THE MENTAL REVOLUTION BY LOCAL STORY BASED ON
CHARACTERIZED EDUCATION AND IT FOR SUPPORTING CREATIVE INDUSTRY
Umi Salamat and The team
Abstract: Creative industry is the industry which main element is creativity,
expert and talent. It has potency to improve the welfare throw offering
intellectual creation, one of them is story. The research is aimed at first year as follows: describe
the values of character education
tales contained in local and non-fictional
character of Indonesian children,
theoretical models-based development
of local creative story tale character education, and a prototype-based local tales of creative writing education character. The purpose of this study is described in the research design development
model of Borg & Gall that lasted for two years budget. Based on the result of data
analysis, it can be concluded that (1) prototype is resulted in the form of the
story “Si Panji” which has a positive character of the deers local story
and which are
combined characters Indonesian which has nationalist and
patriotic spirit. The story is full of characterized
education value, but it is wrapped with humour, imagination, and adventure of
kids aged 9-12 years, (2) prototype is resulted in the form of the comic “Si Panji”. The
story is full of characterized education value, but it is wrapped with humour,
imagination, and adventure of kids aged 9-12 years, (3) prototype is resulted
in the form of the cartoon “Si Panji”. The story is full of characterized education value, but
it is wrapped with humour, imagination, and adventure of kids aged 9-12 years
Keyword: local
story, creative story, comic, and carrtoon, characterized education, and creative
industry
REVOLUSI MENTAL MELALUI DONGENG BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DAN IT UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KREATIF
Umi Salamah*)[1]
Abstrak: Industri kreatif merupakan industri
yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi
meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Penelitian tahun pertama ini bertujuan sebagai berikut: (1)
mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam dongeng lokal dan
tokoh nyata putra Indonesia, (2) model teoretik pengembangan kreatif
dongeng lokal berbasis pendidikan karakter, dan (3) prototipe penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan karakter. Tujuan penelitian ini dijabarkan dalam
rancangan riset model pengembangan Borg &
Gall yang berlangsung
selama dua tahun anggaran. Hasil akhir penelitian ini berupa (1)
prototipe penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan
karakter berupa dongeng kreatif dengan nama tokoh Si Panji yang memiliki
karakter positif
dari dongeng lokal si kancil yang dikombinasi dengan karakter tokoh Indonesia
yang memiliki jiwa nasionalis dan patriotis, yaitu sopan, semangat, sukses,
interaktif, inspiratif, indah, pandai, pemimpin, aktif, banyak akal, jujur, dan
inovatif. Substansi cerita ini benar-benar baru segar penuh humor dan pertualangan dalam menyelesaikan masalah kongkret
anak usia 9—12 tahun, (2) prototipe penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan
karakter berupa komik kreatif dengan
nama tokoh Si Panji yang memiliki karakter yang sama dari dongeng kreatif. Substansi cerita benar-benar
baru segar penuh humor dan pertualangan menyelesaikan masalah kongkret anak
usia 9—12 tahun, dan (3) prototipe penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan
karakter berupa kartun kreatif dengan
nama tokoh Si Panji yang memiliki karakter sopan, semangat, sukses, interaktif,
inspiratif, indah, pandai, pemimpin, aktif, banyak akal, jujur, dan inovatif.
Substansi cerita benar-benar baru segar penuh humor dan pertualangan
menyelesaikan masalah kongkret anak usia 9—12 tahun.
Kata kunci: dongeng lokal, dongeng kreatif, pendidikan
karakter, IT, industri kreatif.
PENDAHULUAN
Saat ini, industri kreatif semakin hangat dibicarakan oleh
pemerintah, swasta, dan pelaku wirausaha. Pemerintah sudah semakin menaruh perhatian terhadap industri kreatif, seperti terlibatnya Departemen Perdagangan. Salah
satu industri kreatif dalam kesenian adalah karya sastra.
Penerbit terbesar di Indonesia dengan omset puluhan miliar rupiah, 80%-nya
berasal dari cerita anak (Basino, 2003). Dari seluruh buku yang beredar di
Indonesia, 70%-nya adalah buku terjemahan (Kompas, 2002), Hal seperti ini juga
berlaku untuk dongeng. Ini sungguh disayangkan.
Seandainya industri kreatif dongeng ini
digarap dengan serius oleh putra Indonesia, maka akan menyumbang penghasilan
dan menambah pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia.
Mengapa harus dongeng? McClelland mempertanyakan,
mengapa ada bangsa‑bangsa tertentu yang rakyatnya bekerja keras untuk maju dan
ada yang tidak. Dia membandingkan bangsa Inggris dan Spanyol yang pada abad ke‑16
merupakan dua negara raksasa yang kaya raya, namun sejak itu Inggris terus
berkembang menjadi makin besar, sedangkan Spanyol menurun menjadi negara yang
lemah. Setelah semua diteliti McClelland
menemukan cerita dan dongeng anak‑anak yang terdapat di dua negeri itu. dongeng
dan cerita anak-anak di Inggris pada awal abad ke‑16 itu mengandung semacam
“virus” yang menyebabkan pendengar atau pembacanya terjangkiti penyakit “butuh karakter nasionalis”, the
need for nationalis
character, yang
kemudian disimbolkan dengan “n‑Nch”
yang menjadi sangat terkenal. Sedangkan cerita anak dan dongeng yang di Spanyol
justru meninabobokkan, tidak mengandung “virus” tersebut (Marahimin, 2003).
Mencermati kerangka berpikir McClelland,
kita dapat mengetahui bahwa rekayasa dongeng
lokal yang sudah akrab dengan bangsa Indonesia bisa menyumbangkan pembangunan bangsa ini
menuju bangsa yang besar dan berkarakter nasionalis Indonesia. Untuk
itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk (1) mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dari
dongeng lokal dan tokoh Indonesia; (2) membuat model teoretik tentang pengembangan
dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter; dan (3) membuat prototipe penulisan dongeng kreatif Indonesia berbasis
pendidikan karakter.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan
sifat, jenis masalah penelitian dan tujuan yang
hendak dicapai, penelitian ini dirancang untuk dilaksanakan dalam dua tahap selama dua tahun.
Berdasarkan
masalah penelitian maka prosedur yang akan ditempuh
dalam memecahkan masalah tersebut adalah sebagai berikut. Penelitian tahap I ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan (Borg &
Gall). Target utama penelitian tahap ini adalah tersusunnya model dan prototipe penulisan dongeng berbasis pendidikan
karakter (character education).
Korpus data penelitian ini
adalah seluruh dongeng
lokal yang sudah dikenal oleh sebagian masyarakat di Indonesia dan
pendidikan karakter tokoh besar bangsa Indoensia. Pemilihan data dilakukan dengan cara menunjukkan keterwakilan dongeng yang ada di Indonesia. Instrumen penelitian ini adalah lembar pengamatan.
Teknik pengumpulan data
yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu studi dokumentasi dan pengembangan. Studi
dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data tentang
hasil penelitian pendidikan karakter.
Pengembangan digunakan untuk menyusun
model penulisan dongeng berbasis IT dan pendidikan karakter.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif yang diterapkan
adalah analisis isi, analisis domain, dan analisis taksonomis.
Road Map
penelitian dijelaskan sebagai berikut.
|
|
|||||
|
Bagan adaptasi dari (Borg & Gall).
PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI
PONDASI KESUKSESAN PERADABAN BANGSA
McClelland adalah seorang psikolog sosial yang tertarik pada masalah‑masalah
pembangunan. Melalui penelitian dan pembuktian yang nyata, dia sampai pada
kesimpulan lain mengenai kegunaan dongeng, di
samping hanya untuk menitipkan pesan moral (Marahimin, 2003).
Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa dongeng dan cerita anak-anak di
Inggris pada awal abad ke‑16 itu mengandung semacam 'virus' yang menyebabkan
pendengar atau pembacanya terjangkiti penyakit butuh berprestasi', the need for achievement, yang kemudian
disimbolkan dengan 'n‑Ach', yang menjadi sangat terkenal. Adapun cerita anak dan dongeng yang di Spanyol justru meninabobokkan
pembaca, tidak mengandung 'virus' tersebut (Marahimin, 2003). Sementara di Indonesia, pengembangan pendidikan karakter menjadi
perhatian di dunia pendidikan.
Indonesia memerlukan sumberdaya
manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam
pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki
peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus
diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan
karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan
santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh di Harvard University Amerika Serikat (Akbar,
2000), menunjukkan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill
dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter peserta didik menjadi
sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
Mahesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia berkarakter mulia
atau akhlaqul karimah. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter kini memang
menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan karakter mulia/akhlak anak
bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama
dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemendiknas, pendidikan
karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang
dibinannya. Di
pendidikan tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup
besar.
Mengapa dongeng lokal bisa
diteliti? Hal ini sesuai dengan pendapat Danandjaja (1988) yang menyatakan
bahwa untuk mengetahui kebudayaan suatu bangsa, kita dapat mengetahuinya
melalui foklor. Hal ini disebabkan oleh temuan folklor
yang mengungkapkan kepada kita secara terselubung (seperti dalam dongeng) atau
secara gamblang (seperti pada peribahasa), bagaimana folknya berfikir. Selain
itu juga melalui folklor suatu kolektif yang mengabadikan atau mengungkapkan
apa yang dirasakan penting baginya pada suatu masa. Pendekatan penelitian
semacam ini dalam sastra disebut pendekatan arkitipal (Darma, 2004)
Pernyataan ini juga sesuai
dengan pendapat Koentjaraningrat tentang kebudayaan
yang membagi kebudayaan atas tiga aspek. Ketiga aspek itu adalah (1) kebudayaan sebagai tata kelakuan manusia;
(2) kebudayaan sebagai kelakuan manusia; dan (3) kebudayaan sebagai hasil
kelakuan manusia.
Bentuk‑bentuk folklor tersebut dapat dijadikan bahan untuk menganalisis
tata kelakuan kolektif pendukungnya, karena mereka masing‑masing mempunyai
beberapa fungsi, yang menurut William R. Bascom (dalam Danandjaja) ada empat: (1) sebagai sistem proyeksi, (2)
sebagai alat pengesahan kebudayaan, (3) sebagai alat pedagogik, dan (4)
sebagai alat pemaksa berlakunya norma masyarakat dan pengendalian masyarakat.
Bagian dari kebudayaan yang disebut folklor itu dapat berupa bahasa rakyat;
ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah dan lain‑lain); teka‑teki; cerita
prosa rakyat seperti mite, legen dan dongeng (termasuk lelucon dan anekdot);
nyanyian rakyat; teater rakyat; permainan rakyat; kepercayaan/keyakinan rakyat;
arsitektur rakyat; seni rupa dan seni lukis rakyat; musik rakyat, gerak
isyarat (gesture); dan sebagainya
(Danandjaja, 1988).
Berdasarkan
uraian di atas dan mengacu pada UU
No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pilot project pendidikan karakter.
Pendidikan karakter yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah pendidikan
karakter yang digali dari kekayaan bangsa dalam bentuk dongeng lokal dengan
nilai-nilai yang bersumber dari kebudayaan bangsa yang bersumber dari tokoh
Indonesia dan disampaikan.
