Wednesday, December 17, 2014

Belajar dari Thailand Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan:



Belajar dari Thailand
Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan:

Oleh Umi Salamah
Dosen dan pengamat sosial politik

... Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun
yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkahinya.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian (Kahlil Gibran)

Dalam rangka memperingati “Hari Ibu” kutipan puisi di atas, mengasosiasikan bahwa Ibu pertiwi kita yang gemah ripah loh jinawi (subur makmur) ini belum bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Apa yang salah dengan pengelolaan Ibu pertiwi kita? Satu hal yang masih dapat kita andalkan untuk memakmurkan dan menyesejahterakan rakyat Indonesia adalah sektor pertanian dan perikanan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Soekarno, bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki konsep-konsep terbaik tentang kemandirian kepada seluruh dunia. Kita harus maju terus, berdiri di atas kekuatan sendiri, maka saya berkeyakinan bahwa Indonesia akan menjadi hebat dari dua sektor ini.


Perjalanan penulis ke Thailand memberikan inspirasi betapa pertanian di negara Gajah putih itu sangat maju dibanding dengan negara kita. Apa yang menjadi rahasia hingga pertanian di Thailand jauh lebih maju, yakni idak hanya memberikan kedaulatan pangan negaranya tetapi juga menjadi kebanggaan bangsanya. Betapa tidak, karena pertanian di Thailand saat ini menjadi yang terbaik di ASEAN, dan merupakan negara pengekspor terbesar produk pertanian dunia.
Ada 2 indikator yang membedakan antara sektor pertanian di Indonesia dan di negara Gajah Putih. Kedua hal itu ialah produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani. Umumnya, produktivitas hasil pertanian di Thailand lebih unggul dan lebih berkualitas, sehingga kehidupan para petani di Thailand lebih makmur dan rata-rata memiliki mobil double cabin.
Keberhasilan Pemerintah Thailand di sektor pertanian ini disebabkan oleh keberpi-hakan Raja Bhumibol Abuljadey yang memproteksi para petani. Negara Thailand sangat menyadari bahwa sektor strategis produk pertanianlah yang menjadi hajat hidup sebagian besar penduduk dunia. Itulah sebabnya, negara Thailand sangat serius mengelola sektor pertanian itu, dengan didukung riset dan rekayasa teknologi yang melibatkan para ahli dalam negeri dan pakar dunia.
Melalui hasil riset dan rekayasa teknologi itu, Pemerintah Thailand telah mengambil kebijakan untuk (1) mengembangkan kualitas hasil pertanian, sehingga produk-produk hasil pertanian menjadi makin produktif dan berkualitas sesuai dengan standar gizi dan kesehatan dunia; (2) mengembangkan sistem pemetaan/pengelompokan produk pertanian pada satu wilayah berdasarkan agroklimat dan kebutuhan hasil pertanian, sehingga masing-masing wilayah memiliki kekhasan sesuai dengan potensi wilayahnya dan makin tumbuh kembangnya kelompok-kelompok agribisnis. Pemetaan/pengelompokan pertanian itu tampak, misalnya di Thailand Selatan menjadi kelompok penghasil kelapa sawit, beras, dan karet, sementara itu, kelompok buah-buahan dipusatkan di Provinsi Nalochitara, dan sayur-sayur dikembangkan di Sapurburi; (3) memperhatikan aspek keterkaitan dengan sektor lain, yaitu penyediaan teknologi industri pengolahan hasil pertanian, sehingga apabila terjadi hasil panen yang melimpah (melebihi kebutuhan) dapat didistribusikan ke industri pengolahan hasil pertanian. Cara tersebut dapat menjaga kestabilan harga dan peningkatan nilai ekonomi hasil pertanian; (4) memperhatikan skala ekonomi dalam hubungannya dengan transportasi dan distribusi hasil pertanian, seperti menyediakan pelabuhan dan sarana transportasi untuk mendukung ekspor dan distribusi hasil panen ke seluruh wilayah di Thailand, sehingga distribusi perdagangan hasil pertanian antardaerah dan antarnegara makin lancar.
Di samping itu, Pemerintah Thailand juga memproteksi produk pertanian dari dominasi peran tengkulak dan mafia perdagangan, serta memberikan insentif subsidi kepada para petani. Setiap produk yang dihasilkan memiliki standar harga dan pasar yang jelas yang diatur oleh negara, sehingga harga hasil pertanian relatif stabil. Demikian juga, perkembangan dan informasi harga komoditas per periode dari waktu ke waktu diikuti secara terbuka, sehingga para petani tidak dirugikan karena cepat dan akuratnya mendapat informasi dari pemerintah.
