KEBIJAKAN MOBIL
MURAH DAN MENINGKATNYA KEBIJAKAN IMPOR
RINDU TAULADAN
SIKAP NASIONALISME SEJATI
Oleh: Umi Salamah
Di mana rasa nasionalisme
yang dicontohkan oleh pemerintah? Mengapa bukan mobil murah produk dalam negeri
oleh anak bangsa sendiri? Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah tentang
peluncuran mobil murah impor sungguh merupakan tauladan yang sangat buruk bagi
pendidikan karakter yang berlandaskan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah
hanya memikirkan bagaimana meningkatkan impor sebanyak-banyaknya bukan kemandirian
(swasembada) dengan membangun kekuatan dari sumber daya bangsa sendiri. Siapa
yang diuntungkan?
Di satu sisi pemerintah
mencanangkan kebijakan irit BBM dan mengatasi kemacetan, tetapi di sisi lain
justru membuka kran baru untuk memperbesar konsumsi BBM. Apa sebenarnya yang
terjadi di balik sikap suka impor dan mengabaikan kekuatan sumberdaya dalam
negeri sendiri? Korupsi menjadi alasan untuk cepat memperkaya diri sendiri dan
kelompoknya. Ini sangat kontras dengan sikap pendiri kemerdekaan bangsa ini.
Mereka berjuang jiwa raga untuk kemerdekaan dan kehormatan bangsa, sementara pemerintah
saat ini berjuang untuk kepentingan kelompoknya. Anehnya kebijakan pemerintah
pusat juga ditiru sebagian besar pemerintah daerah. Budaya “budaya aji mumpung”
(senyampang ada kesempatan) untuk memperkaya kelompoknya tanpa peduli masa
depan bangsa, dengan menjual sebanyak-banyaknya sumber daya alam seperti
tambang dan perkebunan, serta mengimpor sebanyak-banyaknya kebutuhan yang
sebenarnya bisa dipenuhi dengan memberdayakan potensi dalam negeri. Ini sungguh
merupakan pengkhianatan terhadap amanat UUD 1945. Adakah hukum di Indonesia
yang mampu menjerat para koruptor dan pejabat yang “aji mumpung” seperti itu?
Di mana nasionalisme pakar hukum Indonesia?
Impor
dan Inkonsistensi Sikap Pemerintah
Impor lagi, impor lagi, dan lagi-lagi impor. Setelah impor
daging, bawang merah, bawang putih, kedalai, dan sekarang yang marak adalah
impor mobil murah. Suatu sikap yang
sangat tidak konsisten dan tidak terpuji yang dilakukan oleh pemerintah dengan
kebijakan mobil murah. Mengapa harus mobil impor? Kebijakan mobil murah impor
bukan sesuatu yang baru. Hal ini pernah terjadi sebelumnya. Peluncuran mobil
Xenia dan Avanza sebagai mobil murah sekitar 10 tahun lalu pada akhirnya
menggiring masyarakat untuk mengonsumsi mobil tersebut. Menjamurnya mobil impor
juga berdampak pada menurunnya nilai rupiah dan terhambatnya produksi mobil
nasional. Apalagi kebijakan ini diluncurkan pada saat pemerintah baru saja mengambil
kebijakan hemat BBM dan mengatasi kemacetan lalu lintas. Suatu kebijakan yang
sangat inkonsistensi. Di satu sisi, pemerintah menginginkan masyarakat dapat
menghemat BBM dan dapat mengatasi masalah kemacetan terutama di ibu kota negara
dan ibu kota provinsi. Akan tetapi di sisi lain justru membuka kran besar untuk
menambah konsumsi BBM dengan meluncurkan kebijakan mobil impor murah.
Semaraknya mobnas yang pernah diluncurkan oleh beberapa perguruan tinggi, LIPI,
dan SMK beberapa tahun lalu seperti tenggelam ditelan malam. Hilang begitu
saja. Siapa yang lebih diuntungkan? Mengapa kita kalah dengan negara tetangga
‘Malaysia’? Mereka sudah memiliki dua jenis mobil nasional, dan mereka bangga
menggunakan mobil nasional. Mereka bisa memnbatasi mobil impor, mengapa
pemerintah kita tidak bisa?
Mengapa kebijakan
pemerintah selalu tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan kehormatan
bangsa? Mengapa pemerintah tidak memikirkan bagaimana memberdayakan potensi
bangsa sendiri sehingga bangsa Indonesia bangga membangun negaranya sendiri? Jutaan
TKI seharusnya bisa dan bangga bekerja di negerinya sendiri kalau pemerintah
mampu mengoptimalkan potensi dalam negeri. Sampai kapankah mental pemerintah
seperti ini berlangsung di Indonesia. Kita sungguh merindukan sosok pemimpin
yang dapat menjadi tauladan nasionalisme bangsa ini.
Mengapa
Mesti Impor?
Mobil impor, alat
komunikasi juga impor, dan yang lebih ironis lagi, di negara yang berbasis agraris, kita masih
mengimpor hasil pertanian. Puluhan juta sarjana pertanian dan ratusan juta
hektar lahan pertanian, puluhan juta tenaga petani terampil tanpa pendidikan
disia-siakan begitu saja. Apa yang dipikirkan oleh pemerintah melalui menteri
dan dirjen-dirjennya tidak menggambarkan sikap nasionalisme sama sekali. Kebijakan yang mereka ambil sangat
bertentangan dengan amanat ideologi pancasila dan UUD 1945. Kebijakan yang
tidak memihak pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemandirian nasional
melainkan hanya untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan pribadi dan kelompoknya.
Mengapa para menteri dan para dirjen tidak bekerja keras untuk memberdayakan
potensi agraris di negara ini. Apakah kerakusan politik di Indonesia sedemikian
besar memasung kreativitas dan kinerja para menteri dan dirjen-dirjennya.
Sangat memprihatinkan. Mengapa pimpinan tertinggi tidak bisa bersikap tegas
terhadap kondisi yang anti nasionalisme ini. Apa yang salah dengan negeri ini?
Bercermin pada
keberhasilan pertanian di Thailand yang dulu jauh di bawah Indonesia, kita
mestinya malu. Mengapa pertanian di Indonesia yang memiliki jutaan sarjana
pertanian, jutaan hektar, dan ribuan varietas pertanian sekarang kalah, tidak
berdaya, dan justru impor kepada negara yang dulu belajar ke Indonesia. Mengapa
menteri pertanian tidak memberdayakan potensi pertanian yang dimiliki bangsa
ini dan hanya memikirkan bagaimana mengatasi kebutuhan masyarakat dengan impor
dan impor saja. Bagaimana kecakapan Presiden dalam memilih menterinya. Ke depan
kita mesti bisa memilih pemimpin yang benar-benar cakap dan mumpuni sebagai
leader yang memiliki rasa nasionalisme tinggi bukan pemimpin yang hanya pintar
membangun pencitraan. Pemimpin yang mau mendengar suara rakyat dan mampu
menyejahterakan rakyat, juga mampu membawa bangsa menjadi lebih besar dan
terhormat di dunia.
Umi Salamah
Ka Prodi PBSI IKIP Budi Utomo Malang dan Dosen Universitas
Brawijaya Malang
No comments:
Post a Comment