Penggalian pendidikan karakter dari dongeng lokal dilakukan dengan cara
mengidentifikasi nilai-nilai positif dan negatif. Nilai positif dikembangkan
sebagai karakter tokoh protagonis yaitu si Panji, sedangan karakter negatif
dikembangkan sebagai karakter tokoh antagonis yaitu si Anto (teman sekolah
Panji yang gemar mencuri dan dan copet). Selain mengambil karakter positif dari
dongeng lokal, tokoh Paji juga diberi karakter yang inovatif, kreatif, dan
futuristik tokoh asli Indonesia. Pada prototipe ini, tokoh Paji diberikan
karakter tokoh BJ Habibie, sehingga karanter Panji benar-benar mencerminkan
karakter yang diharapkan dimiliki oleh anak-anak Indonesia, yaitu humoris,
humanis, inovatif, kreatif, dan produktif.
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DONGENG
LOKAL
Hunt (dalam Nurgiyantoro, 2005)
mendefiniskan dongeng sebagai bacaan
yang dibaca oleh anak, yang secara khusus cocok untuk anak, dan yang secara
khusus pula memuaskan sekelompok anak‑anak.
Buku‑buku tersebut isinya harus sesuai dengan minat dan dunia anak, sesuai
dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, dan buku‑buku
tersebut dapat memuaskan anak.
Dongeng tidak harus berkisah tentang anak, tentang dunia
anak, tentang berbagai peristiwa yang mesti melibatkan anak. Dongeng dapat berkisah tentang apa saja yang menyangkut
kehidupan, baik kehidupan manusia, binatang, tumbuhan, maupun kehidupan yang
lain termasuk makhluk dari dunia lain. Namun, apa pun isi kandungan cerita yang
dikisahkan mestilah berangkat dari sudut pandang anak, dari kacamata anak dalam
memandang dan memperlakukan sesuatu, dan sesuatu itu haruslah berada dalam
jangkauan pemahaman emosional dan pikiran anak (Nurgiyantoro, 2005).
Dari segi isi dan bentuk, dongeng memiliki sejumlah keterbatasan baik yang
menyangkut pengalaman kehidupan yang dikisahkan, cara mengisahkan, maupun
bahasa yang dipergunakan untuk mengekspresikan. Pengalaman anak masih terbatas,
maka anak belum dapat memahami cerita yang melibatkan pengalaman hidup yang
kompleks. Fantasi anak akan mudah dan begitu saja menerima cerita binatang yang
berbicara dan bertingkah laku seperti manusia, cerita dewa‑dewa atau manusia
super, atau cerita‑cerita yang termasuk kategori legenda dan sejenisnya.
Sesuatu yang bagi orang dewasa tidak masuk akal, bagi anak adalah hal yang
wajar (Nurgiyantoro, 2005).
Selain dalam hal pengalaman,
keterbatasan anak juga terdapat hal bahasa dan cara pengisahan cerita. Anak
belum dapat menjangkau dan memahami kosakata dan kalimat yang kompleks. Oleh
karena itu, secara umum. dapat dikatakan bahwa bahasa sastra anak adalah
berkarakteristik sederhana, sederhana dalam kosakata, struktur, dan ungkapan.
Bahasa dongeng masih lebih lugas, apa adanya, dan tidak
berbelit. Demikian pula halnya dalam teknik penceritaan. Alur cerita haruslah
yang juga sederhana, mudah dipahami dan diimajinasikan, tidak berbelit dan
tidak kompleks. Karakter tokoh tentulah lebih menunjuk pada karakter yang
sederhana dan familiar sehingga anak juga merasa dekat dan sudah mengenali.
Hubungan antara alur dan karakter, karakter dengan berbagai aksi dan peristiwa,
terlihat langsung dan jelas serta mudah dikenali hubungan sebab akibatnya.
Namun, tentu saja terdapat gradasi tentang keserdahanaan dan atau kompleksitas
sastra anak tersebut berdasarkan usia dan tingicat perkembangan jiwa.
