RASIONALITAS STRUKTUR BIROKRASI MENUJU
INDONESIA HEBAT:
Mencermati Wacana
Perampingan Struktur Kabinet Jokowi-JK
Oleh: Umi Salamah
Akademisi dan
Pengamat sosial poliitik
Rasionalisasi birokrasi
yang efektif dan akuntabel merupakan kebutuhan yang sangat vital dan mendesak
untuk dilakukan karena birokrasi adalah urat nadi terstruktur dalam membangun
negara dan terlibat langsung dalam formulasi, implementasi dan distribusi layanan
kesejahteraan kepada rakyat.
Rasionalitas struktur birokrasi mendesak untuk dilakukan. Mengapa demikian? Mengapa tingginya
APBN selama ini tidak
pernah menyejahterakan rakyat? Beberapa hasil riset dan survei yang dilakukan oleh lembaga independen menemukan sejumlah
permasalahan yang menghambat kemajuan sekaligus memperlambat tercapainya
kesejahteraan rakyat Indonesia, antara lain disebabkan oleh (1) Indonesia
masih merupakan negara
pejabat, (2) belum efektifnya peraturan
perundang-undangan, (3) pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
para PNS yang masih rendah, (4) belum terselenggaranya penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel, (5) pelayanan publik yang
belum memadai, dan (6) kualitas SDM Aparatur negara yang kurang profesional.
Indonesia masih merupakan negara pejabat karena
Indonesia memiliki jumlah pejabat yang
paling banyak dan paling gemuk di dunia. Apabila dibandingkan dengan negara Cina
yang jauh lebih luas dengan jumlah penduduk
yang sangat besar hanya memiliki 11 kementerian.
Sementara itu, Australia memiliki 28
kementerian, Korea Selatan 13, Jepang 16, Malaysia
18, dan USA hanya 15. Mereka memiliki jumlah kementerian yang ramping tetapi
rakyatnya lebih maju dan lebih sejahtera.
Sementara itu, Indonesia
memiliki kementrian sebanyak 34. Di samping
itu, Indonesia masih memiliki pejabat nonkementrian sebanyak
30, nonstruktural 97, dan Lembaga PEMDA (Propinsi 33, kota dan kabupaten 520).
Jumlah itu belum termasuk jumlah legislatif, staf ahli dan staf lainnya.
Struktur politik semacam itu sangat tidak rasional, tidak efektif, dan tidak efisien
karena memerlukan biaya yang sangat besar.
Biaya
yang digunakan untuk menggaji dan memfasilitasi mereka sangat mahal, padahal
kinerja yang mereka lakukan tidak impas dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk
itu semakin jelas permasalahannya. Mengapa anggaran APBN yang begitu besar
hanya menetes kepada rakyat?
karena semua anggaran APBN hanya berhenti di atap, di elit,
sehingga mustahil dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebesar apa pun APBN
jika struktur birokrasi
tidak rasional, tidak akan pernah menyejahterakan masyarakat. Birokrasi yang tidak
transparan dan penegakan hukum
yang tidak objektif juga memicu terjadinya korupsi dalam berbagai instansi. Ini
merupakan pintu terbesar bocornya anggaran yang seharusnya disalurkan kepada
rakyat. Itulah sebabnya, perampingan struktur kabinet dan
pejabat dengan mengacu pada rasionalitas, efektivitas, dan akuntabilitas ditunjang
penegakan hukum yang objektif di Indonesia mendesak untuk dilakukan.
Tanpa itu,
masyarakat kita akan tetap seperti ini,
korup, rendah, dan terbelakang.
Dengan rasionalisasi birokrasi pada tahun 2014– 2019 diharapkan akan
terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan. Dari birokrasi yang lamban,
feodal dan korup menjadi birokrasi yang efektif, moderen dan mengedepankan
pelayanan publik. Rasionalisasi birokrasi diharapkan akan dapat mengubah
struktur, organisasi, manajemen, kebijakan, pola pikir, dan budaya kerja SDM
aparatur pemerintah. Kebijakan ini dianggap dapat menghemat anggaran,
memperbaiki kualitas pelayanan publik dan mendorong mekanisme kerja pemerintah
yang lebih efesien dan efektif. Dengan jaminan penegakan hukum yang
objektif maka akan terjadi keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. Hukum
harus berlaku sama dan adil, baik,
ke atas maupun ke bawah.
Merasionalisasi
birokrasi memang bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan namun bukan berarti
tidak bisa dilakukan. Bila ada yang idealis dan telah menjadi bagian dari sistem
birokrasi Indonesia dalam 30-40 tahun terakhir, maka lebih banyak pesimis. Akan
tetapi, jika kita menelisik keberhasilan Jokowi-Ahok dalam merasionalisasi
birokrasi di DKI menjadi birokrasi yang efektif dan akuntabel merupakan angin
segar untuk memberikan suntikan motivasi dalam melaksanakan pembaharuan sistem
yang dimulai dari membangun wacana soal rasinalisasi birokrasi dan diikuti tindakan
nyata secara paralel dengan menciptakan (dis) incentive, kapasitas, keberanian
kepemimpinan serta peran serta masyarakat dan media demi Indonesia Hebat.
Membayangkan
perubahan drastis dalam skala masif dalam waktu singkat mungkin tidak adil bagi
Jokowi-JK. Reformasi birokrasi memang merupakan kebutuhan vital dan merupakan sebuah
grand design yang akan terus berlanjut sampai nanti benar-benar terwujud
apa yang disebut sebagai good governance, yakni penyelenggaraan
pemerintahan yang berlangsung secara akuntabel, profesional, efektif, efisien,
transparan, terbuka dan mentaati hukum (rule of law). Sehubungan dengan
itu, pemilihan kabinet yang profesional mutlak di lakukan dari mana pun asalnya
(dari parpol, akademisi, maupun praktisi). Yang juga sangat penting untuk
dilakukan adalah, para kabinet dalam pemerintahan harus memahami soal bagaimana
merasionalisasi birokrasi di lingkungan kementriannya sambil berperan secara
bertahap dalam membangun birokrasi yang efektif, efisien, dan akuntabel dalam
skala yang lebih masif dan merata.
Jokowi dengan
metode Blusukannya tentunya
memerlukan dukungan para kabinet yang paham secara detail soal konsep dan
praktek birokrasi yang sehat. Konsep Blusukan dengan mengundang partisipasi
publik dalam menggalang aspirasi rakyat maupun dengan menggunakan partisipasi
rakyat dalam mengontrol kinerja lembaga-lembaga nasional dan daerah merupakan
sebuah terobosan bersejarah. Sementara itu, kecepatan JK dalam mengambil
keputusan akan mempercepat terjadinya rasionalisasi birokrasi di Indonesia.
Tentu saja harus dibarengi dengan pemilihan kabinet yang kapabel, tangguh, dan
berani dalam merasionalisasi birokrasi di jajarannya.
Mencermati wacana perampingan susunan kabinet Jokowi-JK diharapkan dapat
menjawab rasinalitas birokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Sebab tujuan rasinalisasi
birokrasi hakikatnya untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas
birokrasi pemerintah melalui penguatan peraturan perundang-undangan, perubahan
perilaku, penataan organisasi, penataan manajemen SDM aparatur, penguatan
akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan praktek
KKN, penerapan sistem monitoring, evaluasi kinerja dan pengawasan birokrasi
yang melibatkan partisipasi masyarakat. Ketika perampingan kabinet yang
profesional, tangguh, dan berani sudah terlaksana, maka pada akhirnya berujung
pada peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment