GERAKAN
NEOPARTIONALISME YANG KUAT MENUJU TERBENTUKNYA IMAGION
COMMUNITY:Refleksi
Kelahiran Pancasila
Oleh Umi
Salamah
Episode
minggu ini, dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila, kita mengenang
tentang keadaan, perjuangan, dan pikiran-pikiran bangsa Indonesia sebelum dan
selama revolusi besar tahun 1945, menuju terbentuknya Imagion
Community kebangsaan Indonesia dengan semangat patriotisme
dan nasionalisme yang kuat ke arah tercapainya bangsa yang besar, bermartabat, dan terhormat.
Masih pentingkah
ideologi Pancasila dalam percaturan politik di Indonesia?
Ada
kepentingan yang dikotomis antara yang pragmatis dan ideologis dalam percaturan
politik di Indonesia. Hampir 100% politik Indonesia mulai dari akar rumput sampai
dengan yang elit adalah pragmatik. Penyebabnya menurut Mochtar Lubis (1983) adalah
mengakarnya mentalitas sebagaian besar pemimpin dan tokoh di Indonesia yang hipokrit
(munafik), pelit, malas, boros, korup, pembohong, tidak serius, dan pelupa. Karakter
inilah yang memiliki andil besar makin terpuruknya bangsa Indonesia dan makin
sulitnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, sehingga Indonesia
terjerembab dalam krisis moral, budaya, dan ekonomi yang berkepanjangan. Karakter
ini jauh dari cita-cita pendiri bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam
ideologi Pancasila dan UUD 1945. Akankah kita menikmati krisis ini sampai
Indonesia benar-benar tenggelam dalam keterpurukan?
Para
pendiri revolusi telah meletakkan pilar semangat perjuangan untuk mencapai
kebangsaan yang besar yaitu:
(1) berdiri pada kaki sendiri (self-reliance),
(2) menolong diri sendiri (self help),
(3) penentuan nasib sendiri (self-determination),
dan (4) nonkooperasi (non-cooperation).
Azas-azas ini merupakan pedoman bagi bangsa Indonesia, partai politik, dan organisasi-organisasi
yang mengabdikan diri bagi tujuan kemerdekaan nasional. Azas-azas inilah yang
mengantar bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Agaknya pilar-pilar semangat
perjuangan itu pada saat ini sangat jauh dari yang dilakukan oleh pendiri
bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu telah berbalik menjadi sikap ketergantungan
pada investasi asing, ketidakberdayaan menolong diri sendiri dan menentukan
nasib sendiri karena selalu bekerjasama dengan kapitalis. Sikap inilah yang menyebabkan para pemimpin
dan tokoh-tokoh politik bermental munafik, pelit, malas,
boros, korup, pembohong, tidak serius, dan pelupa.
Mereka berdalih membela rakyat
tetapi sebenarnya menyengsarakan rakyat. Penarikan investasi asing secara besar-besaran
di Indonesia, bukan memberikan kemakmuran bagi bangsa Indonesia tetapi hanya
menguntungan investor kapitalis dan segelintir pemimpin yang menikmati suap
dari investor. Pembuatan undang-undang perburuhan pun didikte oleh investor
asing untuk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik modal, pemberi izin,
dan para pembuat undang-undang. Lagi-lagi buruh yang sebenarnya merupakan
investasi besar SDM bagi bangsa Indonesia
dijadikan tumbal dari mentalitas tersebut.
Bagaimana Ideologi
Pancasila dilaksanakan di Indonesia?
Di
Amerika sebagai negara kapitalis dan liberalis, semua boleh dilakukan dan hanya
dua yang tidak boleh dilakukan yaitu melawan hukum Negara dan merugikan orang
lain. Seluruh bangsa Amerika beserta pemimpinnya melaksanakan ideologi itu
secara konsisten. Bagi rakyat maupun pemimpin yang melanggar hukum negara dan
merugikan orang lain benar-benar dihukum seberat-beratnya. Sedangkan ideologi
negara komunis justru semuanya tidak boleh dilakukan kecuali untuk kehormatan
Negara. Ideologi itu juga dilaksanakan secara konsisten. Tidak ada hak milik
atas nama pribadi kecuali atas nama negara.