Huck dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005) membagi
buku‑buku yang cocok untuk bacaan anak yang sesuai dengan tiap tahapan usia
anak, dan tahapan usia anak dibedakan ke dalam tahap‑tahap: (1) sebelum sekolah‑‑masa
pertumbuhan, usia 1‑2 tahun, (2) prasekolah dan taman kanak‑kanak,
usia 3, 4, dan 5 tahun, (3) masa awal sekolah, usia 6 dan 7
tahun, (4) elementari tengah, usia 8 dan
9 tahun, dan (5) elementari akhir,
usia 10, 11, dan 12 tahun. Jadi,
berdasarkan pembagian Huck dkk. di atas, yang dapat dikategorikan sebagai anak
adalah anak‑anak usia 1 hingga kurang lebih 12 tahun.
Piaget (dalam Nurgiyantoro, 2005) membagi
perkembangan intelektual anak ke dalam empat tahapan, dan tiap tahapan
mempunyai karakteristik berbeda yang mempunyai konsekuensi pada respons anak
terhadap bacaan. Keempat perkembangan intelektual itu adalah: (1) tahap sensori‑motor
(the sensory‑motor period, 0‑2
tahun), (2) tahap praoperasional (the
preoperational period, 2‑7 tahun), (3) tahap operasional konkret (the concrete operational, 7‑11 tahun),
dan (4) tahap operasi formal (the formal
operational, II atau 12 tahun ke atas). Dengan demikian, orang yang dapat
dikategorikan sebagai anak itu adalah orang yang berusia 0 tahun sampai dengan
sekitar 12 tahun. Jadi, anak yang dimaksudkan dalam sastra anak itu adalah
orang yang berusia 0 tahun sampai sekitar 12 atau 13 tahun, atau anak yang
sudah masuk dalam masa remaja awal.
Berdasarkan uraian di atas, maka nilai
pendidikan karakter yang dikembangkan dalam dongeng pada penelitian ini adalah
pendidikan karakter yang sesuai dengan anak usia 9—12 tahu atau setara dengan
anak usia sekolah dasar. Tokoh “Panji” yang diciptakan dalam buku dongeng,
komik, dan kartun sebagai produk penelitian
ini adalah tokoh anak usia sekolah dasar yang memiliki karakter sebagaimana
yang tercermin dalam namanya, yaitu santun bertutur kata, sopan kepada orang
tua dan guru, selalu berpenampilan indah (rapi dan menarik) pandai dan selalu
menjadi tauladan bagi teman-temannya atau siap menjadi pemimpin, banyak akal
(banyak strategi dan humoris, penuh pertualangan), dan selalu jujur. Karakter
ini dikembangkan dari karakter positif tokoh si Kancil dan tokoh BJ Habibie.
Oleh karena itu, dalam cerita si Panji (serial Kancil Harimau dan BJ Habibie)
ini menampilkan tokoh Panji yang selalu rajin membaca, gemar membantu orang
tua, gemar belajar baik pelajaran maupun agama yang dipeluknya, rapi, ceria, humoris,
kreatif, inovatif terhadap teknologi, bersahabat, dan jujur. Karakter yang
dibawakan oleh Panji ini dikemas dalam cerita yang penuh dengan humor dan
pertualangan yang bakal menjadi idola bagi anak-anak Indonesia. Dengan sajian
cerita semacam ini, diharapkan anak-anak Indonesia benar-benar memiliki
karakter yang dibangun dari kearifan lokal yang berwawasan global. Dengan demikian,
pendidikan di Indonesia dapat menyiapkan anak-anak yang memiliki karakter asli
Indonesia tetapi memiliki daya saing yang sangat tinggi di dunia. Karakter asli
yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan
UUD Dasar 1945.
DRAF PENULISAN KREATIF DONGENG
BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER
Secara umum proses yang dilalui penulis (sastrawan)
bisa dikelompokkan atas (1) pramenulis
(2) penulisan, (3) penulisan kembali dan (4) publikasi (Farris,
1993:182). Tahapan menulis yang lebih rinci dikemukakan Tompkins
(1994:182) atau Donald Graves (dalam
Cox, 1999:307) yaitu pramenulis, penulisan draf, revisi, penyempurnaan, dan
publikasi. Dalam bentuk sederhana, proses
kreatif dapat dikelompokkan menjadi tiga kegiatan: (1) kegiatan sebelum menulis,
(2) kegiatan pada saat menulis, dan (3) kegiatan setelah menulis.
