Thursday, May 22, 2014

Kebangkitan Indonesia Baru




Pemilihan Presiden 2014 Pertaruhan Kebangkitan Indonesia Baru:
Dalam rangka hari Kebangkitan Nasional

Oleh Umi Salamah
Akademisi dan Pemerhati Sosial-Politik

Berhentilah jadi pecundang, hentikan korupsi
Cita-cita proklamasi belum selesai
Jangan biarkan negeri ini ini tidak berdaya
Jangan biarkan kami mati sia-sia
Libas koruptor, tebas mafia
Bangun bangsaku untuk berdikari dan mandiri
Seperti kami mencapai kemerdekaan ini
(Umi Salamah)

Mengambil Hikmah Nilai-nilai Kebangkitan Nasional dalam Pilpres 2014
Tanggal 20 Mei 1908, dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional, lahirnya organisasi  modern pertama bernama “Boedi Oetomo” yang dibentuk oleh perkumpulan kaum muda intelektual yang jenuh dengan perlawanan terhadap penjajah Belanda secara fisik saja. Pertempuran-pertempuran di daerah sudah terlalu banyak memakan korban di pihak Nusantara, sementara Belanda tetap berjaya dengan politik devide et impera (memecah belah bangsa ). Sebagai organsasi modern karena organisisa yang diprakarsai oleh Dr. Soetomo, Dr. Wahidin,  dkk sudah mempunyai visi, misi, sistem, pemimpin, anggota dan segala komponen yang dibutuhkan dalam organisasi yang berhubungan dengan memerdekakan bangsa dari penjajahan saat itu.

Kebangkitan nasional kemudian menjadi tonggak perjuangan yang terus berlanjut dengan munculnya berbagai organisasi yang puncaknya mencapai proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 . Nilai-nilai Kebangkitan nasional, telah menjadi perekat jalinan persatuan dan kesatuan, serta semangat untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan, mengejar ketertinggalan dan membebaskan diri dari keterbelakangan. Nilai-nilai tersebut menjadi dasar perjuangan yang mengkristal dan menjadi kekuatan moral bangsa sebagaimana tertuang dalam ikrar Soempah Pemoeda, pada 28 Oktober 1928 yang pada akhirnya dituangkan dalam cita-cita proklamasi, yakni UUD 1945.
Bangsa Indonesia telah bersepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan panjang tersebut harus tetap dipertahankan, dipelihara dan dijaga. Akan tetapi, dalam kurun waktu 68 tahun perjalanannya, berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan masih saja terjadi. Bahkan bentuk penjajahan gaya baru yang disebut oleh Soekarno sebagai Neokolonialisme dan kapitalisme asing makin merajalela.
Ironis memang,  negara yang telah diperjuangkan oleh kaum intelektual, kini menyingkirkan peran itelektual. Sejak Orde Baru berkuasa, kran untuk masuknya penjajah baru bernama kapitalis asing telah dibuka sangat lebar. Berbagai sumber daya alam yang seharusnya dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, diberikan kepada penjajah baru bernama kapitalis asing, seperti Freeport, Newmont, Caltex, Total, Vico, Exon, Necson, Maryland, dan lain-lain telah menguras kekayaan negara kita untuk negara mereka. Mereka merasa nyaman menguras kekayaan Indonesia karena dilindungi oleh aparatur negara Indonesia. Aparatur negara yang seharusnya melindungi kekayaan negara untuk kemakmuran rakyat justru membuat rakyat dan intelektual muda ketakutan, terpinggirkan, dan menderita. Terjadi kesenjangan yang luar biasa. Aparatur negara yang melindungi kapitalis asing mendapat fasilitas kekayaan yang sangat luar biasa banyaknya sebagai imbal jasa perlindungan, sementara para intelektual yang membidani lahirnya bangsa ini makin tersingkirkan.
Lebih tragis lagi, pemimpin bangsa ini tidak mampu memberdayakan sisa kekayaan negara dan potensi sumber daya manusia untuk membangun bangsa. Mentalitas korupsi yang dibangun sejak orde baru telah meninabubukkan para pemimpin bangsa ini untuk makin memperkaya diri melalui korupsi. Penggundulan hutan, alih fungsi hutan, alih fungsi lahan pertanian rakyat bukan dikelola untuk kemakmuran rakyat tetapi selalu diberikan kepada kapitalis dan investor asing dengan harga yang sangat murah. Kemandirian bangsa menjadi sangat terpuruk, ketergantungan kepada pihak asing menjadi semakin tinggi. Imagi sebagai negara “gudang babu” makin melekat menjadi indentitas negara ini.
Isu nasionalisasi perusahaaan asing yang telah menguras kekayaan negara menjadi milik negara kembali merupakan omong kosong. Hal itu mustahil dilakukan karena pemilik perusahaan asing yang telah bercokol dan menguras kekayaan Indonesia terlanjur melibatkan konspirasi kapitalis multinasional. Jika hal itu dipaksakan akan terjadi resiko yang sangat besar seperti negara lain yang telah dihancurkan, sebut saja Iraq dan Libya.
Dengan memperhatikan perkembangan dan fenomena bangsa ini, maka semangat dan jiwa Kebangkitan Nasional menjadi penting untuk terus tetap digelorakan dalam setiap warga Negara Indonesia, agar tetap waspada dalam menjaga kesatuan sebagai bangsa yang besar dan mandiri. Untuk itu diperlukan pemimpin yang bisa menggerakkan kembali peran sipil intelektual untuk membangun bangsa dan negara.
Mampukah Indonesia keluar dari keterpurukan ini? Adakah kesadaran rakyat Indonesia untuk mengembalikan peran intelektual dalam membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan mandiri? Marilah peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini, kita jadikan sebagai sebuah momentum untuk memasuki abad ke-2 Kebangkitan Nasional Indonesia baru.
Momentum ini akan diawali dengan pemilihan presiden baru, presiden yang peduli pada kemakmuran rakyat bukan presiden yang peduli pada koalisinya.

