DPR JANGAN HANYA BIKIN RUSUH DAN
GADUH:
Optimalkan
Peran Legislasimu untuk Kedaulatan Rakyat dan Negara (Bagian 1)
Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat
Sosial-Politik
penjajahan
oleh partai-partai politik,
masih merajalela di dalam negara!
masih merajalela di dalam negara!
... elit politik tidak pernah memperjuangkan
sarana-sarana kemerdekaan rakyat.
sarana-sarana kemerdekaan rakyat.
Mereka
hanya rusuh dan gaduh
memperjuangkan kedaulatan
golongan dan partainya sendiri.
memperjuangkan kedaulatan
golongan dan partainya sendiri.
Mereka
hanya bergulat untuk posisi sendiri.
...Dengan picik
mereka mendaur-ulang
malapetaka bangsa dan negara
yang telah terjadi! (W.S. Rendra, 1999)
...Dengan picik
mereka mendaur-ulang
malapetaka bangsa dan negara
yang telah terjadi! (W.S. Rendra, 1999)
Sejak rezim
Orde Baru sampai saat ini, legislatif belum mampu memperjuangkan sarana-sarana
kemerdekaan dan kedaulatan bagi rakyat. Mereka hanya rusuh dan gaduh (meminjam
istilah W.S. Rendra) serta kehilangan fungsinya sebagai wakil rakyat. Undang-undang
yang mereka hasilkan tidak untuk membela hak-hak rakyat, tetapi hanya untuk
kepentingan pribadi, golongan, dan partainya saja. Sementara fungsi pengawasan,
hanya menjadi sarana burgaining, yang
ujung-ujungnya untuk mendapatkan “jatah tambahan” kesejahteraan.
Pemihakan
yang berlebihan kepada kapitalis tetap saja menyembunyikan maksud-maksud yang tidak
etis. Bahkan saat ini, sejak pengawasan oleh KPK diperketat, muncul modus baru,
yaitu dengan cara memperbanyak kunjungan kerja (Kunker). Apa yang diperoleh
dari kunker, ternyata masih tetap saja bukan untuk mewujudkan sarana kedaulatan
rakyat, namun tersembunyi maksud untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan
pribadi.
Transparansi
informasi sudah demikian nyata. Tidak ada lagi yang bisa disembunyikan dari
maksud-maksud yang tidak terpuji itu. Rakyat sudah muak dengan polah tingkah
para elit politik di senayan. Sudah saatnya pragmatisme politik diganti dengan
politik etik. Politik yang mengimplementasikan dan menghargai etika. Politik
yang benar-benar memperjuangkan sarana-sarana
kedaulatan rakyat. Politik yang menghasilkan “Mesin Budaya” yang digali
dari produk budaya, potensi, tata nilai, dan sesuai dengan kebutuhan bangsa
sendiri.
Negara ini
sudah berumur 71 tahun, tetapi tata pembangunan, tata pemerintahan, dan tata
hukum yang menjadi “Mesin Budaya” bangsa ini masih saja mewarisi penjajah
Hindia Belanda. Bagaimana bangsa dan negara bisa berdaulat, kalau mesin budaya masih
“Menetek” mesin budaya asing yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kedaulatan
rakyat?
Berhenti bikin Rusuh dan Gaduh, Saatnya
Membuat Mesin Budaya yang memberikan Jaminan Kedaulatan Rakyat
Founding Father negara ini sebenarnya telah
merumuskan ideologi dan konstitusi yang sangat sempurna, karena digali dari tata
nilai dan pengetahuan budaya di seluruh nusantara yang beragam, namun tetap menghargai
perbedaan dan kedaulatan rakyat. Ironisnya, para politisi, ahli tata negara,
dan ahli hukum tidak mampu melindungi Pancasila dan UUD’45. Mereka sengaja
membiarkan penyimpangan sila-sila dan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya. Contohnya,
negara kita belum mempunyai tatanan hukum yang mampu melindungi sila ke lima,
yaitu “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, apabila sila tersebut
dilanggar, tidak ada sanksi hukumnya. Apa yang seharusnya dilakukan oleh para
politisi untuk melindungi rakyatnya?
