Belajar dari
Thailand
Membangun
Kemandirian dan Kedaulatan Pangan:
Oleh Umi Salamah
Dosen dan pengamat sosial politik
... Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan,
kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun
yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkahinya.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian (Kahlil Gibran)
yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkahinya.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian (Kahlil Gibran)
Dalam rangka
memperingati “Hari Ibu” kutipan puisi di atas, mengasosiasikan bahwa Ibu
pertiwi kita yang gemah ripah loh jinawi (subur
makmur) ini belum bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat
Indonesia. Apa yang salah dengan pengelolaan Ibu pertiwi kita? Satu hal yang masih
dapat kita andalkan untuk memakmurkan dan menyesejahterakan rakyat Indonesia
adalah sektor pertanian dan perikanan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden
Soekarno, bahwa Indonesia adalah negara yang
memiliki konsep-konsep terbaik tentang kemandirian kepada seluruh dunia. Kita
harus maju terus, berdiri di atas kekuatan sendiri, maka saya berkeyakinan bahwa
Indonesia akan menjadi hebat dari dua sektor ini.
Perjalanan penulis ke
Thailand memberikan inspirasi betapa pertanian di negara Gajah putih itu sangat
maju dibanding dengan negara kita. Apa yang menjadi rahasia hingga pertanian di
Thailand jauh lebih maju, yakni idak hanya memberikan kedaulatan pangan
negaranya tetapi juga menjadi kebanggaan bangsanya. Betapa tidak, karena
pertanian di Thailand saat ini menjadi yang terbaik di ASEAN, dan merupakan
negara pengekspor terbesar produk pertanian dunia.
Ada 2 indikator yang membedakan
antara sektor pertanian di Indonesia dan di negara Gajah Putih. Kedua hal itu
ialah produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani. Umumnya,
produktivitas hasil pertanian di Thailand lebih unggul dan lebih berkualitas,
sehingga kehidupan para petani di Thailand lebih makmur dan rata-rata memiliki
mobil double cabin.
Keberhasilan Pemerintah
Thailand di sektor pertanian ini disebabkan oleh keberpi-hakan Raja Bhumibol
Abuljadey yang memproteksi para petani. Negara Thailand sangat menyadari bahwa
sektor strategis produk pertanianlah yang menjadi hajat hidup sebagian besar
penduduk dunia. Itulah sebabnya, negara Thailand sangat serius mengelola sektor
pertanian itu, dengan didukung riset dan rekayasa teknologi yang melibatkan
para ahli dalam negeri dan pakar dunia.
Melalui hasil riset dan
rekayasa teknologi itu, Pemerintah Thailand telah mengambil kebijakan untuk (1)
mengembangkan kualitas hasil pertanian, sehingga produk-produk hasil pertanian
menjadi makin produktif dan berkualitas sesuai dengan standar gizi dan
kesehatan dunia; (2) mengembangkan sistem pemetaan/pengelompokan produk
pertanian pada satu wilayah berdasarkan agroklimat dan kebutuhan hasil pertanian,
sehingga masing-masing wilayah memiliki kekhasan sesuai dengan potensi
wilayahnya dan makin tumbuh kembangnya kelompok-kelompok agribisnis.
Pemetaan/pengelompokan pertanian itu tampak, misalnya di Thailand Selatan
menjadi kelompok penghasil kelapa
sawit, beras, dan karet, sementara itu, kelompok buah-buahan dipusatkan di
Provinsi Nalochitara, dan sayur-sayur dikembangkan di Sapurburi; (3) memperhatikan
aspek keterkaitan dengan sektor lain, yaitu penyediaan teknologi industri
pengolahan hasil pertanian, sehingga apabila terjadi hasil panen yang melimpah
(melebihi kebutuhan) dapat didistribusikan ke industri pengolahan hasil
pertanian. Cara tersebut dapat menjaga kestabilan harga dan peningkatan nilai
ekonomi hasil pertanian; (4) memperhatikan skala ekonomi dalam hubungannya
dengan transportasi dan distribusi hasil pertanian, seperti menyediakan pelabuhan
dan sarana transportasi untuk mendukung ekspor dan distribusi hasil panen ke
seluruh wilayah di Thailand, sehingga distribusi perdagangan hasil pertanian
antardaerah dan antarnegara makin lancar.
Di samping itu, Pemerintah
Thailand juga memproteksi produk pertanian dari dominasi peran tengkulak dan mafia
perdagangan, serta memberikan insentif subsidi kepada para petani. Setiap
produk yang dihasilkan memiliki standar harga dan pasar yang jelas yang diatur
oleh negara, sehingga harga hasil pertanian relatif stabil. Demikian juga, perkembangan
dan informasi harga komoditas per periode dari waktu ke waktu diikuti secara
terbuka, sehingga para petani tidak dirugikan karena cepat dan akuratnya
mendapat informasi dari pemerintah.
Selain itu, penyebab
keberhasilan pertanian di Thailand adalah
adanya bank khusus pertanian dan kebijakan raja yang memihak pada petani.
