BAGAIMANAKAH PENDIDIKAN KITA MENGANTISIPASI
MEA 2015:
Refleksi Memperingati Hari Pendidikan
Nasional
Oleh Umi Salamah
Akademisi dan pengamat sosial-politik
Memperingati hari pendidikan nasional tidak cukup hanya
dengan seremoni saja, tetapi yang lebih pentig sanggup melakukan refleksi
terhadap pendidikan kita agar ke depan menjadi lebih baik dan berkualitas. Menyimak
Rembukan nasional (Rembuknas) Pendidikan yang diprakarsai oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, pada Selasa 31-3-2015, tampaknya belum ada greget
dan gebrakan yang cukup berarti dari dunia pendidikan dalam menghadapi MEA 2015
yang akan di-launching pada 31
Desember 2015. Rembuk Nasional masalah pendidikan bersama anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Komisi II hingga Komisi 7 itu masih membahas hal-hal yang
klasik dan klise berkutat pada masalah wajib belajar, penyelenggaraan Ujian Nasional
(UN), kurikulum, dan pemerataan guru.
Penyiapan out put
pendidikan yang benar-benar siap bersaing dalam mengadapi MEA 2015 belum
dijadikan isu apalagi topik pembahasan. Pendidikan kita masih disibukkan dengan
bongkar pasang kurikulum dan UN yang ujung-ujungnya adalah proyek yang menghambur-hamburkan
uang negara untuk sekelompok orang saja bukan untuk peningkatan kualitas
pendidikan. Hal itu disebabkan oleh lemahnya pengawasan penyelenggaraan
pendidikan di negara kita. Akibatnya, pendidikan belum mampu membekali
kecakapan hidup bagi Output-nya,
sehingga menyebabkan gagap dalam menghadapi pasar kerja. Terobosan apa yang harus akan dilakukan oleh
pendidikan kita dalam menghadapi MEA
2015?
MEA 2015 bisa Menjadi Bentuk Penjahan Baru
MEA 2015 seakan-akan
hanya tampil dalam perspektif ekonomi saja, sehingga masyarakat yang
berada di luar ranah ekonomi, tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu. Padahal MEA
tidak hanya memudahnya mobilitas barang dan jasa, tetapi juga orang (SDM)
antarnegara di wilayah ASEAN. Bagi negara yang sudah menyiapkan SDM yang handal
dan pranata hukum yang tegas dan berdaulat akan menjadi sumber kemakmuran bagi
bangsa dan negaranya, Sebaliknya bagi negara yang tidak mampu menyiapkannya, maka MEA akan menjadi
bentuk penjajahan baru. Akankah kita
terlelap dalam kemasabodohan dan kembali menjadi budak di negeri sendiri? Tuhan
telah memberikan pelajaran yang cukup panjang dengan hadirnya penjajah Belanda
dan Jepang di negeri ini. Sumber daya alam telah dikuras secara besar-besaran untuk
kemakmuran penjajah, mengakibatkan masyarakat Indonesia miskin dan menderita
berabad-abad lamanya. Akankah MEA hadir sebagai bentuk penjajahan baru bagi
bangsa dan negara kita? Itu bisa terjadi jika kita tidak memiliki SDM yang siap
bersaing dan penegakkan hukum yang masih lemah dan tidak konsisten.
Apa yang Harus Dipersiapkan Pendidikan Kita
dalam Menghadapi MEA 2015
Seperti diketahui oleh banyak negara,
Finlandia dianggap sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Lantas, bagaimana pendidikan ideal Finlandia? Di Finland, pendidikan dianggap sangat
penting dan harus membuat anak didik termotivasi senang dalam belajar, serta mengajak
anak didik dapat menjelaskan manfaat pendidikan tersebut bagi dirinya. Dengan
demikian anak didik memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya belajar dan
pendidikan bagi kesuksesan hidupnya. Ini sangat berbeda dengan pelaksanaan
pendidikan di Indonesia. Di Indonesia, pendidikan terlalu sarat dengan mata
pelajaran dan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik, sehingga
anak didik merasa kewalahan untuk belajar dan tidak memiliki kesempatan yang
cukup untuk mengetahui manfaat dari materi pelajaran bagi hidupnya.