Miris dan sangat memprihatinkan. Legislatif yang dibayar sangat mahal dari
uang rakyat, faktanya tidak mampu melindungi ideologi dan konstitusi yang berkedaulatan
rakyat. Mereka justru gaduh membuat undang-undang yang hanya menguntungkan
pribadi dan partainya. Belum pernah ada upaya serius membuat undang-undang yang
melindungi kedaulatan rakyat dan negara yang sesuai dengan ideologi dan
konstitusi. Bahkan amandemen UUD’45 yang bertujuan untuk membatasi masa jabatan
presiden pun masih belum memperjuangkan sarana kemerdekaan bagi rakyat. Amandemen
tersebut nyatanya hanya makin memperkuat
kedudukan partai-partai saja.
W.S.
Rendra, sebagai ahli kebudayaan pemerintah, pernah mengatakan bahwa “Problem bangsa kita, adalah para elit politik tidak pernah mengadakan dialog tuntas, tidak
pernah melakukan pembahasan yang luas terhadap pengetahuan masa lalu (sejarah) dengan teknologi dan pengetahuan modern”. Pengetahuan sejarah adalah “tata buku masa lalu”, apabila digabungkan
dengan pengetahuan dan teknologi
modern sebagai “tata buku masa kini”, maka kita akan mempunyai bahan untuk menyusun rencana masa depan yang sesuai dengan “Mesin Budaya” yang berdaulat rakyat, adil, berperikemanusiaan, dan menghargai dinamika
kehidupan. “Mesin budaya” yang mampu mendorong daya hidup dan daya cipta
anggota masyarakat dalam Negara.
Akan tetapi “Mesin budaya” yang berdaulat penguasa
dan yang hanya bersifat politis tetapi bukan etis, akan selalu menindas dan menjajah
rakyat. Ini sangat berbahaya bagi daya hidup dan daya cipta bangsa.
Libatkan Para Ahli untuk Memperbarui Mesin Budaya yang Berdaulat
Sebenarnya, kita memiliki banyak ahli untuk membantu merumuskan mesin
budaya yang berdaulat. Daripada legislatif menghabiskan uang rakyat untuk
memperbanyak kunker yang menyembunyikan maksud tidak etis, akan lebih
bermanfaat jika digunakan untuk meninjau kembali tata hukum, tata pemerintahan,
dan tata pembangunan yang ada saat ini bersama para ahli. Apakah sudah sesuai
dengan ideologi Pancasila dan amanah konstitusi UUD 1945 atau belum?
Adalah tugas para politisi, untuk memfasilitasi para ahli hukum, pakar tata
negara, dan pakar ekonomi agar menyusun “Mesin budaya” sendiri, yang sesuai
dengan kepribadian, kedaulatan, dan kemandirian bangsa. Jangan biarkan hasil penelitian
para Arkheolog, Sosiolog, Antropolog, Ethnolog bangsa ini hanya berhenti di
perpustakaan, di museum, atau di monumen saja.
“Mesin Budaya” warisan penjajah sudah terbukti tidak mampu menyelesaikan
masalah bangsa dengan akal sehat. Sehingga tatanan hukum yang ada saat ini, dengan
mudah diselewengkan karena materinya tidak sesuai dengan permasalahan dalam
negeri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu sangat
mendesak untuk segera dilakukan perubahan.
Satu hal yang perlu kita waspadai bersama, adalah bahwa sampai kapanpun,
sepanjang sejarah manusia, globalisasi itu identik dengan imperialisme
(penjajahan). Untuk itu, sudah saatnya bagi kita semua sebagai warga bangsa,
terutama para politisi, seharusnya mulai serius berbenah untuk membangun mesin
budaya sendiri, yang pada akhirnya mampu mewujudkan sarana-sarana kemerdekaan
bagi rakyat, dan mampu memperkokoh kemandirian bangsa.
No comments:
Post a Comment