Sunday, January 18, 2015

Artikel MEA 2015




TANTANGAN PENDIDIKAN MENGHADAPI MEA 2015:
Meningkatkan Kemampuan Berinovasi, Teknologi, dan Networking Merupakan Keniscayaan

Oleh Umi Salamah
Dosen, pengamat, dan peneliti pendidikan

Gelegar pasar tunggal Asean 2015 (MEA) telah menggema, meskipun belum diterima sepenuhnya oleh seluruh masyarakat. Mengapa demikian, karena kehadiran pasar ini tampil dengan perspektif ekonomi saja, sehingga masyarakat yang berada di luar ranah ekonomi, bisa tidak tahu atau tidak mau tahu. MEA (Masyarakat ekonomi ASEAN) yang akan di-launching pada 31 Desember 2015, memungkinkan mudahnya mobilitas barang, jasa, dan orang antarnegara di wilayah ASEAN. Tentu saja ini merupakan angin segar bagi yang siap bersaing, namun menjadi badai yang melumpuhkan bagi yang tidak siap. Kita akan melihat betapa mudahnya barang, jasa, dan orang di wilayah ASEAN memasuki negara kita demikian juga sebaliknya apabila kita memiliki daya saing. Berbagai kemungkinan bisa terjadi seperti: supir angkot orang Kamboja, buruh pabrik dan pekerja bangunan orang Laos dan Vietnam, pedagang di pasar orang Thailand dan Malaysia. 

Jutaan orang akan bersaing dengan tenaga kerja asing pasca mereka lulus dari satuan pendidikan tertentu. Suatu fakta yang tidak bisa dihindari karena perjanjian tersebut telah disepakati oleh anggota-anggota ASEAN. Tema implementasi pasar tunggal Asean 2015 adalah sektor barang dan jasa. Tujuh sektor barang yang dimaksud yaitu produk berbasis pertanian, otomotif, elektronik, karet, tekstil, perikanan, dan barang dari kayu, sedangkan lima sektor jasanya adalah layanan transportasi udara, layanan dalam jaringan, pariwisata, kesehatan, dan logistik.
Meskipun saat ini hanya terbatas beberapa sektor, perjanjian ini menimbulkan tanda tanya bagi insan pendidikan tentang sejauh mana kemampuan anak didik kita bersaing secara global. Semakin dekatnya MEA dan masih banyaknya masyarakat yang belum memahami hal ini, besar kemungkinan menjadi masalah besar bagi bangsa kita, sebab akan muncul kegagapan massal terutama bagi angkatan kerja yang tidak terdidik dan tidak  terlatih.
Data BPS 2014 menunjukkan bahwa penduduk di atas 15 tahun yang bekerja berdasarkan pendidikan secara berurutan adalah: SD 46,8%, SLTP 17,82%, SLTA 25,23% dan pendidikan tinggi 10,14%. Dengan komposisi mayoritas lulusan pendidikan dasar, mampukah pendidikan kita menyiapkan sumber daya manusia yang mampu bersaing di pasar bebas ASEAN? Idealnya sebelum perjanjian ini dimulai pemerintah dan pendidikan kita terlebih dahulu menyiapkan startegi penyiapan sumber daya manusia dan infra struktur pendukung yang optimal.
Jangankan menyiapkan sumber daya manusia yang handal dalam menghadapi pasar bebas ASEAN, dunia pendidikan kita, kini masih disibukkan oleh bongkar pasang kurikulum. Ironisnya, bongkar pasang kurikulum kita masih memiliki paradigma yang sama, yaitu menjadikan mata pelajaran dan matakuliah masih sebagai tujuan belum sebagai alat kecakapan hidup.  Keberhasilan siswa dan mahasiswa masih diukur dari tingkat penguasaan materi saja belum pada bagaimana menggunakan materi itu sebagai kecakapan untuk memperoleh kesuksesan hidup. Hal itu menyebabkan lulusan pendidikan kita gagap dan kurang mampu bersaing dalam mengahadapi dunia kerja.
Bagaimana pendidikan kita merespon MEA yang sudah ada di pelupuk mata? Akankah kita korbankan generasi sekarang bersaing tanpa persiapan?. Era perdagangan bebas ASEAN harus disambut oleh dunia pendidikan dengan cepat, agar sumber daya manusia Indonesia siap menghadapinya tanpa banyak menimbulkan masalah.
Mengacu pada faktor penentu kemajuan suatu negara adalah penguasaan inovasi (45%), penguasaan jaringan/networking (25%), penguasaan teknologi (20%), dan kekayaan sumberdaya alam hanya (10%), maka pendidikan kita harus lebih menekankan pada tiga kemampuan di atas. Paling tidak kita bisa belajar dari negara tetangga, Singapura. Singapura tidak memiliki sumberdaya alam tetapi masuk dalam kategori negara maju, karena negara tersebut menguasai tiga hal di atas.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan pendidikan kita  dalam menghadapi MEA 2015 yang sudah di gerbang pasar bebas?  Pemerintah harus menyiapkan sekolah-sekolah khusus yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan kerja, misalnya sekolah pertanian, sekolah peternakan, sekolah perikanan, sekolah teknik mesin, sekolah teknik bangunan, dan sebagainya. Sekolah-sekolah tersebut harus benar-benar membekali kompetensi untuk berinovasi dan untuk membangun jaringan/networking. Kompetensi berinovasi dapat dilakukan dengan peningkatan berbagai ketrampilan seperti, inovasi pembudidayaan, desain produk, strategi pemasaran, penggunaan teknologi dan penguasaan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Adapun kompetensi membangun jaringan dilakukan dengan pengembangan sikap dan mengelola sumber daya manusia seperti, kepemimpinan, kerja sama, komunikasi dan pengembangan pribadi.
Dalam jangka waktu yang singkat, kemampuan berinovasi dan penguasaan teknologi merupakan keniscayaan untuk segera dilakukan karena mayoritas output pendidikan dasar dan menengah  akan bekerja di sektor bawah atau tenaga kasar. Ketrampilan ini bisa diupayakan dengan cepat karena siswa akan diajarkan bagaimana cara bekerja yang kreatif dan inovatif. Adapun pengembangan kemampuan membangun jaringan diprioritaskan bagi tenaga kerja level  manajemen yang umumnya diemban oleh lulusan perguruan tinggi. Akan tetapi, jika ketrampilan ini dimiliki oleh semua level pendidikan maka dapat meningkatkan kualitas kerja lulusan pendidikan sehingga daya saing tenaga kerja kita  meningkat.
Menyiapkan sumber daya manusia memang bukan pekerjaan mudah dan bisa dilakukan secara instant. Akan tetapi, apabila pendidikan kita (guru dan sekolah) bisa membekali siswa dengan kedua ketrampilan tersebut, lulusan pendidikan kita akan memiliki rasa percaya diri dan motivasi untuk mengembangkan diri secara optimal sehingga mampu bersaing secara global. Mampukah perangkat pendidikan kita melakukannya? Jika tidak, pemerintah harus memberikan regulasi-regulasi yang mempermudah masyarakat untuk membuka lembaga-lembaga pelatihan yang membekali keterampilan untuk berinovasi, penguasaan teknologi, dan kemampuan membangun jaringan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Dengan demikian, pendidikan kita memiliki andil besar dalam menyiapkan sumberdaya yang siap menghadapi MEA 2015 maupun persaingan global.

No comments:

Post a Comment