Bank khusus pertanian itu memudahkan para petani untuk mendapatkan pinjaman modal
dengan bunga yang ringan dan regulasi yang mudah. Kebijakan negara Thailand
yang lebih memihak kepada para petani telah mendorong masyarakat memanfaatkan
lahan kosong yang tidak produktif untuk ditanami dengan tanaman yang berprospek
ekspor. Sepanjang perjalanan yang penulis lihat, di sisi kanan dan kiri jalan dari Kawasan
Wisata Phuket ke Provinsi Surathani, hampir tidak dijumpai tanah kosong dan terlantar
seperti halnya di Indonesia. Lahan-lahan tersebut telah dimanfaatkan masyarakat
untuk bertanam kelapa sawit, karet, dan tanaman komersial lainnya. Tanaman ini
ditanam berdasarkan pengelompokan sesuai agroklimat setempat dan didukung pula
dengan industri pengolahannya.
Hal itulah yang membuat
para petani Thailand sangat bergairah berusaha karena mendapat dukungan penuh dari
pemerintah setempat. Kebijakan seperti itu, tidak terjadi di Indonesia. Di
Indonesia, peran negara belum memihak pada para petani. Pemerintah belum memanfaatkan
hasil riset secara maksimal untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan
tata niaga hasil pertanian. Pemerintah juga belum memberikan fasilitas bank
khusus kepada para petani, belum menyediakan regulasi yang mengatur pemetaan
dan distribusi hasil pertanian ke seluruh wilayah Indonesia. Perniagaan sarana
dan hasil pertanian masih dikuasai oleh para tengkulak dan mafia pertanian,
sehingga harga sarana dan hasil pertanian dikendalikan oleh mafia dan
tengkulak. Akibatnya produktivitas dan kualitas hasil pertanian masih
stagnan/tidak berkembang bahkan menurun, dan kehidupan para petani tetap miskin
dan tidak sejahtera.
Bapak Jokowi-JK sudah
dipilih, ditetapkan, dan dilantik menjadi Presiden dan wakil Presiden. Dalam
kampanyenya program ekonomi kerakyatan yang diusung, memfokuskan pada sektor
pertanian dan perikanan kelauta yang berdaya saing dan kompetitif dalam
perspektif global. Dengan jumlah lahan pertanian sawah lebih dari 11 juta
hektare, sektor perkebunan terbesar, potensi kelautan yang melimpah, dan
agroklimat yang bersahabat, merupakan tantangan bagi Pak Jokowi-JK dan jajaran
menterinya untuk mengoptimalisasikan potensi tersebut demi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat Indonesia.
Melihat fakta bahwa
produksi pertanian di Indonesia pada saat ini sudah dilampaui oleh petani
Thailand, rasanya menjadi sangat prihatin, sebab mereka 30 tahun lalu, baru
belajar pertanian di Indonesia. Andaikata kebijakan pemerintah ke arah
intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian sudah dilakukan
secara konsisten sebagaimana dilakukan di Thailand, serta dijadikannya sektor
pertanian, kelautan, dan perikanan sebagai prioritas pembangunan, maka
pertanian Indonesia akan dapat menghidupi dan membanggakan bangsa Indonesia. Gagasan
ini pernah penulis sampaikan setahun lalu dalam edisi sebelumnya yang berjudul
“Membangun Kemandirian di Bidang Pangan: Stop Impor Pangan dan Berantas Mafia
Pertanian di Indonesia”.
Sudah saatnya, Indonesia
menjadikan para petani dan para nelayanyna
lebih mandiri dan bermartabat dengan mengadopsi pola Pemerintah Thailand, yaitu
dengan cara (1) membuat kebijakan yang memihak pada petani dan nelayan, (2) pemanfaatan
hasil riset untuk meningkatkan produktivitas, kualitas hasil pertanian dan
perikanan, (3) memfasilitasi model pengelompokan/pemetaaan pertanian dan
perikanan berdasarkan iklim, area, dan kebutuhan hasil pertanian dan perikanan,
(4) mengatur perniagaan sarana dan hasil pertanian dan perikanan secara jelas
dan tegas, (5) menyediakan industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan untuk
meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian dan perikanan, (5) penyediaan
sarana dan prasarana penunjang pertanian dan perikanan, seperti bendungan, tambak,
pelabuhan, dan sarana transportasi lainnya untuk mendukung ekspor dan
distribusi hasil panen, dan (6) menyediakan bank khusus kepada para petani dan
nelayan, yang memberikan kemudahan bagi para petani untuk memperoleh pinjaman
modal dengan bunga yag ringan dan regulasi yang sederhana.
Dengan sistem tersebut,
Indonesia akan cepat bangkit dari keterpurukan ekonomi, sebab Indonesia
memiliki peluang produksi hasil pertanian dan perikanan (laut dan darat) yang
sangat besar. Apabila pertanian dan
perikanan di Indonesia dikelola seperti sistem di Thailand secara transparan
dan berdaulat, insya Allah ekonomi Indonesia
akan cepat melaju menuju kemandirian dan kedaulatan pangan yang bermartabat dan
berdaya saing global
No comments:
Post a Comment