Arsip artikel yang dipublish di Koran Teropong
GERAKAN
NEOPATRIONALISME:
REFLEKSI HARI
KEBANGKITAN NASIONAL
Oleh: Umi Salamah
Membangkitkan semangat patriotisme dan nasionalisme tidak
harus dengan “kekerasan”.
Menang atau bisa bertahan dalam medan perang sangat
tergantung pada strategi yang dimainkan. “Perang” terbesar saat ini adalah
melawan hegemoni kapitalis dalam berbagai bidang yang merupakan perwujudan dari
neoimperialis. Cara yang dilakukan oleh para teroris dengan bom bunuh diri atau
mengebom tempat tertentu yang dilakukan atas nama melawan kapitalis merupakan
tindakan “konyol” dan sia-sia. Image
“bodoh” dan “jahat” akan menempel pada pelaku pengeboman dan kelompoknya. Yang
lebih fatal jika asal negara pengebom juga dijuluki sebagai negara teroris dan
pelabelan tersebut akan diperlakukan bagi seluruh masyarakat yang berasal dari
negara yang disebut sebagai negara asal “teroris”. Dampaknya sangat buruk bagi
keberlansungan dan kemajuan suatu negara yang terkena pelabelan tersebut. Seharusnya
perang kecerdasan harus dilawan dengan kecerdasan, pencitraan dilawan dengan
pencitraan, difusi kebudayaan harus dilawan dengan kekuatan kebudayaan sendiri.
Bercermin pada Tokoh-tokoh Besar melawan neoimperialis
Telah banyak tokoh
besar bangsa Indonesia yang memberikan tauladan membangkitkan semangat
patriotisme dan nasionalisme dalam berbagai bidang tanpa kekerasan. Mereka
berhasil apabila mendapat dukungan dari masyarakat. Sebut saja Bung Tomo dan Bung
Karno dengan keberanian dan kepiawaian melawan hegemoni politik dan kebudayaan
kolonialis. Kecerdasan dan kepiawaian Bung Karno dalam menegosiasi dan melobi
dunia mendapat dukungan yang sangat besar dari seluruh bangsa bahkan di seluruh
dunia. Strategi itulah yang berhasil mengantar Indonesia mencapai kemerdekaan
dan keharuman putra-putri bangsa Indonesia sebagai anak revolusi. Putra-putri
yang penuh rasa percaya diri dan bangga sebagai anak Indonesia di kancah dunia.
Di
bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantoro berhasil menancapkan pilar pendidikan
yang sangat kuat melalui filosofi dan strategi pendidikan berbasis kebudayaan. Pilar-pilar
tersebut sangat kokoh, sesuai dengan karakter dan kebudayaan bangsa Indonesia,
serta fleksibel sepanjang zaman. Pilar “Ing ngarso sung tuladha, ing madya
mangun karso, dan tutwuri handayani”
serta “Asah asih asuh” adalah warisan kebudayaan yang sudah terbukti
kehandalannya dalam membentuk karakter bangsa yang patriotis dan nasionalis
dalam segala bidang. Pilar-pilar ini berhasil karena didukung oleh kebijakan
politik pemerintah zaman Soekarno. Moralitas anak-anak pada saat itu
benar-benar menghargai orang tua dan guru, agama dan ilmu, dan bangga terhadap bangsa
dan negaranya. Keinginan untuk memajukan bangsa merupakan cita-cita setiap anak
bangsa.
Ironis,
warisan budaya yang begitu adiluhung itu kini seakan lenyap di telan masa. Para
pengambil kebijakan pendidikan cenderung lebih suka mengimpor model pendidikan
dari asing yang belum tentu cocok dengan kondisi di negeri ini. Pendidikan
berbasis “nano-nano” dan berbau kapitalis ini tidak membentuk karakter anak
menjadi baik. Akibatnya, perilaku anak jauh dari fondamen kebudayaan bangsa
Indonesia. Sikap sopan-santun/tata-krama, mentalitas kerja keras, suka menolong
dan gotong royong yang merupakan fondamen kebudayaan bangsa Indonesia bergeser
menjadi urakan, malas-malas, egois, hedonis, konsumtif, dan membentuk geng
perkelahian.
Untuk
mengembalikan kepada pendidikan yang berbasis kebudayaan kita harus berani
bersikap teguh dan kokoh pada kebudayaan sendiri. Pendidikan harus kembali pada
basis kebudayaan yaitu Pansacila dan UUD 1945. Model pendidikan kita juga harus
diambil dari pilar yang berbasis kebudayaan sendiri. Pendidikan Indonesia
seharusnya adalah pendidikan yang mampu menjawab problema-problema dan
tantangan masyarakat Indonesia, bukan pendidikan yang berorientasi pada teori
kapitalis. Pendidikan harus bertolak dari hasil riset masyarakat Indonesia
dalam berbagai bidang. Misalnya di bidang pertanian seharusnya kita lebih maju
daripada negara-negara tetangga, karena kita memiliki lahan yang sangat luas,
varietas tanaman yang banyak, dan sarjana pertanian yang lebih dari cukup baik
dari kuantitas maupun kualitas. Negara kita seharusnya menjadi pelopor di
bidang pertanian. Sangat ironis jika masalah “bawang putih, bawang merah, cabe,
gula, daging, dan beras” kita masih mengimpor dari negara tetangga.