Kegiatan yang
dilakukan sebelum menulis dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi karakter
tokoh dongeng lokal dan cerita nonfiksi
tokoh besar Indonesia, mempelajari
tingkat kejiwaan dan bahasa anak usia 9—12 tahun, dan mempelajari cerita yang
disukai anak usia 9—a2 tahun. Model
teoretik proses kreatif penulisan dongeng berbasis pendidikan karakter dapat
digambarkan sebagai berikut:
|
Berdasarkan model teoretik yang dihasilkan di atas,
tokoh yang dikembangkan dalam dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan
karakter diberi nama Si Panji. Nama
Panji bisa ditafsirkan sebagai bendera kemenangan. Akan tetapi nama Si Panji
juga bisa merupakan akronim karakter tokoh, yaitu S (semangat, sopan santun) I
(indah, innovative), P (pemimpin, pandai), N (banyak akal), J (jujur), I
(interaktif, inspiratif). Berdasarkan analisis nama dan karakter tersebut
diharapkan anak-anak Indonesia memiliki karakter tersebut.
Adapun draf
pengembangan cerita kreatif dongeng berbasis pendidikan karakter sebagaimana dilihat
pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2: Draf
Pengembangan Cerita Si Panji
Tahap
|
Garis Besar Cerita
|
Nilai Pendidikan Karakter yang
dikembangkan
|
Tahap 1
|
1. Si Panji memiliki kebiasaan membaca
dongeng setelah belajar sebelum tidur.
Pada tahap ini, Panji membaca dongeng si Kancil seri Kancil dan
Harimau.
2. Ibu Panji memiliki kebiasaan menemani
Panji sebelum tidur sambil meminta Panji untuk menceritakan kembali cerita
yang dibacanya secara singkat, menilai, dan membicarakan dongeng putra Indonesia yang sukses. Konflik yang dikembangkan
adalah karakter kancil yang positif dan negatif,
cerdik tetapi hanya untuk menyelamatkan dirinya namun membahayakan bagi
lainnya. Sementara karakter Pak Habibi, cerdas dan cerdik yang bermanfaat
bagi dirinya dan semua manusia.
Karakter kecerdikan kancil dan kecerdasan Pak Habibi menginspirasi
mimpi Panji.
|
·
Kebiasaan
membaca
·
Kebiasaan
mereview bacaan
·
Kebiasaan
mengambil nilai positif bacaan (rajin, semangat, bekerja keras, pantang
menyerah).
·
Pendampingan
orang tua dalam menanamkan nilai-nilai positif kepada anak.
|
Tahap 2
|
Kehidupan Panji di rumah dan lingkungannya, yakni
rajin membantu orang tua, rajin belajar, rajin mengaji, suka menolong orang yang susah, dan cerdik
dalam bertindak benar. Konflik yang dikembangkan adalah ketika ada seorang
tua yang sangat kelaparan, Panji memberikan bekalnya kepada orang tua itu, meskipun ia sndiri sebenarnya
sangat membutuhkan. Ketika ada penjambretan di kampungnya pada saat dia
membantu orang tuanya menggembala kambing, secara cepat Panji memutar otak untuk menemukan strategi untuk membantu orang-orang untuk menangkap penjambret.
