Pemilihan
Presiden 2014 Pertaruhan Kebangkitan Indonesia Baru:
Dalam rangka
hari Kebangkitan Nasional
Oleh Umi Salamah
Akademisi dan Pemerhati Sosial-Politik
Berhentilah jadi pecundang, hentikan korupsi
Cita-cita proklamasi belum selesai
Jangan biarkan negeri ini ini tidak berdaya
Jangan biarkan kami mati sia-sia
Libas koruptor, tebas mafia
Bangun bangsaku untuk berdikari dan mandiri
Seperti kami mencapai kemerdekaan ini (Umi Salamah)
Cita-cita proklamasi belum selesai
Jangan biarkan negeri ini ini tidak berdaya
Jangan biarkan kami mati sia-sia
Libas koruptor, tebas mafia
Bangun bangsaku untuk berdikari dan mandiri
Seperti kami mencapai kemerdekaan ini (Umi Salamah)
Mengambil Hikmah Nilai-nilai Kebangkitan Nasional dalam Pilpres 2014
Tanggal 20 Mei
1908, dikenang sebagai Hari Kebangkitan
Nasional, lahirnya organisasi modern pertama bernama “Boedi
Oetomo” yang dibentuk oleh perkumpulan kaum muda intelektual yang jenuh dengan
perlawanan terhadap penjajah Belanda secara fisik saja. Pertempuran-pertempuran
di daerah sudah terlalu banyak memakan korban di pihak Nusantara, sementara Belanda tetap
berjaya dengan politik devide et impera
(memecah belah bangsa ). Sebagai organsasi modern karena organisisa yang diprakarsai
oleh Dr. Soetomo, Dr. Wahidin, dkk sudah mempunyai visi, misi,
sistem, pemimpin, anggota dan segala komponen yang dibutuhkan dalam organisasi
yang berhubungan dengan memerdekakan bangsa dari penjajahan saat itu.
Kebangkitan nasional kemudian menjadi
tonggak perjuangan yang terus berlanjut dengan munculnya berbagai organisasi yang puncaknya mencapai proklamasi kemerdekaan pada 17
Agustus 1945 . Nilai-nilai Kebangkitan
nasional, telah menjadi perekat jalinan persatuan dan kesatuan, serta semangat untuk
melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan, mengejar ketertinggalan dan membebaskan
diri dari keterbelakangan. Nilai-nilai tersebut
menjadi dasar perjuangan yang mengkristal
dan menjadi kekuatan moral bangsa sebagaimana tertuang dalam ikrar Soempah
Pemoeda, pada 28 Oktober 1928 yang pada akhirnya
dituangkan dalam cita-cita proklamasi, yakni UUD 1945.
Bangsa Indonesia
telah bersepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diperoleh
melalui perjuangan panjang tersebut harus tetap dipertahankan, dipelihara dan
dijaga. Akan tetapi, dalam kurun waktu
68 tahun perjalanannya,
berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan masih saja terjadi. Bahkan bentuk penjajahan gaya baru yang disebut oleh Soekarno
sebagai Neokolonialisme dan kapitalisme
asing makin merajalela.
Ironis
memang, negara yang telah diperjuangkan
oleh kaum intelektual, kini menyingkirkan
peran itelektual. Sejak Orde Baru berkuasa, kran untuk masuknya penjajah baru
bernama kapitalis asing telah dibuka sangat lebar. Berbagai sumber daya alam yang
seharusnya dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, diberikan
kepada penjajah baru bernama kapitalis asing, seperti Freeport, Newmont, Caltex, Total,
Vico, Exon, Necson, Maryland, dan lain-lain telah menguras kekayaan
negara kita untuk negara mereka. Mereka merasa nyaman menguras kekayaan
Indonesia karena dilindungi oleh aparatur negara Indonesia. Aparatur negara
yang seharusnya melindungi kekayaan negara untuk kemakmuran rakyat justru
membuat rakyat dan intelektual muda ketakutan, terpinggirkan, dan menderita.
Terjadi kesenjangan yang luar biasa. Aparatur negara yang melindungi kapitalis
asing mendapat fasilitas kekayaan yang sangat luar biasa banyaknya sebagai
imbal jasa perlindungan, sementara para intelektual yang membidani lahirnya
bangsa ini makin tersingkirkan.
