Saturday, May 9, 2015

Refleksi Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2015



 









BAGAIMANAKAH PENDIDIKAN KITA MENGANTISIPASI MEA 2015:

Refleksi Memperingati Hari Pendidikan Nasional

Oleh Umi Salamah

Akademisi dan pengamat sosial-politik

Memperingati hari pendidikan nasional tidak cukup hanya dengan seremoni saja, tetapi yang lebih pentig sanggup melakukan refleksi terhadap pendidikan kita agar ke depan  menjadi lebih baik dan berkualitas. Menyimak Rembukan nasional (Rembuknas) Pendidikan yang diprakarsai oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada Selasa 31-3-2015, tampaknya belum ada greget dan gebrakan yang cukup berarti dari dunia pendidikan dalam menghadapi MEA 2015 yang akan di-launching pada 31 Desember 2015. Rembuk Nasional masalah pendidikan bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi II hingga Komisi 7 itu masih membahas hal-hal yang klasik dan klise berkutat pada masalah wajib belajar, penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), kurikulum, dan pemerataan guru.
Penyiapan out put pendidikan yang benar-benar siap bersaing dalam mengadapi MEA 2015 belum dijadikan isu apalagi topik pembahasan. Pendidikan kita masih disibukkan dengan bongkar pasang kurikulum dan UN yang ujung-ujungnya adalah proyek yang menghambur-hamburkan uang negara untuk sekelompok orang saja bukan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Hal itu disebabkan oleh lemahnya pengawasan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. Akibatnya, pendidikan belum mampu membekali kecakapan hidup bagi Output-nya, sehingga menyebabkan gagap dalam menghadapi pasar kerja.  Terobosan apa yang harus akan dilakukan oleh pendidikan kita dalam menghadapi  MEA 2015?

MEA 2015 bisa Menjadi Bentuk Penjahan Baru
 MEA 2015 seakan-akan hanya tampil dalam perspektif ekonomi saja, sehingga masyarakat yang berada di luar ranah ekonomi, tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu. Padahal MEA tidak hanya memudahnya mobilitas barang dan jasa, tetapi juga orang (SDM) antarnegara di wilayah ASEAN. Bagi negara yang sudah menyiapkan SDM yang handal dan pranata hukum yang tegas dan berdaulat akan menjadi sumber kemakmuran bagi bangsa dan negaranya, Sebaliknya bagi negara yang  tidak mampu menyiapkannya, maka MEA akan menjadi bentuk penjajahan baru. Akankah kita terlelap dalam kemasabodohan dan kembali menjadi budak di negeri sendiri? Tuhan telah memberikan pelajaran yang cukup panjang dengan hadirnya penjajah Belanda dan Jepang di negeri ini. Sumber daya alam telah dikuras secara besar-besaran untuk kemakmuran penjajah, mengakibatkan masyarakat Indonesia miskin dan menderita berabad-abad lamanya. Akankah MEA hadir sebagai bentuk penjajahan baru bagi bangsa dan negara kita? Itu bisa terjadi jika kita tidak memiliki SDM yang siap bersaing dan penegakkan hukum yang masih lemah dan tidak konsisten.