Di
bidang teknologi, Habibie dengan penguasaan teknologi berhasil menakhlukkan
teknologi penerbangan dan kereta api dunia. Namanya membawa harum bangsa
Indonesia di kancah dunia. Di bidang perdagangan, Chairul Tanjung, Aburizal
Bakrie, Rachmad Gobel, Sukamdani Sahid Gito Sardjono, dan lainnya dengan
strategi bisnisnya mampu bersaing di kancah bisnis global. dan masih banyak
anak bangsa yang patut diteladani dan dicontoh serta menjadi inspirasi positif
dengan semangat optimis dapat membawa kemajuan bangsa dan negara ini. Di bidang
teknologi informatika, sebenarnya bangsa Indonesia tidak kekurangan ahli.
Banyak potensi mahasiswa dan siswa yang belum terakomodasi secara maksimal oleh
sistem kebijakan pemerintah. Akibatnya Indonesia belum mampu mengkaunter
derasnya pencitraan yang dihembuskan oleh negara-negara kapitalis. Apa yang
salah dengan negeri kita ini?
Serangan hegemoni kapitalis di negara kita meliputi berbagai
sendi kehidupan
Perang
terbesar saat ini adalah melawan kapitalis. Bung Karno menyebut dengan
Neoimperialis. Hegemoni kapitalis di negeri ini telah merasuk ke dalam pembuluh
darah sebagian besar bangsa ini dalam berbagai bidang. Bahkan telah merobek
hati dan akal sehat sebagian bangsa ini. Rendahnya kualitas hidup sebagian
besar rakyat menyebabkan menurunnya kualitas mental dan moral bangsa. Rasa
kurang percaya diri dan bermental budak telah menggerogoti mentalitas sebagian
besar rakyat kecil, sementara budaya korupsi dan bermental koloni telah
memanjakan para pejabat dan sebagian besar birokrat negeri ini. Ini merupakan
imbas dari telah dibukannya kran kapitalis modern di Indonesia secara
besar-besaran di bidang pertambangan, industri raksasa, dan jaringan perdagangan
kapitalis.
Akibatnya
masyarakat kita saat ini cenderung represif dan terbius oleh kediaman. Keadaan
seperti ini membuat kreativitas dan produktivitas anak bangsa lumpuh, sehingga
banyak orang yang lari dari idealism demi kedudukan di tengah masyarakat. Meskipun
dalam masyarakat kita terjadi kepincangan-kepincangan, penyelewengan, dan
penyimpangan sosial sudah dianggap sebagai hal yang lumrah dan layak terjadi. Bagaimana
tidak? Sebagaian besar bangsa ini telah lama dininabobokan dengan budaya
hedonis, pragmatis, dan konsumtif. Bersenang-senang dengan jalan pintas,
bekerja dengan jalan pintas, belajar dengan jalan pintas, memperoleh jabatan
juga dengan jalan pintas telah menjadi trend yang dilakukan oleh sebagian besar
bangsa ini. Mulai dari rakyat kecil sampai dengan pejabat tinggi. Sikap ini
menyebabkan kebiasaan untuk tidak kritis, apatis, dan terkungkung dalam
masyarakat yang tidak rasional (mistis). Apakah karakter bangsa ini sudah demikian jauh
dari kebudayaan yang tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945? Ironisnya hanya
orang-orang tertentu yang menyadarinya. Apakah yang harus kita lakukan?
Diperlukan pemimpin visioner dan bermental neopatrionalisme
dalam Melawan Kapitalis
Penguasaan
media oleh kapitalis menjadikan bangsa ini tidak berdaya dan krisis rasa
percaya diri. Media memiliki peranan yang sangat penting dalam membangkitkan
semangat patriotisme dan nasionalisme. Namun media juga berperan besar dalam
menghancurkan semangat tersebut. Pemberitaan dan penayangan acara yang tidak
seimbang antara prestasi dan dedikasi yang diperoleh bangsa dengan
penyimpangan-peyimpangan moral memberikan dampak yang sangat fatal bagi
masyarakat dan generasi muda. Penayangan penyimpangan moral, seperti korupsi,
manipulasi, perselingkuhan, perdukunan, perkelahian, kecurangan, secara
berulang-ulang justru memberikan dampak buruk berupa sikap apatis terhadap
keberadaan dan kemajuan bangsa dan negara. Sebaliknya penayangan prestasi dan
dedikasi anak bangsa yang membawa kemajuan bangsa akan berdampak positif bagi
keberlangsungan dan kemajuan bangsa.
Siapa
yang berwewenang mengatur? Apalah artinya pencanangan pendidikan berbasis
pendidikan karakter apabila tidak didukung oleh tayangan media dan kebijakan
pemerintah yang tidak berbasis pada kebudayaan sendiri. Diperlukan pemimpin
yang visioner dan bermental neopatrionalis. Pemimpin yang visioner dan
bermental neopatrionalis akan selalu mendukung dan memberikan peluang
seluas-luasnya kepada rakyat untuk eksis dan memajukan bangsanya. Pemimpin yang
berpegang teguh pada dasar negara dan konstitusi negara akan selalu membela hak
dan berpihak pada kemakmuran, keadilan, harkat, dan martabat bangsa dan
negaranya. Pemimpin yang tanggap terhadap problema dan tantangan masyarakat
bangsa dan negara selalu melihat permasalahan dan kebutuhan rakyatnya sebagai
bahan kajian peningkatan kualitas pendidikan, teknologi, dan ilmu pengetahuan
di negaranya. Pemimpin yang dapat menjadi contoh patrionalis bagi rakyatnya
adalah pemimpin yang teguh pendirian dan konsisten melaksanakan dasar negara
dan konstitusi negara serta berani melawan kebijakan kapitalis yang tidak
sesuai dengan dasar negara dan konstitusi negaranya.
Ka. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Budi Utomo Malang dan Dosen Universitas
Brawijaya,
Aktivis sosial dan politik
No comments:
Post a Comment