.
|
· Sikap rajin (belajar dan beribadah)
· Berbakti kepada orang tua
· Rendah hati dan baik hati
· Peka terhadap lingkungan
· Suka menolong
· Cerdik
· Pemberani
|
Tahap 3
|
Kehidupan panji di sekolah. Panji dikenal
santun, pandai, namun tidak sombong. Tingkah lakunya selalu menginspirasi
teman-temannya. Intrik yang dikembangkan adalah keresahan di sekolah yang disebabkan oleh adanya pencurian dinamo sepeda di sekolah
Panji termasuk sepeda si Panji. Konflik yang dikembangkan adalah kecurigaan Panji terhadap Anto (pelaku
pencurian) dan perasaan
bersalah jika menuduh tanpa bukti sebagai fitnah
.
|
· Selalu optimis
· Selalu bersemangat
· Selalu berprestasi
· Selalu rendah hati
· Selalu jujur
· Meyakini bahwa kebenaran selalu menang dan harus diperjuangkan
· Selalu mencari strategi pembuktian dengan berbagai strategi dan pertualangan pertualangan
|
Tahap 4
|
Rasa ingin tahu dan jiwa pertualangan Panji menemukan pencuri dinamo di sekolah. Panji
melakukan pengintaian terhadap sasaran yang dicurigai, meskipun dilakukan sendiri tanpa memberi tahu teman dan gurunya. Setelah memastikan kecurigaannya benar, Panji menggunakan kecerdasannya untuk menemukan dan menyampaikan
bukti kepada gurunya tanpa membahayakan teman yang dijadikan terdakwa. Terinspirasi oleh kecerdikan Kancil dan kecerdasan dan kebaikan hati Pak Habibi, Panji membuat trik untuk
mengungkap pencurian dynamo di sekolahnya secara baik. Dia tidak langsug melapor
kepada Polisi tetapi kepada guru BP. Dia bersedia bersahabat dengan Anto
(pencuri dinamo) dan membantunya untuk belajar menjadi anak baik dan
berprestasi. Ibunya selalu memberikan motivasi dan doa kepada putranya.
Motivasi dan doa yang diberikan oleh ibunya memberikan semangat pada Panji
untuk menjadi anak Indonesia yang santtun dan berdedikasi tinggi.
|
1. Ulet dalam berusaha dan
berjuang
2. Teliti dalam bertindak
3. Cerdas dalam memilih strategi
yang tidak merugikan orang lain
4. Cerdik dalam mengatasi masalah
5. Selalu memberikan ketauladanan
yang baik sebagai pemimpin
6. Mengutamakan kerukunan dan
kekeluargaan.
|
Berdasarkan draf pengembangan cerita di atas, maka
penulisan buku dongeng, komik dan kartun digambarkan dengan model sebagai
berikut:
PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM INDUSTRI KREATIF
Teknologi dan Informasi sangat berpengaruh
terhadap kemudahan dalam melakukan kreativitas. Kreativitas merupakan
kunci utama dalam industri kreatif. Pada zaman sekarang ini teknologi dan
informasi sudah semakin cepat berkembang seperti internet, komputer, software, peralatan-peralatan lainnya.
Diharapkan dengan teknologi dan informasi dapat berpengaruh terhadap
produktivitas dan kualitas industri kreatif.
Dengan adanya internet, batasan waktu dan lokasi sudah
bukan menjadi halangan lagi. Kita bisa membuat sebuah tim projek desain dengan anggota
yang lintas negara. Kita bisa memanfaatkan produk-produk hasil industri kreatif
kita untuk memasarkan ke dalam lingkup global, bahkan dapat menciptakan
konsumen yang aktif (prosumen) untuk menghasilkan barang sesuai dengan
keinginan mereka. Hal ini sudah terbukti untuk pengembangan software-software
(salah satu subsektoral industri kreatif) yang bersifat opensource.
Berdasarkan hal tersebut,
maka hasil akhir penelitian yang berupa buku dongeng, komik, dan kartun ini
dapat dipasarkan ke seluruh pelosok tanah air sebagai media pendidikan karakter
anak-anak Indonesia dan sebagai kebanggaan anak Indonesia. Selain itu, dengan
hak paten yang dimiliki dari hasil kreativitas ini dapat dijadikan sebagai hak
kekayaan intelektual anak Indonesia di kancah global.
