Showing posts with label Artikel Koran Teoropong. Show all posts
Showing posts with label Artikel Koran Teoropong. Show all posts

Sunday, February 28, 2016

Artikel Surat Kabar Nasional Teropong: DPR Jangan Lagi Bikin Rusuh dan Gaduh....









DPR JANGAN HANYA BIKIN RUSUH DAN GADUH:

Optimalkan Peran Legislasimu untuk Kedaulatan Rakyat dan Negara (Bagian 1)


Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat Sosial-Politik

penjajahan oleh partai-partai politik,
masih merajalela di dalam negara!
... elit politik tidak pernah memperjuangkan
sarana-sarana kemerdekaan rakyat.
Mereka hanya rusuh dan gaduh
memperjuangkan kedaulatan
golongan dan partainya sendiri.
Mereka hanya bergulat untuk posisi sendiri.
...Dengan picik
mereka mendaur-ulang
malapetaka bangsa dan negara
yang telah terjadi!
(W.S. Rendra, 1999)

Sejak rezim Orde Baru sampai saat ini, legislatif belum mampu memperjuangkan sarana-sarana kemerdekaan dan kedaulatan bagi rakyat. Mereka hanya rusuh dan gaduh (meminjam istilah W.S. Rendra) serta kehilangan fungsinya sebagai wakil rakyat. Undang-undang yang mereka hasilkan tidak untuk membela hak-hak rakyat, tetapi hanya untuk kepentingan pribadi, golongan, dan partainya saja. Sementara fungsi pengawasan, hanya menjadi sarana burgaining, yang ujung-ujungnya untuk mendapatkan “jatah tambahan” kesejahteraan.  

Saturday, May 9, 2015

Refleksi Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2015



 









BAGAIMANAKAH PENDIDIKAN KITA MENGANTISIPASI MEA 2015:

Refleksi Memperingati Hari Pendidikan Nasional

Oleh Umi Salamah

Akademisi dan pengamat sosial-politik

Memperingati hari pendidikan nasional tidak cukup hanya dengan seremoni saja, tetapi yang lebih pentig sanggup melakukan refleksi terhadap pendidikan kita agar ke depan  menjadi lebih baik dan berkualitas. Menyimak Rembukan nasional (Rembuknas) Pendidikan yang diprakarsai oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada Selasa 31-3-2015, tampaknya belum ada greget dan gebrakan yang cukup berarti dari dunia pendidikan dalam menghadapi MEA 2015 yang akan di-launching pada 31 Desember 2015. Rembuk Nasional masalah pendidikan bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi II hingga Komisi 7 itu masih membahas hal-hal yang klasik dan klise berkutat pada masalah wajib belajar, penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), kurikulum, dan pemerataan guru.
Penyiapan out put pendidikan yang benar-benar siap bersaing dalam mengadapi MEA 2015 belum dijadikan isu apalagi topik pembahasan. Pendidikan kita masih disibukkan dengan bongkar pasang kurikulum dan UN yang ujung-ujungnya adalah proyek yang menghambur-hamburkan uang negara untuk sekelompok orang saja bukan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Hal itu disebabkan oleh lemahnya pengawasan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. Akibatnya, pendidikan belum mampu membekali kecakapan hidup bagi Output-nya, sehingga menyebabkan gagap dalam menghadapi pasar kerja.  Terobosan apa yang harus akan dilakukan oleh pendidikan kita dalam menghadapi  MEA 2015?

MEA 2015 bisa Menjadi Bentuk Penjahan Baru
 MEA 2015 seakan-akan hanya tampil dalam perspektif ekonomi saja, sehingga masyarakat yang berada di luar ranah ekonomi, tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu. Padahal MEA tidak hanya memudahnya mobilitas barang dan jasa, tetapi juga orang (SDM) antarnegara di wilayah ASEAN. Bagi negara yang sudah menyiapkan SDM yang handal dan pranata hukum yang tegas dan berdaulat akan menjadi sumber kemakmuran bagi bangsa dan negaranya, Sebaliknya bagi negara yang  tidak mampu menyiapkannya, maka MEA akan menjadi bentuk penjajahan baru. Akankah kita terlelap dalam kemasabodohan dan kembali menjadi budak di negeri sendiri? Tuhan telah memberikan pelajaran yang cukup panjang dengan hadirnya penjajah Belanda dan Jepang di negeri ini. Sumber daya alam telah dikuras secara besar-besaran untuk kemakmuran penjajah, mengakibatkan masyarakat Indonesia miskin dan menderita berabad-abad lamanya. Akankah MEA hadir sebagai bentuk penjajahan baru bagi bangsa dan negara kita? Itu bisa terjadi jika kita tidak memiliki SDM yang siap bersaing dan penegakkan hukum yang masih lemah dan tidak konsisten.

