Wednesday, April 1, 2015

Artikel Teropong Kemandirian Pangan Maret 2015



 

 SEMBAKO MAHAL:

Kemandirian Pangan dan Penghambatnya Harus Ditangani secara Serius


Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat Sosial-Politik


Sembako mahal menjadi trending topik di berbagai media yang cukup bertahan lama saat ini. Jika ini dibiarkan, kewibawaan pemerintah akan berada di ujung tanduk, sebab sembako merupakan penyangga kehidupan yang sangat vital/mendasar bagi keberlangsugan hidup rakyat. Ada banyak faktor yang bermain menentukan harga sembako mahal, antara lain, (1) belum tercapainya kemandirian pangan nasional dan (2) peran aktifnya para mafia dan koruptor yang mengganggu distribusi sembako kepada masyarakat. Sebagaimana bandar narkoba, para koruptor dan mafia adalah musuh negara yang sangat berbahaya, laten, dan harus dihukum yang seberat-beratnya dan seadil-adilnya.  Oleh karena itu, tidak hanya pelaku pembangunan kemandirian pangan nasional yang harus terus dipacu tetapi juga para musuh negara itu harus ditindak tegas.

Libatkan Semua Potensi untuk Membangun Kemandirian Pangan
Mati enggan hidup pun segan, ungkapan ini melukiskan jeritan para petani ketika hasil penjualan panen tidak sesuai dengan harapan. Juga melukiskan jeritan rakyat kecil ketika harga sembako melambug tinggi. Bagaimana tidak, pada saat masa panen tiba, pemerintah mengizinkan para mafia melakukan impor, sehingga harga hasil pertanian menjadi ‘anjlok’ dan distribusi hasil pertanian tidak lancar.   Apalah artinya panen melimpah apabila harganya ‘anjlok” dan pemerintah tidak mau tahu tentang persoalan yang dihadapi para petani? Tentu saja kondisi seperti ini tidak memotivasi petani untuk meneruskan usaha pertaniannya.
Dampak dari kondisi ini sebagian besar petani menjual tanahnya dan beralih profesi sebagai buruh atau merantau di negeri orang. Akibatnya, hasil pertanian di Indonesia makin lama makin merosot, sehingga tidak mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Untuk mengatasi hal tersebut lagi-lagi pemerintah menggunakan cara instan dengan memberikan izin impor. Dampak dari kebijakan tersebut, harga pangan menjadi melambung, sehingga rakyat kecil tidak mampu membeli sembako yang berkualitas.
Apabila hal ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan dan sistem pertanian yang berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka bangsa Indonesia akan mengalami krisis pangan berkepajangan. Padahal sebenarnya Indonesia memiliki sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang sangat banyak di bidang pertanian. Indonesia memiliki lahan pertanian yang sangat luas, dan jutaan sarjana pertanian dengan potensi, pengetahuan, pengalaman, dan hasil riset yang sangat banyak tetapi belum diberdayakan dan dikelola dengan baik. Selain itu potensi masyarakat lainnya, seperti kelompok pemuda, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat merupakan investasi yang sangat baik bagi tercapainya pembangunan kemandirian pangan nasional dan keberlanjutannya. Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi rakyatnya?

Perlunya menegakkan Sistem Tatakelola Pertanian yang Serius
Menjadi tuan di negera sendiri dan menjadi rakyat yang bangga pada negara, ungkapan ini akan terus bergaung sangat indah apabila pemerintah berhasil membangun kemandirian pangan nasional di negeri ini. Tentu saja ini bukan pekerjaan mudah, akan tetapi apabila pemerintah membuat kebijakan dan sistem tatakelola yang terkontrol dan  memihak petani dengan melibatkan seluruh potensi bangsa akan terasa lebih ringan dan lebih mudah.
Melihat kondisi di negara saat ini, sebagian besar tanah, air, dan kekayaan alam lainnya sudah dikuasai asing, sementara potensi rakyat juga kurang dikelola secara maksimal.  Hal ini menyebabkan krisis pangan di negara ini makin memprihatinkan. Krisis inilah yang menyebabkan harga pangan menjadi mahal.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk perubahan menuju kemandirian dan ketahanan pangan, di antaranya (1) melakukan judicial review terhadap undang-undang terutama tentang penanaman modal asing, (2) peraturan yang tidak sesuai dengan UUPA Nomor  5 Tahun 1960 dan UUD 1945 khususnya pasal 33 ayat 3 harus diganti, (3) jadikanlah payung tersebut sebagai pedoman dalam pembuatan peraturan yang berkaitan dengan penguasaan tanah, air, udara dan kekayaan alam di Indonesia, (4) penguatan kelembagaan, baik di tingkat pusat maupun daerah harus mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, (5) hentikan semua aktivitas penanaman modal asing yang merugikan rakyat, (6) optimalisasi hasil riset di bidang pertanian, dan (7)  berantas mafia dan koruptor di bidang pertanian.
Berdasarkan ke tujuh poin di atas, maka dengan melakukan judicial review dan menjadikan UUPA Nomor  5 Tahun 1960 dan UUD 1945 sebagai pedoman/ payung dalam pembuatan peraturan penguasaan tanah, air, dan udara, serta kekayaan Indonesia akan memberikan kepastian hukum perlindungan terhadap hak kepemilikan lahan oleh rakyat (khususnya petani) menjadi lebih besar sehingga Negara memiliki kontrol yang lebih kuat. Dengan penguatan fungsi kelembagaan dari pusat hingga ke bawah dapat menjamin kelancaran distribusi dan pengawasan terhadap bantuan pemerintah baik, berupa pembimbitan, penanaman, pemupukan, proses pemanenan, sampai pendistribusian hasil panen lancar, sehingga tidak memungkinkan para mafia untuk mempermainkan harga. Dengan demikian harga menjadi lebih stabil dan tidak fluktuatif. Perlunya pemanfaatan hasil riset di bidang pertanian, baik dari perguruan tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat, akan menjamin peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka hasil panen dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Tidak kalah pentingnya, upaya serius untuk memberantas koruptor dan mafia pertanian melalui penegakan hukum serta fungsi kontrol yang ketat dan melekat, maka menutup celah dan pemanfaatan kesempatan yang bisa mengganggu distribusi dan ketersediaan pangan. Pada akhirnya tidak akan terjadi harga sembako mahal.