Apa yang Harus Dipersiapkan Pendidikan Kita dalam Menghadapi MEA 2015
            Seperti diketahui oleh banyak negara, Finlandia dianggap sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Lantas, bagaimana pendidikan ideal Finlandia? Di Finland, pendidikan dianggap sangat penting dan harus membuat anak didik termotivasi senang dalam belajar, serta mengajak anak didik dapat menjelaskan manfaat pendidikan tersebut bagi dirinya. Dengan demikian anak didik memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya belajar dan pendidikan bagi kesuksesan hidupnya. Ini sangat berbeda dengan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Di Indonesia, pendidikan terlalu sarat dengan mata pelajaran dan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik, sehingga anak didik merasa kewalahan untuk belajar dan tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengetahui manfaat dari materi pelajaran bagi hidupnya.
Sehubungan dengan itu, yang harus dipikirkan oleh penggagas pendidikan adalah bagaimana realisasi sistem pendidikan kita bisa menyenangkan dan bermanfaat bagi kesuksesan hidup anak didik. Untuk itu, hendaknya pemerintah segera menghentikan ‘bongkar pasang kurikulum’ yang pada dasarnya substansi dan paradigmanya tetap sama. Yang lebih penting dilakukan adalah (1) membuat pendidikan itu menyenangkan bagi anak didik bukan sebagai beban, (2) menjadikan Mata Pelajaran sebagai alat kecakapan hidup dan penggemblengan mentalitas nasioanlis. Dengan demikian, keberhasilan anak didik tidak lagi diukur dari tingkat penguasaan materi sebagai tujuan belajar tetapi yang lebih penting diukur adalah bagaimana anak didik mampu menggunakan materi pembelajaran sebagai alat kecakapan untuk memperoleh kesuksesan hidup dan bagaimana materi itu mampu menyulut semangat nasionalis untuk lebih mencintai bangsa dan negaranya.
            Apa yang mendesak dilakukan oleh pemerintah dan pendidikan kita dalam menghadapi MEA 2015? Pemerintah harus melakukan pengemblengan dan pengawasan yang ketat terhadap sekolah-sekolah khusus (SMK) agar benar-benar membekali anak didik  tentang cara bekerja yang kreatif, inovatif, dan cakap dalam membangun jaringan/ networking. Kemampuan membangun jaringan juga harus diprioritaskan bagi tenaga kerja level  manajemen yang umumnya diemban oleh lulusan perguruan tinggi. Ketiga kecakapan itu dapat meningkatkan kualitas kerja lulusan pendidikan sehingga out put pendidikan kita memiliki daya saing di pasar kerja, baik dalam negeri maupun di kawasan ASEAN..
Mampukah perangkat pendidikan kita melakukannya? Jika tidak, pemerintah harus memberikan regulasi-regulasi yang mempermudah masyarakat untuk membuka lembaga-lembaga penyelenggara pelatihan yang membekali alat kecakapan hidup dan mentalitas nasionalis yang siap menghadapi MEA 2015.

Pemberdayaan Inspekstorat Jendral Pendidikan Kurang Maksimal
Fungsi pengawasan hampir di berbagai bidang di negara kita sangat lemah. Inilah yang menyebabkan tumbuhkembangnya praktik korupsi dan penyimpangan-penyimpangan di segala bidang, tidak terkecuali di bidang pendidikan.
Sebaik apa pun perencanaan sistem pendidikan apabila tidak dibarengi dengan fungsi pengawasan yang baik maka kecenderungan terjadinya penyimpangan, pelemahan, dan pencurian akan terus-menerus terjadi. Inilah salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas pendidikan dan makin tumbuh kembangnya budaya korupsi di lingkungan pendidikan kita. Fungsi pengawasan yang baik adalah pengawasan berdasarkan SOP yang akuntabel, transparan, dan sanksi hukum yang tegas. Fungsi pengawasan ini harus diperkuat dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen dengan tindakan hukum yang tegas terhadap segala bentuk penyimpangan. Sehubungan dengan itu, pemilihan tenaga pengawas harus benar-benar menguasai bidangnya sebagaimana SOP, memiliki skill yang cerdik, cerdas, dan jeli, serta tidak bermentalitas pecundang. Untuk mencegah terjadinya gratifikasi, kesejahteraan para pengawas harus ditingkatkan.
Dengan begitu, siapkah pendidikan kita menghadapi MEA 2015? Tentu saja bisa jika pendidikan kita sudah mampu membekali kecakapan hidup anak didik dan pengawasan pelaksanaan pendidikan dilakukan secara profesional dan tanggung jawab dengan penegakan hukum yang tegas.