Sementara
itu, ideologi Pancasila memberikan pedoman yang dirumuskan melalui sila-sila
dalam Pancasila. Semua boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut
merupakan kristalisasi kebudayaan bangsa Indonesia yang digali dengan susah
payah oleh para pemikir pendiri bangsa Indonesia, yaitu Soekarno, Soepomo, dan
Moh. Yamin. Ideologi Pancasila bertujuan untuk kemakmuran, keadilan, dan
kejayaan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, bermartabat dan
berketuhanan yang mahaesa. Apabila dilaksanakan dengan konsisten dan konsekuen
maka bangsa Indonesia mudah mencapai tujuan tersebut.
Agaknya
inilah yang menjadi keprihatinan kita bersama.
Nilai-nilai
ideologi Pancasila telah dinodai oleh sebagian besar pemimpin dan tokoh politik
bangsa Indonesia. Sebagian besar pejabat dan tokoh politik di negara kita telah
memberikan contoh penodaan terhadap ideologi Pancasila. Mereka mengaku beragama
tetapi tidak takut melakukan perbuatan dosa. Dengan seenaknya mereka merampok
kekayaan negara, berzina, dan merampas hak rakyat. Dengan seenaknya mereka
melanggar ideologi Pancasila dan UUD 1945 untuk kepentikan pribadi dan
kelompoknya. Mereka mengaku pemimpin bangsa yang seharusnya melindungi dan
menyejahterakan rakyat tetapi justru menyengsarakan rakyat. Temuan KPK terhadap
kekayaan para pejabat dan tokoh politik yang munafik dan korup merupakan bukti adanya
penistaan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Tragisnya mereka tidak dihukum
seberat-beratnya tetapi justru mendapat fasilitas yang jauh lebih baik dari
masyarakat biasa.
Penistaan
ideologi Pancasila juga dilakukan oleh sebagian besar media masa. Bangsa Barat
yang
memiliki ideologi liberal saja tidak pernah mengekspose kekurangan bangsa. Jepang
tidak pernah mengumbar kekurangan dan kengenasannya meski dihempas tsunami
maupun bencana lainnya. Sebaliknya sebagian besar media dan LSM di Indonesia justru
mengobral kekurangan dan kebobrokan bangsa. Penayangan berita tentang
kekurangan, kebobrokan, dan ketidakseriusan negara dalam menangani kekuarangan
dan kebobrokan justru diekspos atau diberitakan sebanyak-banyaknya. Ini
benar-benar merupakan pendidikan yang sangat buruk bagi keberlangsungan bangsa
yang bermartabat. Pernyataan-pernyataan para pemimpin dan politikus tentang
pentingnya menjadi bangsa yang bermartabat tidak diikuti dengan tindakan yang
sesuai. Kedatangan para direktur BUMN ke sekolah-sekolah untuk mengajar dan
memberikan motivasi pun ternyata hanya sebagai lipstick saja. Kehadiran mereka
tidak diimbangi dengan asah, asih, dan asuh, sehingga kehadiran meraka kurang
memiliki makna.
Pentingnya melaksanakan ideologi Pancasila dan UUD 1945
secara konsisten
Berdasarkan pengalaman sejarah,
bangsa yang besar, bermartabat, dan terhormat hanya dapat dicapai melalui persatuan
nasional yang berlandaskan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Berdasarkan
prinsip tersebut, secara politis, para pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia
telah meletakkan sikap dasar bagi kepentingan nasional bukan kepentingan
golongan, partai, atau pun daerah apalagi kepentingan pribadi. Prinsip-prinsip
tersebut telah dirumuskan dalam sila-sila ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Bagaimanakah dengan sikap pemimpin saat ini? Sudahkah mereka melaksanakan dan
memberikan contoh pelaksanaan ideologi Pancasila secara benar dan konsisten
menuju tercapainya cita-cita pendiri bangsa, yaitu untuk kemakmuran,
kesejahteraan, dan keadilan sebagai bangsa yang besar,
bermartabat dan berketuhanan yang mahaesa. Diperlukan gerakan patriotisme dan
nasionalisme baru (neopatrionalis) ke arah pencapaian tujuan besar tersebut,
yaitu mengurangi ketergantungan pada investor asing,
optimali potensi bangsa baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia oleh
negara, dan mengurangi kerjasama dengan kapitalis asing, serta tetap berpedoman
kepada ideologi Pancasila dan UUD 1945 secara konsisten.
Ka. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Budi Utomo Malang dan Dosen Universitas
Brawijaya,
Aktivis sosial dan politik
No comments:
Post a Comment