REVITALISASI
PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN DAN
KONTROVERSI UU PERLINDUNGAN PEREMPUAN: Dalam Rangka memperingati hari Kartini
Umi Salamah
Akademisi dan
pemerhati sosial politik
"Laki-laki dan perempuan ibarat dua sayap seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya,
maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah
satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama
sekali.” ( Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno).
KONTROVERSI UU PERLINDUNGAN PEREMPUAN
UU No.7 tahun 1984 telah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk
deskriminasi terhadap wanita. Tahun 2005, disahkan UU tentang perlindungan dari tindak kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak-anak. Memperhatikan
kedua UU itu,
selayaknya sudah tidak ada lagi perlakuan deskriminasi dan kekerasan terhadap
perempuan. Apa masalahnya? Kurang tegasnya
sanksi terhadap pelanggaran ataukan pada keberadaan perempuan yang kurang memiliki
kompetensi dan keberanian ataukah peran
media yang kurang membangun citra perempuan Indonesia?
Kasus pemerkosaan dan pembunuhan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri sebenarnya merupakan pukulan yang sangat berat bagi
bangsa Indonesia. Mereka diberangkatkan ke luar negeri tanpa pendidikan,
keterampilan, dan wawasan hukum yang cukup memadai, sehingga mereka hanya
ditempatkan sebagai pembantu rumah tangga yang gagap terhadap cara melindungi
dirinya dan hak-haknya. Ironis memang, di negara yang sangat kaya dan pejabat
yang serba mewah hidupnya, sementara rakyatnya terhina di negara lain. Lebih
fatal lagi pelecehan, penyekapan, dan kekerasan terhadap perempuan juga terjadi
di negeri sendiri. Ketidaktegasan hukum di negeri ini juga menjadikan mandulnya
pelaksanaan pembangunan seutuhnya termasuk UU perlindungan perempuan.
Di mana ada kemauan pasti ada
jalan. Sudah saatnya pemerintah membekali pendidikan dan wawasan hukum yang
memadai kepada para perempuan terutama terkait dengan UU perlindungan perempuan.
Kontroversi fakta dan undang-undang perlindungan yang memiliki konotasi melemahkan peran perempuan dapat disikapi dengan pembangunan citra perempuan sebagai
subjek, pelaku, aktif, dan mandiri baik melalui
pendidikan maupun melalui berbagai media. Stop iklan yang menempatkan perempuan sebagai objek dan korban yang dalam
posisi yang lemah. Kembangkan potensi yang dimiliki perempuan, pemberian ruang dan
kesempatan untuk berperan dalam pembangunan, tindakan tegas terhadap
pelanggaran UU, dan gencarkan peran media dalam membangun citra perempuan
sebagai subjek pembangunan yang setara dengan laki-laki.
REVITALISASI PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN
Kartini dalam suratnya “Habis Gelap Terbitlah Terang”
menulis yang artinya
"yang kami harapkan hanyalah pengetahuan dan kepandaian". Sementara itu Bung Karno mengatakan "Laki-laki dan
perempuan ibarat
dua sayap seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung
itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika salah satu sayap
patah, maka
burung itu tidak dapat terbang sama sekali.” Surat Kartini dan
kata mutiara Bung Karno di atas mengisyaratkan bahwa untuk membangun bangsa
yang kuat dan besar diperlukan peran perempuan yang setara dengan laki-laki
dalam pengetahuan, keterampilan, dan perlakuan, bukan sebagai pesaing tetapi
sebagai partner dalam membangun bangsa dan negara.
Perempuan tanpa laki-laki tidak berguna, laki-laki
tanpa perempuan tidak berdaya. Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling
melengkapi satu sama yang
lainnya. Pembangunan bangsa dan negara akan lebih maju jika perempuan berperan dalam pembangunan. Untuk itu diperlukan revitalisasi peran perempuan dalam pembangunan bangsa dan Negara. Revitalisasi peran perempuan dalam pembangunan sangat bergantung pada pendidikan.
Dengan pendidikan, potensi perempuan
dapat dikembangkan. Dengan
pendidikan, dapat dibentuk pribadi yang indah dan akhlak yang mulia. Dengan pendidikan pula, perempuan dapat
berkiprah memperjuangkan pembangunan bangsa dan
negara, baik dalam peran domestik maupun publik. Sebagai ibu rumah tangga atau tokoh masyarakat. Dengan pendidikan pula, perempuan dapat mengatur hidupnya,
keluarganya, masyarakat, dan negaranya menjadi lebih bermartabat. Dengan pendidikan pula, perempuan dapat menyiapkan generasi yang tangguh
untuk membangun bangsa dan negara. Sehubungan dengan itu,
revitalisasi perempuan hanya dapat diwujudkan dengan memberikan pendidikan yang tidak timpang dan
kesempatan yang sama untuk berperan bersama laki-laki.
Di Indonesia, gerakan emansipasi dan peran perempuan dalam
membela harkat dan martabat
bangsa telah dicontohkan oleh Cut Nyak Din, Kartini, dan Dewi Sartika jauh sebelum gerakan emansipasi
feminisme liberal yang dimotori
oleh Barat. Mereka
adalah para perempuan yang tangguh, berpendidikan, berwawasan luas, dan
berakhlak mulia. UU di Indonesia telah memberikan ruang yang seluas-luasnya
kepada perempuan untuk berperan dalam pembangunan.
Apa masalahnya? Sanggupkah
perempuan saat ini mengikuti jejak mereka, berani menjadi pelaku pembangunan,
berani menyiapkan generasi yang tangguh, dan berani menjadi partner laki-laki
dalam membangun bangsa dan negara? Semakin tinggi
pendidikan, semakin tinggi pula wawasan, rasa percaya diri dan keberanian untuk berperan dalam pembangunan. Rasa percaya diri dan keberanian akan menguatkan hati dan pikiran untuk mampu memimpin dirinya
dan masyarakatnya menuju pembangunan bangsa dan negara
ke arah yang lebih makmur.
No comments:
Post a Comment