Pemilihan Presiden dan Maraknya Black Campaign/Kampanye hitam

Presiden yang tegas adalah presiden yang mampu membawa bangsa ini pada rel revolusi yang telah dibuat oleh pendiri bangsa. Presiden yang mampu menjalankan amanat revolusi kemerdekaan dalam UUD 1945. Presiden yang merakyat dan mengutamakan kemakmuran rakyat. Presiden yang mampu memberdayakan potensi bangsa dan negara untuk kemakmuran rakyat bukan mengutamakan impor yang memihak mafia. 

Presiden yang tegas bukan presiden yang berwajah garang dan arogan.  Presiden yang tegas bukan presiden yang kejam dan ditakuti oleh rakyat. Presiden yang tegas bukan yang rentan korupsi dan dipecundangi oleh para mafia. Presiden yang tegas bukan yang hanya melindungi dan memperkaya koalisinya. Tidak peka terhadap penederitaan rakyat dan tidak mampu melaksanakan amanah revolusi dalam UUD 1945.

Kekayaan yang dimiliki negara ini akan sia-sia jika negara ini tidak dipimpin oleh negarawan, cerdas, merakyat, dan beritegritas. Negarawan yang cerdas, merakyat,  dan berintegritas akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat, memperdayakan potensi rakyat, memberikan ruang yang besar terhadap peran intelektual, berpenampilan dan berpola hidup sederhana. Bekerja keras untuk rakyat dan memberikan kebijakan yang menyejahterakan rakyat, serta memajukan negara sebagaimana amanah revolusi dalam UUD 1945. Presiden yang mau memberikan porsi yang optimal dalam kabinet dan pengambil kebijakan strategis dalam membangun bangsa dan negara. Sudah saatnya kaum intelektual diberi porsi yang optimal dan berperan aktif untuk kebangkitan Indonesia baru, Indonesia yang besar dan mandiri. Oleh karena itu, gunakan hak pilih Anda secara tepat, karena Pilpres tahun 2014 ini  merupakan pertaruhan masa depan Bangsa Indonesia.         

No comments:

Post a Comment