PENUTUP
Nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dikembangkan
dalam dongeng kreatif berbasis pendidikan karakter adalah yang berasal dari
karakter baik tokoh dongeng lokal dan tokoh Indonesia yang sukses membawa nama
besar bangsa Indonesia. Adapun karakter buruk tokoh utama dalam dongeng lokal
dikembangkan menjadi karakter tokoh antagonis.
Model teoretik pengembangan
dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter merupakan parodi dari
karakter baik dongeng lokal dengan karakter baik cerita nyata tokoh anak
Indonesia, disesuaikan dengan kejiwaan dan cerita yang disukai anak usia 9—12
tahun.
Prototipe pengembangan
dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter dalam bentuk dongeng, komik
dan kartun berseri dengan nama tokoh Si
Panji. Si Panji memiliki karakter sopan, semangat, indah/rapi, inspiratif,
interaksi sosial yang tinggi, pandai, pemimpin, aktif, banyak akal/kaya
strategi, jujur, dan intelektual.
Pengembangan dongeng lokal kreatif ini masih berupa prototipe. Sementara itu Indonesia memiliki ribuan dongeng
lokal dan jutaan putra sukses yang memiliki daya saing global. Dengan demikian disarankan agar prototipe
ini dikembangkan sebanyak-banyaknya untuk media
pembelajaran pendidikan karakter anak Indonesia. Selain itu, agar dongeng lokal
kreatif lebih menarik, VCD animasi kartun, buku, dan komik dapat disosialisaikan kepada
seluruh sekolah dasar yang ada di Indonesia. Dengan dibuatnya menjadi animasi kartun dapat
dikembangkan menjadi industri kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: JPBSI, IKIP Malang
Co, Carole. 1999. Teaching language Arts: A Student‑and
Response‑Centered Classroom. Boston: Allyn and Bacon
Danandjaja,
James. 1988. Antropologi Psikologi:
Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: Rajawali
Darma,
Budi. 2004. Pengantar teori Sastra.
Jakarta: Pusat Bahasa
Eneste, Pamusuk (ed.). 1982. Proses Kreatif Jakarta: Gramedia
http://www.depdag.go.id/. 2009. Industri Kreatif.
Herdani, Yogi. 2011. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com
_content&view=article&id=1540:pendidikan-karakter-sebagai-pondasi-kesuksesan-peradaban-bangsa&catid=143:berita-harian
Junus,
Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah
Pengantar. Jakarta: Gramedia
Koentjaramingrat.
1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Angkasa Baru
Marahimin,
Ismail. 2003. “Pembekalan Pada Bengkel Penulis Cerita Anak” dalam Teknik
Menulis Cerita Anak (Ed. Sabrur R. Soenardi). Depok: Pink Books, Pusbuk, Taman
Melati.
Syafi’ie,
Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Malang:
FPS IKIP Malang
Sztompka,
Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial
(terj. Alimandan). Jakarta:
Teeuw,
A. 1984. Sastra dan Ilmu sastra. Jakarta:
pustaka Jaya.
Wellek,
Rene dan Warren, Austin. 1976. Theory
ofLiterature. Harmondsworth: Penguin Books.
Simatupang, Togar M. 2007. ”Industri Kreatif Jawa Barat”.
Makalah sebagai Masukan Kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Jawa Barat. ITB: Sekolah Bisnis dan Manajemen
Sudrajat, Ahmad. 2011. Pendidikan Karakter Sebagai Pondasi Kesuksesan Peradaban Bangsa. http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/ Diakses
pada 1 September 2011.
Wibisono, Agus. 2010. http://aguswibisono.com/2010/industri-kreatif-indonesia-peran-teknologi-informasi-dan-penciptaan-nilai.
|
[1] Artikel ini
ditulis berdasarkan hasil penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang didanai oleh
DP2M Dirjen Dikti. Ketua penelitian Dra. Umi Salamah, M.Pd, dan anggotanya (1)
Drs. Rokhyanto, M.Hum dan Dra. Titik Purwati, M.M
No comments:
Post a Comment