Apa yang Harus Dipersiapkan Pendidikan Kita dalam Menghadapi MEA 2015
            Seperti diketahui oleh banyak negara, Finlandia dianggap sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Lantas, bagaimana pendidikan ideal Finlandia? Di Finland, pendidikan dianggap sangat penting dan harus membuat anak didik termotivasi senang dalam belajar, serta mengajak anak didik dapat menjelaskan manfaat pendidikan tersebut bagi dirinya. Dengan demikian anak didik memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya belajar dan pendidikan bagi kesuksesan hidupnya. Ini sangat berbeda dengan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Di Indonesia, pendidikan terlalu sarat dengan mata pelajaran dan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik, sehingga anak didik merasa kewalahan untuk belajar dan tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengetahui manfaat dari materi pelajaran bagi hidupnya.
Sehubungan dengan itu, yang harus dipikirkan oleh penggagas pendidikan adalah bagaimana realisasi sistem pendidikan kita bisa menyenangkan dan bermanfaat bagi kesuksesan hidup anak didik. Untuk itu, hendaknya pemerintah segera menghentikan ‘bongkar pasang kurikulum’ yang pada dasarnya substansi dan paradigmanya tetap sama. Yang lebih penting dilakukan adalah (1) membuat pendidikan itu menyenangkan bagi anak didik bukan sebagai beban, (2) menjadikan Mata Pelajaran sebagai alat kecakapan hidup dan penggemblengan mentalitas nasioanlis. Dengan demikian, keberhasilan anak didik tidak lagi diukur dari tingkat penguasaan materi sebagai tujuan belajar tetapi yang lebih penting diukur adalah bagaimana anak didik mampu menggunakan materi pembelajaran sebagai alat kecakapan untuk memperoleh kesuksesan hidup dan bagaimana materi itu mampu menyulut semangat nasionalis untuk lebih mencintai bangsa dan negaranya.
            Apa yang mendesak dilakukan oleh pemerintah dan pendidikan kita dalam menghadapi MEA 2015? Pemerintah harus melakukan pengemblengan dan pengawasan yang ketat terhadap sekolah-sekolah khusus (SMK) agar benar-benar membekali anak didik  tentang cara bekerja yang kreatif, inovatif, dan cakap dalam membangun jaringan/ networking. Kemampuan membangun jaringan juga harus diprioritaskan bagi tenaga kerja level  manajemen yang umumnya diemban oleh lulusan perguruan tinggi. Ketiga kecakapan itu dapat meningkatkan kualitas kerja lulusan pendidikan sehingga out put pendidikan kita memiliki daya saing di pasar kerja, baik dalam negeri maupun di kawasan ASEAN..
Mampukah perangkat pendidikan kita melakukannya? Jika tidak, pemerintah harus memberikan regulasi-regulasi yang mempermudah masyarakat untuk membuka lembaga-lembaga penyelenggara pelatihan yang membekali alat kecakapan hidup dan mentalitas nasionalis yang siap menghadapi MEA 2015.

Pemberdayaan Inspekstorat Jendral Pendidikan Kurang Maksimal
Fungsi pengawasan hampir di berbagai bidang di negara kita sangat lemah. Inilah yang menyebabkan tumbuhkembangnya praktik korupsi dan penyimpangan-penyimpangan di segala bidang, tidak terkecuali di bidang pendidikan.
Sebaik apa pun perencanaan sistem pendidikan apabila tidak dibarengi dengan fungsi pengawasan yang baik maka kecenderungan terjadinya penyimpangan, pelemahan, dan pencurian akan terus-menerus terjadi. Inilah salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas pendidikan dan makin tumbuh kembangnya budaya korupsi di lingkungan pendidikan kita. Fungsi pengawasan yang baik adalah pengawasan berdasarkan SOP yang akuntabel, transparan, dan sanksi hukum yang tegas. Fungsi pengawasan ini harus diperkuat dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen dengan tindakan hukum yang tegas terhadap segala bentuk penyimpangan. Sehubungan dengan itu, pemilihan tenaga pengawas harus benar-benar menguasai bidangnya sebagaimana SOP, memiliki skill yang cerdik, cerdas, dan jeli, serta tidak bermentalitas pecundang. Untuk mencegah terjadinya gratifikasi, kesejahteraan para pengawas harus ditingkatkan.
Dengan begitu, siapkah pendidikan kita menghadapi MEA 2015? Tentu saja bisa jika pendidikan kita sudah mampu membekali kecakapan hidup anak didik dan pengawasan pelaksanaan pendidikan dilakukan secara profesional dan tanggung jawab dengan penegakan hukum yang tegas.

