Sunday, February 28, 2016

Artikel Surat Kabar Nasional Teropong: DPR Jangan Lagi Bikin Rusuh dan Gaduh....









DPR JANGAN HANYA BIKIN RUSUH DAN GADUH:

Optimalkan Peran Legislasimu untuk Kedaulatan Rakyat dan Negara (Bagian 1)


Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat Sosial-Politik

penjajahan oleh partai-partai politik,
masih merajalela di dalam negara!
... elit politik tidak pernah memperjuangkan
sarana-sarana kemerdekaan rakyat.
Mereka hanya rusuh dan gaduh
memperjuangkan kedaulatan
golongan dan partainya sendiri.
Mereka hanya bergulat untuk posisi sendiri.
...Dengan picik
mereka mendaur-ulang
malapetaka bangsa dan negara
yang telah terjadi!
(W.S. Rendra, 1999)

Sejak rezim Orde Baru sampai saat ini, legislatif belum mampu memperjuangkan sarana-sarana kemerdekaan dan kedaulatan bagi rakyat. Mereka hanya rusuh dan gaduh (meminjam istilah W.S. Rendra) serta kehilangan fungsinya sebagai wakil rakyat. Undang-undang yang mereka hasilkan tidak untuk membela hak-hak rakyat, tetapi hanya untuk kepentingan pribadi, golongan, dan partainya saja. Sementara fungsi pengawasan, hanya menjadi sarana burgaining, yang ujung-ujungnya untuk mendapatkan “jatah tambahan” kesejahteraan.  
www.sksteropong.com

Pemihakan yang berlebihan kepada kapitalis tetap saja menyembunyikan maksud-maksud yang tidak etis. Bahkan saat ini, sejak pengawasan oleh KPK diperketat, muncul modus baru, yaitu dengan cara memperbanyak kunjungan kerja (Kunker). Apa yang diperoleh dari kunker, ternyata masih tetap saja bukan untuk mewujudkan sarana kedaulatan rakyat, namun tersembunyi maksud untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan pribadi.
Transparansi informasi sudah demikian nyata. Tidak ada lagi yang bisa disembunyikan dari maksud-maksud yang tidak terpuji itu. Rakyat sudah muak dengan polah tingkah para elit politik di senayan. Sudah saatnya pragmatisme politik diganti dengan politik etik. Politik yang mengimplementasikan dan menghargai etika. Politik yang benar-benar memperjuangkan sarana-sarana  kedaulatan rakyat. Politik yang menghasilkan “Mesin Budaya” yang digali dari produk budaya, potensi, tata nilai, dan sesuai dengan kebutuhan bangsa sendiri.
Negara ini sudah berumur 71 tahun, tetapi tata pembangunan, tata pemerintahan, dan tata hukum yang menjadi “Mesin Budaya” bangsa ini masih saja mewarisi penjajah Hindia Belanda. Bagaimana bangsa dan negara bisa berdaulat, kalau mesin budaya masih “Menetek” mesin budaya asing yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kedaulatan rakyat?

Berhenti bikin Rusuh dan Gaduh, Saatnya Membuat Mesin Budaya yang memberikan Jaminan Kedaulatan Rakyat
Founding Father negara ini sebenarnya telah merumuskan ideologi dan konstitusi yang sangat sempurna, karena digali dari tata nilai dan pengetahuan budaya di seluruh nusantara yang beragam, namun tetap menghargai perbedaan dan kedaulatan rakyat. Ironisnya, para politisi, ahli tata negara, dan ahli hukum tidak mampu melindungi Pancasila dan UUD’45. Mereka sengaja membiarkan penyimpangan sila-sila dan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya. Contohnya, negara kita belum mempunyai tatanan hukum yang mampu melindungi sila ke lima, yaitu “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, apabila sila tersebut dilanggar, tidak ada sanksi hukumnya. Apa yang seharusnya dilakukan oleh para politisi untuk melindungi rakyatnya?
Miris dan sangat memprihatinkan. Legislatif yang dibayar sangat mahal dari uang rakyat, faktanya tidak mampu melindungi ideologi dan konstitusi yang berkedaulatan rakyat. Mereka justru gaduh membuat undang-undang yang hanya menguntungkan pribadi dan partainya. Belum pernah ada upaya serius membuat undang-undang yang melindungi kedaulatan rakyat dan negara yang sesuai dengan ideologi dan konstitusi. Bahkan amandemen UUD’45 yang bertujuan untuk membatasi masa jabatan presiden pun masih belum memperjuangkan sarana kemerdekaan bagi rakyat. Amandemen tersebut nyatanya hanya makin memperkuat kedudukan partai-partai saja.
W.S. Rendra, sebagai ahli kebudayaan pemerintah, pernah mengatakan bahwa Problem bangsa kita, adalah para elit politik tidak pernah mengadakan dialog tuntas, tidak pernah melakukan pembahasan yang luas terhadap pengetahuan masa lalu (sejarah) dengan teknologi dan pengetahuan modern”. Pengetahuan sejarah adalah tata buku masa lalu”, apabila digabungkan dengan pengetahuan dan teknologi modern sebagai “tata buku masa kini, maka kita akan mempunyai bahan untuk menyusun rencana masa depan yang sesuai dengan “Mesin Budaya” yang berdaulat rakyat, adil, berperikemanusiaan, dan menghargai dinamika kehidupan. “Mesin budaya” yang mampu mendorong daya hidup dan daya cipta anggota masyarakat dalam Negara.
Akan tetapi “Mesin budaya” yang berdaulat penguasa dan yang hanya bersifat politis tetapi bukan etis, akan selalu menindas dan menjajah rakyat. Ini sangat berbahaya bagi daya hidup dan daya cipta bangsa.

Libatkan Para Ahli untuk Memperbarui Mesin Budaya yang Berdaulat
Sebenarnya, kita memiliki banyak ahli untuk membantu merumuskan mesin budaya yang berdaulat. Daripada legislatif menghabiskan uang rakyat untuk memperbanyak kunker yang menyembunyikan maksud tidak etis, akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk meninjau kembali tata hukum, tata pemerintahan, dan tata pembangunan yang ada saat ini bersama para ahli. Apakah sudah sesuai dengan ideologi Pancasila dan amanah konstitusi UUD 1945 atau belum?
Adalah tugas para politisi, untuk memfasilitasi para ahli hukum, pakar tata negara, dan pakar ekonomi agar menyusun “Mesin budaya” sendiri, yang sesuai dengan kepribadian, kedaulatan, dan kemandirian bangsa. Jangan biarkan hasil penelitian para Arkheolog, Sosiolog, Antropolog, Ethnolog bangsa ini hanya berhenti di perpustakaan, di museum, atau di monumen saja.
“Mesin Budaya” warisan penjajah sudah terbukti tidak mampu menyelesaikan masalah bangsa dengan akal sehat. Sehingga tatanan hukum yang ada saat ini, dengan mudah diselewengkan karena materinya tidak sesuai dengan permasalahan dalam negeri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu sangat mendesak untuk segera dilakukan perubahan.

Satu hal yang perlu kita waspadai bersama, adalah bahwa sampai kapanpun, sepanjang sejarah manusia, globalisasi itu identik dengan imperialisme (penjajahan). Untuk itu, sudah saatnya bagi kita semua sebagai warga bangsa, terutama para politisi, seharusnya mulai serius berbenah untuk membangun mesin budaya sendiri, yang pada akhirnya mampu mewujudkan sarana-sarana kemerdekaan bagi rakyat, dan mampu memperkokoh kemandirian bangsa.

No comments:

Post a Comment