Selain itu, penyebab keberhasilan pertanian di Thailand adalah  adanya bank khusus pertanian dan kebijakan raja yang memihak pada petani. Bank khusus pertanian itu memudahkan para petani untuk mendapatkan pinjaman modal dengan bunga yang ringan dan regulasi yang mudah. Kebijakan negara Thailand yang lebih memihak kepada para petani telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan kosong yang tidak produktif untuk ditanami dengan tanaman yang berprospek ekspor. Sepanjang perjalanan yang penulis lihat,  di sisi kanan dan kiri jalan dari Kawasan Wisata Phuket ke Provinsi Surathani, hampir tidak dijumpai tanah kosong dan terlantar seperti halnya di Indonesia. Lahan-lahan tersebut telah dimanfaatkan masyarakat untuk bertanam kelapa sawit, karet, dan tanaman komersial lainnya. Tanaman ini ditanam berdasarkan pengelompokan sesuai agroklimat setempat dan didukung pula dengan industri pengolahannya.
Hal itulah yang membuat para petani Thailand sangat bergairah berusaha karena mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat. Kebijakan seperti itu, tidak terjadi di Indonesia. Di Indonesia, peran negara belum memihak pada para petani. Pemerintah belum memanfaatkan hasil riset secara maksimal untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan tata niaga hasil pertanian. Pemerintah juga belum memberikan fasilitas bank khusus kepada para petani, belum menyediakan regulasi yang mengatur pemetaan dan distribusi hasil pertanian ke seluruh wilayah Indonesia. Perniagaan sarana dan hasil pertanian masih dikuasai oleh para tengkulak dan mafia pertanian, sehingga harga sarana dan hasil pertanian dikendalikan oleh mafia dan tengkulak. Akibatnya produktivitas dan kualitas hasil pertanian masih stagnan/tidak berkembang bahkan menurun, dan kehidupan para petani tetap miskin dan tidak sejahtera.
Bapak Jokowi-JK sudah dipilih, ditetapkan, dan dilantik menjadi Presiden dan wakil Presiden. Dalam kampanyenya program ekonomi kerakyatan yang diusung, memfokuskan pada sektor pertanian dan perikanan kelauta yang berdaya saing dan kompetitif dalam perspektif global. Dengan jumlah lahan pertanian sawah lebih dari 11 juta hektare, sektor perkebunan terbesar, potensi kelautan yang melimpah, dan agroklimat yang bersahabat, merupakan tantangan bagi Pak Jokowi-JK dan jajaran menterinya untuk mengoptimalisasikan potensi tersebut demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Melihat fakta bahwa produksi pertanian di Indonesia pada saat ini sudah dilampaui oleh petani Thailand, rasanya menjadi sangat prihatin, sebab mereka 30 tahun lalu, baru belajar pertanian di Indonesia. Andaikata kebijakan pemerintah ke arah intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian sudah dilakukan secara konsisten sebagaimana dilakukan di Thailand, serta dijadikannya sektor pertanian, kelautan, dan perikanan sebagai prioritas pembangunan, maka pertanian Indonesia akan dapat menghidupi dan membanggakan bangsa Indonesia. Gagasan ini pernah penulis sampaikan setahun lalu dalam edisi sebelumnya yang berjudul “Membangun Kemandirian di Bidang Pangan: Stop Impor Pangan dan Berantas Mafia Pertanian di Indonesia”.
Sudah saatnya, Indonesia  menjadikan para petani dan para nelayanyna lebih mandiri dan bermartabat dengan mengadopsi pola Pemerintah Thailand, yaitu dengan cara (1) membuat kebijakan yang memihak pada petani dan nelayan, (2) pemanfaatan hasil riset untuk meningkatkan produktivitas, kualitas hasil pertanian dan perikanan, (3) memfasilitasi model pengelompokan/pemetaaan pertanian dan perikanan berdasarkan iklim, area, dan kebutuhan hasil pertanian dan perikanan, (4) mengatur perniagaan sarana dan hasil pertanian dan perikanan secara jelas dan tegas, (5) menyediakan industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan untuk meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian dan perikanan, (5) penyediaan sarana dan prasarana penunjang pertanian dan perikanan, seperti bendungan, tambak, pelabuhan, dan sarana transportasi lainnya untuk mendukung ekspor dan distribusi hasil panen, dan (6) menyediakan bank khusus kepada para petani dan nelayan, yang memberikan kemudahan bagi para petani untuk memperoleh pinjaman modal dengan bunga yag ringan dan regulasi yang sederhana.
Dengan sistem tersebut, Indonesia akan cepat bangkit dari keterpurukan ekonomi, sebab Indonesia memiliki peluang produksi hasil pertanian dan perikanan (laut dan darat) yang sangat besar.  Apabila pertanian dan perikanan di Indonesia dikelola seperti sistem di Thailand secara transparan dan berdaulat,  insya Allah ekonomi Indonesia akan cepat melaju menuju kemandirian dan kedaulatan pangan yang bermartabat dan berdaya saing global

No comments:

Post a Comment