Tuesday, May 6, 2014

Artikel Teorpong: Memperinhati Hari Pendidikan Nasional



KEMBALIKAN PENDIDIKAN KE AKAR BUDAYA IDEOLOGI PANCASILA: untuk Peradaban Indonesia yang Santun, Tangguh, dan Unggul
Dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional

Oleh Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat Sosial-Politik

“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka” (Soekarno)

Kasus JIS dan maraknya kecurangan pemilu legislatif tamparan wajah pendidikan kita, Bagaimana Pandangan Ki Hajar Dewantara
Kasus pelecean seksual di Jakarta International School (JIS), maraknya kecurangan pemilu legislatif baru-baru ini, menurunnya moralitas dan kualitas pendidikan yang tidak lagi menjunjung nilai-nilai adiluhung bangsa merupakan tamparan wajah pendidikan di Indonesia. Out put atau lulusan pendidikan yang cenderung menghasilkan anak-anak bangsa yang membeo dan berkarakter pragmatis serta para pengambil kebijakan pendidikan yang belum mampu menjadikan pendidikan dalam negeri sebagai tuan rumah di negeri sendiri merupakan lemahnya fondasi sistem pendidikan kita. Lebih ironis lagi, kriteria akreditasi sekolah sampai perguruan tinggi masih didasarkan pada kriteria luar yang dipaksakan untuk mengukur kualitas pendidikan di dalam negeri ini. Akibatnya, bukan moralitas baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dikejar tetapi demi pemenuhan standar luar itu, mereka melakukan dengan berbagai kecurangan. Bagaimana nasib bangsa dan negara ini jika pendidikan kita tidak segera dibenahi? Apa sebenarnya pendidikan yang baik bagi bangsa Indonesia menurut Ki Hajar Dewantara? 

Bulan ini tepatnya 2 Mei merupakan hari lahir tokoh pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Melihat sistem pendidikan sekarang ini, dengan makin menurunnya moralitas dan meningkatnya kecenderungan siswa menjadi apatis, psimis, dan pragmatis, patutlah kalau kita mulai melihat kembali apa  arti dan tujuan pendidikan sebagaimana telah dicetuskan oleh Beliau.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan usaha untuk memajukan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, status ekonomi, ststus sosial, dan harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Berdasarkan pengertian ini, seharusnya tidak ada lagi pengkelasan/elitisasi pendidikan berdasarkan status sosial dan ekonomi seperti JIS dan sejenisnya. Semua rakyat mestinya berhak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang baik tanpa deskriminasi.
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa mendidik merupakan proses memanusiakan manusia ke taraf yang lebih berkualitas melalui komunikasi yang otentik dengan “asih, asah, dan asuh” dengan proses “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Format pendidikan seperti ini jika diwujudkan dalam pendidikan akan menghasilkan generasi yang santun dan unggul serta memiliki karakter kebangsaan yang kuat dan daya saing global yang hebat. Untuk itu, Pengambil kebijakan pendidikan mestinya lebih banyak merumuskan dan mengembangkan pendidikan yang berakar pada kebudayaan sendiri daripada membeli rumus asing yang tidak relevan dengan kepribadian dan kebutuhan bangsa.
Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara merumuskan tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” dan “memperbarui diri”. Di sinilah pendidikan berfungsi menjadikan peserta didik semakin mampu menguasai dirinya, beradab, dan berkembang sesuai dengan potensinya. Dengan demikian, akan tumbuh sikap yang mandiri dan bertanggung jawab, sehingga  mampu menentukan sikap dan masa depannya sesuai dengan nilai-nilai luhung bangsa Indonesia serta mampu beradaptasi dalam peradaban dunia.

Kembalikan Pendidikan kita ke Akar Budaya yang bersumber pada Ideologi Pancasila
Pendidikan berbasis kebudayaan “nano-nano” dan berbau kapitalis selama ini sudah terbukti tidak mampu membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Akibatnya, perilaku anak jauh dari substansi kebudayaan bangsa Indonesia. Sikap sopan-santun/tata-krama bergeser menjadi ‘urakan’ dan ‘sok jagoan’, mentalitas kerja keras bergeser menjadi kemalasan dan untung-untungan, suka menolong dan gotong royong bergeser menjadi egois dan suka berkelahi, sikap produktif bergeser menjadi hedonis dan konsumtif, sikap optimis bergeser menjadi psimis. 
Fenomena meningkatnya budaya korupsi, tawuran, pelecehan seksual, berbagai kecurangan, dan penyimpangan moral lainnya diakibatkan karena kurang teguhnya fondasi sistem pendidikan di Indonesia. Kurikulum di Indonesia yang kebarat-baratan dan sangat padat materi, cenderung lebih mementingkan siswanya menguasai materi dan memiliki nilai yang bagus daripada memperhatikan moral dan etikanya.
Untuk mengembalikan kepada sistem pendidikan yang berakar tangguh kita harus berani berpegang teguh pada kebudayaan sendiri. Pendidikan harus kembali pada akar kebudayaan yang bersumber dari ideologi Pancasila. Pendidikan harus mampu menjawab problema-problema dan tantangan masyarakat Indonesia, bukan pendidikan yang berorientasi pada teori kapitalis. Pendidikan harus bertolak dari hasil riset masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang, baik yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila, kebutuhan bangsa dan negara, maupun kemajuan IPTEK.
Sudah saatnya lembaga pendidikan di Indonesia mencanangkan sistem pendidikan yang kuat dan tangguh berakar pada kebudayaan sendiri yang bersumber dari ideologi Pancasila. Sudah saatnya pula sistem pendidikan di Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dari mana pun institusinya ketika berada di Indonesia mestinya harus tunduk pada sistem pendidikan kita. Stop ketergantungan pada kebudayaan kapitalis asing dan kembali pada kebudayaan bangsa, karena sila-sila dalam Pancasila jika dikaji dan diejawantahkan dalam pendidikan akan menghasilkan anak bangsa yang berkarakter kuat dan mampu menghadapi tantangan kemajuan IPTEK. Untuk itu diperlukan pemimpin yang mampu melepaskan diri dari cengkerapan ideologi kapitalis bukan yang menjadi budak kapitalis. Pemimpin yang tegas bukan berarti kejam dan keras terhadap bangsanya sendiri dan luluh di kaki kapitalis asing tetapi pemimpin yag berani memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dari penindasan kapitalis serta berpegang teguh pada ideologi bangsa sendiri. 

Penulis Dosen IKIP Budi Utomo dan Universitas Brawijaya Malang

No comments:

Post a Comment