ketika harga sembako melambug tinggi. Bagaimana
tidak, pada
saat masa panen tiba, pemerintah mengizinkan para mafia melakukan impor,
sehingga harga hasil pertanian menjadi ‘anjlok’ dan distribusi hasil pertanian tidak lancar. Apalah artinya panen melimpah
apabila harganya ‘anjlok” dan pemerintah tidak mau tahu tentang persoalan yang
dihadapi para petani? Tentu saja kondisi seperti ini tidak memotivasi petani untuk
meneruskan usaha pertaniannya.
Dampak dari
kondisi ini sebagian besar petani menjual tanahnya dan beralih profesi sebagai
buruh atau merantau di negeri orang. Akibatnya, hasil pertanian di Indonesia
makin lama makin merosot, sehingga tidak mencukupi kebutuhan pangan dalam
negeri. Untuk mengatasi hal tersebut lagi-lagi pemerintah menggunakan cara
instan dengan memberikan izin impor. Dampak dari kebijakan tersebut, harga
pangan menjadi melambung, sehingga rakyat kecil tidak mampu membeli sembako
yang berkualitas.
Apabila hal
ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan dan sistem pertanian yang
berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka bangsa Indonesia
akan mengalami krisis pangan berkepajangan. Padahal sebenarnya Indonesia
memiliki sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang sangat banyak di bidang
pertanian. Indonesia memiliki lahan pertanian yang sangat luas, dan jutaan
sarjana pertanian dengan potensi, pengetahuan, pengalaman, dan hasil riset yang
sangat banyak tetapi belum diberdayakan dan dikelola dengan baik. Selain itu
potensi masyarakat lainnya, seperti kelompok pemuda, tokoh masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat merupakan investasi yang sangat baik bagi tercapainya
pembangunan kemandirian pangan nasional dan keberlanjutannya. Apa yang
seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi rakyatnya?
Perlunya menegakkan Sistem Tatakelola
Pertanian yang Serius
Menjadi tuan di negera sendiri dan menjadi rakyat yang
bangga pada negara, ungkapan ini akan terus bergaung sangat indah apabila
pemerintah berhasil membangun kemandirian pangan nasional di negeri ini. Tentu
saja ini bukan pekerjaan mudah, akan tetapi apabila pemerintah membuat kebijakan
dan sistem tatakelola yang terkontrol dan memihak petani dengan melibatkan seluruh
potensi bangsa akan terasa lebih ringan dan lebih mudah.
Melihat
kondisi di negara saat ini, sebagian besar tanah,
air, dan kekayaan alam lainnya sudah dikuasai asing, sementara potensi rakyat
juga kurang dikelola secara maksimal. Hal
ini menyebabkan krisis pangan di negara ini makin memprihatinkan. Krisis inilah
yang menyebabkan harga pangan menjadi mahal.
Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk perubahan menuju kemandirian
dan ketahanan pangan, di antaranya (1) melakukan
judicial review terhadap undang-undang terutama tentang penanaman modal asing, (2) peraturan yang tidak sesuai dengan UUPA Nomor
5 Tahun 1960 dan UUD 1945 khususnya pasal
33 ayat 3 harus diganti, (3) jadikanlah payung tersebut sebagai pedoman dalam pembuatan
peraturan yang berkaitan dengan penguasaan tanah, air, udara dan kekayaan alam di Indonesia, (4) penguatan kelembagaan,
baik di tingkat pusat maupun daerah
harus mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,
(5) hentikan semua aktivitas
penanaman modal asing yang merugikan
rakyat, (6) optimalisasi hasil riset di bidang pertanian, dan (7) berantas mafia dan koruptor di bidang
pertanian.
Berdasarkan
ke tujuh poin di atas, maka dengan melakukan judicial review dan
menjadikan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 dan UUD 1945 sebagai pedoman/ payung
dalam pembuatan peraturan penguasaan tanah, air, dan udara, serta kekayaan
Indonesia akan memberikan kepastian hukum perlindungan terhadap hak kepemilikan
lahan oleh rakyat (khususnya petani) menjadi lebih besar sehingga Negara
memiliki kontrol yang lebih kuat. Dengan penguatan fungsi kelembagaan dari
pusat hingga ke bawah dapat menjamin kelancaran distribusi dan pengawasan
terhadap bantuan pemerintah baik, berupa pembimbitan, penanaman, pemupukan,
proses pemanenan, sampai pendistribusian hasil panen lancar, sehingga tidak
memungkinkan para mafia untuk mempermainkan harga. Dengan demikian harga
menjadi lebih stabil dan tidak fluktuatif. Perlunya pemanfaatan hasil riset di bidang pertanian, baik dari
perguruan tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat, akan menjamin peningkatan produktivitas dan
kualitas hasil pertanian, maka
hasil panen dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Tidak kalah pentingnya, upaya serius untuk memberantas koruptor dan
mafia pertanian melalui penegakan
hukum serta fungsi
kontrol yang ketat dan melekat, maka menutup celah dan
pemanfaatan kesempatan yang bisa mengganggu distribusi dan ketersediaan pangan. Pada akhirnya tidak akan
terjadi harga sembako mahal.