Wednesday, April 1, 2015

Artikel Teropong Kemandirian Pangan Maret 2015



 

 SEMBAKO MAHAL:

Kemandirian Pangan dan Penghambatnya Harus Ditangani secara Serius


Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat Sosial-Politik


Sembako mahal menjadi trending topik di berbagai media yang cukup bertahan lama saat ini. Jika ini dibiarkan, kewibawaan pemerintah akan berada di ujung tanduk, sebab sembako merupakan penyangga kehidupan yang sangat vital/mendasar bagi keberlangsugan hidup rakyat. Ada banyak faktor yang bermain menentukan harga sembako mahal, antara lain, (1) belum tercapainya kemandirian pangan nasional dan (2) peran aktifnya para mafia dan koruptor yang mengganggu distribusi sembako kepada masyarakat. Sebagaimana bandar narkoba, para koruptor dan mafia adalah musuh negara yang sangat berbahaya, laten, dan harus dihukum yang seberat-beratnya dan seadil-adilnya.  Oleh karena itu, tidak hanya pelaku pembangunan kemandirian pangan nasional yang harus terus dipacu tetapi juga para musuh negara itu harus ditindak tegas.

Libatkan Semua Potensi untuk Membangun Kemandirian Pangan
Mati enggan hidup pun segan, ungkapan ini melukiskan jeritan para petani ketika hasil penjualan panen tidak sesuai dengan harapan. Juga melukiskan jeritan rakyat kecil ketika harga sembako melambug tinggi. Bagaimana tidak, pada saat masa panen tiba, pemerintah mengizinkan para mafia melakukan impor, sehingga harga hasil pertanian menjadi ‘anjlok’ dan distribusi hasil pertanian tidak lancar.   Apalah artinya panen melimpah apabila harganya ‘anjlok” dan pemerintah tidak mau tahu tentang persoalan yang dihadapi para petani? Tentu saja kondisi seperti ini tidak memotivasi petani untuk meneruskan usaha pertaniannya.
Dampak dari kondisi ini sebagian besar petani menjual tanahnya dan beralih profesi sebagai buruh atau merantau di negeri orang. Akibatnya, hasil pertanian di Indonesia makin lama makin merosot, sehingga tidak mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Untuk mengatasi hal tersebut lagi-lagi pemerintah menggunakan cara instan dengan memberikan izin impor. Dampak dari kebijakan tersebut, harga pangan menjadi melambung, sehingga rakyat kecil tidak mampu membeli sembako yang berkualitas.
Apabila hal ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan dan sistem pertanian yang berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka bangsa Indonesia akan mengalami krisis pangan berkepajangan. Padahal sebenarnya Indonesia memiliki sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang sangat banyak di bidang pertanian. Indonesia memiliki lahan pertanian yang sangat luas, dan jutaan sarjana pertanian dengan potensi, pengetahuan, pengalaman, dan hasil riset yang sangat banyak tetapi belum diberdayakan dan dikelola dengan baik. Selain itu potensi masyarakat lainnya, seperti kelompok pemuda, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat merupakan investasi yang sangat baik bagi tercapainya pembangunan kemandirian pangan nasional dan keberlanjutannya. Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi rakyatnya?