Lebih
tragis lagi, pemimpin bangsa ini tidak mampu memberdayakan sisa kekayaan negara
dan potensi sumber daya manusia untuk membangun bangsa. Mentalitas korupsi yang
dibangun sejak orde baru telah meninabubukkan para pemimpin bangsa ini untuk
makin memperkaya diri melalui korupsi. Penggundulan hutan, alih fungsi hutan,
alih fungsi lahan pertanian rakyat bukan dikelola untuk kemakmuran rakyat
tetapi selalu diberikan kepada kapitalis dan investor asing dengan harga yang
sangat murah. Kemandirian bangsa menjadi sangat terpuruk, ketergantungan kepada
pihak asing menjadi semakin tinggi. Imagi sebagai negara “gudang babu” makin melekat
menjadi indentitas negara ini.
Isu
nasionalisasi perusahaaan asing yang telah menguras kekayaan negara menjadi
milik negara kembali merupakan omong
kosong. Hal itu mustahil dilakukan karena pemilik perusahaan asing yang
telah bercokol dan menguras kekayaan Indonesia terlanjur melibatkan konspirasi
kapitalis multinasional. Jika hal itu dipaksakan akan terjadi resiko yang
sangat besar seperti negara lain yang telah dihancurkan, sebut saja Iraq dan
Libya.
Dengan
memperhatikan perkembangan dan fenomena bangsa ini, maka semangat dan jiwa Kebangkitan
Nasional menjadi penting untuk terus tetap digelorakan dalam setiap warga Negara Indonesia,
agar tetap waspada dalam menjaga kesatuan
sebagai bangsa yang besar dan mandiri. Untuk itu diperlukan pemimpin yang bisa
menggerakkan kembali peran sipil intelektual untuk membangun bangsa dan negara.
Mampukah
Indonesia keluar dari keterpurukan ini? Adakah kesadaran rakyat Indonesia untuk
mengembalikan peran intelektual dalam membangun bangsa ini menjadi bangsa yang
besar dan mandiri? Marilah peringatan Hari
Kebangkitan Nasional ini,
kita jadikan sebagai sebuah momentum untuk memasuki abad ke-2 Kebangkitan
Nasional Indonesia baru.
Momentum ini akan diawali dengan pemilihan presiden baru, presiden
yang peduli pada kemakmuran rakyat bukan presiden yang peduli pada koalisinya.
Pemilihan Presiden dan Maraknya Black Campaign/Kampanye hitam
Presiden yang tegas adalah presiden yang mampu membawa bangsa ini pada rel revolusi yang telah dibuat oleh pendiri bangsa. Presiden yang mampu menjalankan amanat revolusi kemerdekaan dalam UUD 1945. Presiden yang merakyat dan mengutamakan kemakmuran rakyat. Presiden yang mampu memberdayakan potensi bangsa dan negara untuk kemakmuran rakyat bukan mengutamakan impor yang memihak mafia.
Presiden yang tegas bukan presiden yang berwajah garang dan arogan. Presiden yang tegas bukan presiden yang kejam dan ditakuti oleh rakyat. Presiden yang tegas bukan yang rentan korupsi dan dipecundangi oleh para mafia. Presiden yang tegas bukan yang hanya melindungi dan memperkaya koalisinya. Tidak peka terhadap penederitaan rakyat dan tidak mampu melaksanakan amanah revolusi dalam UUD 1945.
Kekayaan yang dimiliki negara ini akan sia-sia jika negara
ini tidak dipimpin oleh negarawan, cerdas, merakyat, dan beritegritas.
Negarawan yang cerdas, merakyat, dan
berintegritas akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat, memperdayakan
potensi rakyat, memberikan ruang yang besar terhadap peran intelektual, berpenampilan
dan berpola hidup sederhana. Bekerja keras untuk rakyat dan memberikan
kebijakan yang menyejahterakan rakyat, serta memajukan negara sebagaimana
amanah revolusi dalam UUD 1945. Presiden yang
mau memberikan porsi yang optimal dalam kabinet dan pengambil kebijakan
strategis dalam membangun bangsa dan negara. Sudah saatnya kaum intelektual
diberi porsi yang optimal dan berperan aktif untuk kebangkitan Indonesia baru,
Indonesia yang besar dan mandiri. Oleh karena itu, gunakan hak pilih Anda secara tepat,
karena Pilpres tahun 2014 ini merupakan
pertaruhan masa depan Bangsa Indonesia.
No comments:
Post a Comment