Sehubungan dengan itu,
yang harus dipikirkan oleh penggagas pendidikan adalah bagaimana realisasi
sistem pendidikan kita bisa menyenangkan dan bermanfaat bagi kesuksesan hidup
anak didik. Untuk itu, hendaknya pemerintah segera menghentikan ‘bongkar pasang
kurikulum’ yang pada dasarnya substansi dan paradigmanya tetap sama. Yang lebih
penting dilakukan adalah (1) membuat pendidikan itu menyenangkan bagi anak
didik bukan sebagai beban, (2) menjadikan Mata Pelajaran sebagai alat kecakapan hidup dan penggemblengan mentalitas
nasioanlis. Dengan demikian, keberhasilan anak didik tidak lagi diukur dari tingkat penguasaan materi sebagai tujuan belajar tetapi
yang lebih penting diukur adalah bagaimana anak didik mampu menggunakan materi pembelajaran
sebagai alat kecakapan untuk memperoleh kesuksesan hidup dan bagaimana materi
itu mampu menyulut semangat nasionalis untuk lebih mencintai bangsa dan
negaranya.
Apa
yang mendesak dilakukan oleh pemerintah dan pendidikan kita dalam menghadapi
MEA 2015? Pemerintah harus melakukan pengemblengan dan pengawasan yang ketat
terhadap sekolah-sekolah khusus (SMK) agar benar-benar membekali anak didik tentang cara bekerja yang kreatif, inovatif,
dan cakap dalam membangun jaringan/ networking.
Kemampuan membangun jaringan juga harus diprioritaskan bagi tenaga kerja level manajemen yang umumnya diemban
oleh lulusan perguruan tinggi. Ketiga kecakapan itu dapat meningkatkan kualitas
kerja lulusan pendidikan sehingga out put
pendidikan kita memiliki daya saing di pasar kerja, baik dalam negeri maupun di
kawasan ASEAN..
Mampukah perangkat
pendidikan kita melakukannya? Jika tidak, pemerintah harus memberikan
regulasi-regulasi yang mempermudah masyarakat untuk membuka lembaga-lembaga penyelenggara
pelatihan yang membekali alat kecakapan hidup dan mentalitas nasionalis yang
siap menghadapi MEA 2015.
Pemberdayaan
Inspekstorat Jendral Pendidikan Kurang Maksimal
Fungsi pengawasan hampir di berbagai
bidang di negara kita sangat lemah. Inilah yang menyebabkan tumbuhkembangnya
praktik korupsi dan penyimpangan-penyimpangan di segala bidang, tidak
terkecuali di bidang pendidikan.
Sebaik apa pun perencanaan sistem
pendidikan apabila tidak dibarengi dengan fungsi pengawasan yang baik maka
kecenderungan terjadinya penyimpangan, pelemahan, dan pencurian akan terus-menerus
terjadi. Inilah salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas pendidikan dan
makin tumbuh kembangnya budaya korupsi di lingkungan pendidikan kita. Fungsi
pengawasan yang baik adalah pengawasan berdasarkan SOP yang akuntabel,
transparan, dan sanksi hukum yang tegas. Fungsi pengawasan ini harus diperkuat
dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen dengan tindakan hukum yang
tegas terhadap segala bentuk penyimpangan. Sehubungan dengan itu, pemilihan
tenaga pengawas harus benar-benar menguasai bidangnya sebagaimana SOP, memiliki
skill yang cerdik, cerdas, dan jeli, serta tidak bermentalitas pecundang. Untuk
mencegah terjadinya gratifikasi, kesejahteraan para pengawas harus
ditingkatkan.
Dengan begitu, siapkah pendidikan
kita menghadapi MEA 2015? Tentu saja bisa jika pendidikan kita sudah mampu
membekali kecakapan hidup anak didik dan pengawasan pelaksanaan pendidikan
dilakukan secara profesional dan tanggung jawab dengan penegakan hukum yang
tegas.