Perlunya menegakkan Sistem Tatakelola Pertanian yang Serius
Menjadi tuan di negera sendiri dan menjadi rakyat yang bangga pada negara, ungkapan ini akan terus bergaung sangat indah apabila pemerintah berhasil membangun kemandirian pangan nasional di negeri ini. Tentu saja ini bukan pekerjaan mudah, akan tetapi apabila pemerintah membuat kebijakan dan sistem tatakelola yang terkontrol dan  memihak petani dengan melibatkan seluruh potensi bangsa akan terasa lebih ringan dan lebih mudah.
Melihat kondisi di negara saat ini, sebagian besar tanah, air, dan kekayaan alam lainnya sudah dikuasai asing, sementara potensi rakyat juga kurang dikelola secara maksimal.  Hal ini menyebabkan krisis pangan di negara ini makin memprihatinkan. Krisis inilah yang menyebabkan harga pangan menjadi mahal.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk perubahan menuju kemandirian dan ketahanan pangan, di antaranya (1) melakukan judicial review terhadap undang-undang terutama tentang penanaman modal asing, (2) peraturan yang tidak sesuai dengan UUPA Nomor  5 Tahun 1960 dan UUD 1945 khususnya pasal 33 ayat 3 harus diganti, (3) jadikanlah payung tersebut sebagai pedoman dalam pembuatan peraturan yang berkaitan dengan penguasaan tanah, air, udara dan kekayaan alam di Indonesia, (4) penguatan kelembagaan, baik di tingkat pusat maupun daerah harus mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, (5) hentikan semua aktivitas penanaman modal asing yang merugikan rakyat, (6) optimalisasi hasil riset di bidang pertanian, dan (7)  berantas mafia dan koruptor di bidang pertanian.
Berdasarkan ke tujuh poin di atas, maka dengan melakukan judicial review dan menjadikan UUPA Nomor  5 Tahun 1960 dan UUD 1945 sebagai pedoman/ payung dalam pembuatan peraturan penguasaan tanah, air, dan udara, serta kekayaan Indonesia akan memberikan kepastian hukum perlindungan terhadap hak kepemilikan lahan oleh rakyat (khususnya petani) menjadi lebih besar sehingga Negara memiliki kontrol yang lebih kuat. Dengan penguatan fungsi kelembagaan dari pusat hingga ke bawah dapat menjamin kelancaran distribusi dan pengawasan terhadap bantuan pemerintah baik, berupa pembimbitan, penanaman, pemupukan, proses pemanenan, sampai pendistribusian hasil panen lancar, sehingga tidak memungkinkan para mafia untuk mempermainkan harga. Dengan demikian harga menjadi lebih stabil dan tidak fluktuatif. Perlunya pemanfaatan hasil riset di bidang pertanian, baik dari perguruan tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat, akan menjamin peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, maka hasil panen dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Tidak kalah pentingnya, upaya serius untuk memberantas koruptor dan mafia pertanian melalui penegakan hukum serta fungsi kontrol yang ketat dan melekat, maka menutup celah dan pemanfaatan kesempatan yang bisa mengganggu distribusi dan ketersediaan pangan. Pada akhirnya tidak akan terjadi harga sembako mahal.  

Sunday, January 18, 2015

Artikel MEA 2015




TANTANGAN PENDIDIKAN MENGHADAPI MEA 2015:
Meningkatkan Kemampuan Berinovasi, Teknologi, dan Networking Merupakan Keniscayaan

Oleh Umi Salamah
Dosen, pengamat, dan peneliti pendidikan

Gelegar pasar tunggal Asean 2015 (MEA) telah menggema, meskipun belum diterima sepenuhnya oleh seluruh masyarakat. Mengapa demikian, karena kehadiran pasar ini tampil dengan perspektif ekonomi saja, sehingga masyarakat yang berada di luar ranah ekonomi, bisa tidak tahu atau tidak mau tahu. MEA (Masyarakat ekonomi ASEAN) yang akan di-launching pada 31 Desember 2015, memungkinkan mudahnya mobilitas barang, jasa, dan orang antarnegara di wilayah ASEAN. Tentu saja ini merupakan angin segar bagi yang siap bersaing, namun menjadi badai yang melumpuhkan bagi yang tidak siap. Kita akan melihat betapa mudahnya barang, jasa, dan orang di wilayah ASEAN memasuki negara kita demikian juga sebaliknya apabila kita memiliki daya saing. Berbagai kemungkinan bisa terjadi seperti: supir angkot orang Kamboja, buruh pabrik dan pekerja bangunan orang Laos dan Vietnam, pedagang di pasar orang Thailand dan Malaysia. 

Wednesday, December 17, 2014

Belajar dari Thailand Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan:



Belajar dari Thailand
Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan:

Oleh Umi Salamah
Dosen dan pengamat sosial politik

... Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun
yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkahinya.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian (Kahlil Gibran)

Dalam rangka memperingati “Hari Ibu” kutipan puisi di atas, mengasosiasikan bahwa Ibu pertiwi kita yang gemah ripah loh jinawi (subur makmur) ini belum bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Apa yang salah dengan pengelolaan Ibu pertiwi kita? Satu hal yang masih dapat kita andalkan untuk memakmurkan dan menyesejahterakan rakyat Indonesia adalah sektor pertanian dan perikanan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Soekarno, bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki konsep-konsep terbaik tentang kemandirian kepada seluruh dunia. Kita harus maju terus, berdiri di atas kekuatan sendiri, maka saya berkeyakinan bahwa Indonesia akan menjadi hebat dari dua sektor ini.

