Monday, April 21, 2014

Artikel hari Kartini: Revitalisasi Peran Perempuan dalam Pembangunan





REVITALISASI PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN DAN KONTROVERSI UU PERLINDUNGAN PEREMPUAN: Dalam Rangka memperingati hari Kartini


Umi Salamah
Akademisi dan pemerhati sosial politik

"Laki-laki dan perempuan ibarat dua sayap seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” ( Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno).

KONTROVERSI UU PERLINDUNGAN PEREMPUAN
UU No.7 tahun 1984 telah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap wanita. Tahun 2005, disahkan UU tentang perlindungan dari tindak kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak­-anak. Memperhatikan kedua UU itu, selayaknya sudah tidak ada lagi perlakuan deskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Apa masalahnya? Kurang tegasnya sanksi terhadap pelanggaran ataukan pada keberadaan perempuan yang kurang memiliki kompetensi dan keberanian ataukah peran media yang kurang membangun citra perempuan Indonesia

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebenarnya merupakan pukulan yang sangat berat bagi bangsa Indonesia. Mereka diberangkatkan ke luar negeri tanpa pendidikan, keterampilan, dan wawasan hukum yang cukup memadai, sehingga mereka hanya ditempatkan sebagai pembantu rumah tangga yang gagap terhadap cara melindungi dirinya dan hak-haknya. Ironis memang, di negara yang sangat kaya dan pejabat yang serba mewah hidupnya, sementara rakyatnya terhina di negara lain. Lebih fatal lagi pelecehan, penyekapan, dan kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di negeri sendiri. Ketidaktegasan hukum di negeri ini juga menjadikan mandulnya pelaksanaan pembangunan seutuhnya termasuk UU perlindungan perempuan.
Di mana ada kemauan pasti ada jalan. Sudah saatnya pemerintah membekali pendidikan dan wawasan hukum yang memadai kepada para perempuan terutama terkait dengan UU perlindungan perempuan. Kontroversi fakta dan undang-undang perlindungan yang memiliki konotasi melemahkan peran perempuan dapat disikapi dengan pembangunan citra perem­puan sebagai subjek, pelaku, aktif, dan mandiri baik melalui pendidikan maupun melalui berbagai media. Stop iklan yang menempatkan perempuan sebagai objek dan korban yang dalam posisi yang lemah. Kembangkan potensi yang dimiliki perempuan, pemberian ruang dan kesempatan untuk berperan dalam pembangunan, tindakan tegas terhadap pelanggaran UU, dan gencarkan peran media dalam membangun citra perempuan sebagai subjek pembangunan yang setara dengan laki-laki.


REVITALISASI PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN
Kartini dalam suratnya “Habis Gelap Terbitlah Terang” menulis yang artinya "yang kami harapkan hanyalah pengetahuan dan kepandaian". Sementara itu Bung Karno mengatakan "Laki-laki dan perempuan ibarat dua sayap seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika salah satu sayap patah, maka burung itu tidak dapat terbang sama sekali.” Surat Kartini dan kata mutiara Bung Karno di atas mengisyaratkan bahwa untuk membangun bangsa yang kuat dan besar diperlukan peran perempuan yang setara dengan laki-laki dalam pengetahuan, keterampilan, dan perlakuan, bukan sebagai pesaing tetapi sebagai partner dalam membangun bangsa dan negara.
Perempuan tanpa laki-laki tidak berguna, laki-laki tanpa perempuan tidak berdaya. Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi satu sama yang lainnya. Pembangunan bangsa dan negara akan lebih maju jika perempuan berperan dalam pembangunan. Untuk itu diperlukan revitalisasi peran perempuan dalam pembangunan bangsa dan Negara. Revitalisasi peran perempuan dalam pembangunan sangat bergantung pada pendidikan.
Dengan pendidikan, potensi perempuan dapat dikembangkan. Dengan pendidikan, dapat dibentuk pribadi yang indah dan akhlak yang mulia. Dengan pendidikan pula, perempuan dapat berkiprah memperjuangkan pembangunan bangsa dan negara, baik dalam peran domestik maupun publik. Sebagai ibu rumah tangga atau tokoh masyarakat. Dengan pendidikan pula, perempu­an dapat mengatur hidupnya, keluarganya, masyarakat, dan negaranya menjadi lebih bermartabat. Dengan pendidikan pula, perempuan dapat menyiapkan generasi yang tangguh untuk membangun bangsa dan negara. Sehubungan dengan itu, revitalisasi perempuan hanya dapat diwujudkan dengan memberikan pendidikan yang tidak timpang dan kesempatan yang sama untuk berperan bersama laki-laki.
Di Indonesia, gerakan emansipasi dan peran perempuan dalam membela harkat dan martabat bangsa telah dicontohkan oleh Cut Nyak Din, Kartini, dan Dewi Sartika jauh sebelum gerakan emansipasi feminisme liberal yang dimotori oleh Barat. Mereka adalah para perempuan yang tangguh, berpendidikan, berwawasan luas, dan berakhlak mulia. UU di Indonesia telah memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada perempuan untuk berperan dalam pembangunan.
Apa masalahnya? Sanggupkah perempuan saat ini mengikuti jejak mereka, berani menjadi pelaku pembangunan, berani menyiapkan generasi yang tangguh, dan berani menjadi partner laki-laki dalam membangun bangsa dan negara? Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula wawasan, rasa percaya diri dan keberanian untuk berperan dalam pembangunan. Rasa percaya diri dan keberanian akan menguatkan hati dan pikiran untuk mampu memimpin dirinya dan masyarakatnya menuju pembangunan bangsa dan negara ke arah yang lebih makmur.

No comments:

Post a Comment