Tuesday, August 26, 2014

Rasionalitas Struktur Birokrasi Menuju Indonesia Hebat: Mencermati Wacana Perampingan Kabinet Jokowi-JK,





RASIONALITAS STRUKTUR BIROKRASI MENUJU INDONESIA HEBAT:
Mencermati Wacana Perampingan Struktur Kabinet Jokowi-JK

Oleh: Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat sosial poliitik


Rasionalisasi birokrasi yang efektif dan akuntabel merupakan kebutuhan yang sangat vital dan mendesak untuk dilakukan karena birokrasi adalah urat nadi terstruktur dalam membangun negara dan terlibat langsung dalam formulasi, implementasi dan distribusi layanan kesejahteraan kepada rakyat.  

Rasionalitas struktur birokrasi mendesak untuk dilakukan. Mengapa demikian? Mengapa tingginya APBN selama ini tidak pernah menyejahterakan rakyat? Beberapa hasil riset dan survei yang dilakukan oleh lembaga independen menemukan sejumlah permasalahan yang menghambat kemajuan sekaligus memperlambat tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia, antara lain disebabkan oleh (1) Indonesia masih merupakan negara pejabat, (2) belum efektifnya peraturan perundang-undangan, (3) pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) para PNS yang masih rendah, (4) belum terselenggaranya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel, (5) pelayanan publik yang belum memadai, dan (6) kualitas SDM Aparatur negara yang kurang profesional. 
Indonesia masih merupakan negara pejabat karena Indonesia memiliki jumlah pejabat yang paling banyak dan paling gemuk di dunia. Apabila dibandingkan dengan negara Cina yang jauh lebih luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar hanya memiliki 11 kementerian. Sementara itu, Australia memiliki  28 kementerian, Korea Selatan 13, Jepang 16, Malaysia 18, dan USA hanya 15. Mereka memiliki jumlah kementerian yang ramping tetapi rakyatnya lebih maju dan lebih sejahtera.  
Sementara itu, Indonesia memiliki kementrian sebanyak 34. Di samping itu, Indonesia masih memiliki pejabat nonkementrian sebanyak 30, nonstruktural 97, dan Lembaga PEMDA (Propinsi 33, kota dan kabupaten 520). Jumlah itu belum termasuk jumlah legislatif, staf ahli dan staf lainnya. Struktur politik semacam itu sangat tidak rasional, tidak efektif, dan tidak efisien karena memerlukan biaya yang sangat besar. 

Monday, March 3, 2014

Membangun Kemandirian di Bidang Pertanian Berantas Mafia, Bangun Sinergi, Kikis Mentalitas Sok Kuasa (4)



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Membangun Kemandirian di Bidang Pertanian

Berantas Mafia, Bangun Sinergi, Kikis Mentalitas Sok Kuasa (4)

 

Oleh Umi Salamah

 

Bangsa yang unggul akan menganggap segala masalah sebagai hal yang dapat diatasi
[Andrew Carnegie]

Kikis Mentalitas “Sok Kuasa” dari Dominasi kekuasaan
Sikap arogansi para legislatif yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat dan sikap birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan rakyat,  saat ini sebagian besar menjadi sikap “sok kuasa” yang ditimbulkan oleh dominasi dalam kekuasaan. Partai dominan cenderung melakukan dominasi berupa tekanan dan pembohongan publik sebagai sikap arogansi “sok kuasa” terhadap tenaga pakar yang sebenarnya sangat diperlukan untuk membangun bangsa dan negara ini. Sebut saja Rudi Rubiadini, seorang pakar yang seharusnya membawa kejayaaan bangsa dan negara  Indonesia di bidang migas, telah dinodai, ditelanjangi, dikorbankan, dan dihinakan oleh sebagaian anggota legislatif dan birokrasi di Indonesia utuk kepentingan kelompoknya. Hal ini menjadi fenomena yang sangat buruk bagi pendidikan politik di Indonesia juga bagi optimisme para pakar untuk berpartisipasi membangun bangsa dan negara Indonesia.