Friday, November 1, 2013

SUMPAH PEMUDA DAN PENDIDIKAN KEBUDIUTAMAAN

 







Artikel Koran Pendidikan Edisi 30 Oktober-5 November 2013



SUMPAH PEMUDA DAN PENDIDIKAN KEBUDIUTAMAAN
Oleh Umi Salamah
Ka. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Budi Utomo Malang


“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, namun satu orang pemuda dapat mengubah dunia” “Ayo bangkit! dan berjuanglah untuk Indonesia, wahai Pemuda Indonesia,” (Soekarno).

Refleksi Sumpah Pemuda dan Ttumbuhnya semangat nasionalisme
Peristiwa 28 Oktober, 85 tahun lalu merupakan peristiwa yang benar-benar super heroik. Bagimana tidak, di tengah penjajahan kolonial Belanda yang dikenal sangat kejam, sekelompok pemuda yang terhimpun dalam organisasi Perhimpunan Indonesia, dengan gagah berani mengikrarkan “Satu tanah air, Satu bangsa, dan Satu bahasa, yakni Indonesia”. Tanpa ikrar sumpah pemuda, barangkali sampai saat ini kita belum bisa merdeka. 


Para pemuda tersebut telah membuktikan bahwa anggapan jelek dari kolonial terhadap bangsa Indonesia sebagai “Laksheid” atau bangsa yang malas, tidak bersatu, dan saling bermusuhan itu tidak benar. Sumpah pemuda merupakan tonggak semangat persatuan dan kesatuan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.  Rasa cinta tanah air (nasioanlisme) benar-benar membangkitkan keberanian untuk membela tanah air. Peristiwa inilah yang menggerakkan bangsa Indonesia hingga mencapai  kemerdekaan. Peristiwa ini diinspirasi dari lahirnya organisasi Budi Utomo yang sekarang diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Budi Utomo itulah yang menyemangati para pemuda Indonesia waktu itu untuk membela bangsanya menuju ke harkat dan martabat yang lebih tinggi.  
Saat ini sudah 68 tahun Indonesia merdeka. Ironisnya hampir seluruh aspek kehidupan bangsa terguncang dahsyat oleh perubahan yang sangat cepat. Kita merasakan krisis multidimensional melanda di bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Nilai kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, budaya dan ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan spiritual bangsa tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.
Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal membangun rasa nasionalisme di berbagai bidang. Keteladanan yang ditunjukkan oleh pemerintah justru bertentangan dengan rasa nasionalisme. Ketidakadilan di bidang hukum, kekacauan di bidang ekonomi, kesenjangan di bidang pendidikan, kerawanan di bidang sosial, kecenderungan menjual sumberdaya alam merupakan bukti kekagagalan pemerintah dalam membangun rasa nasionalisme.  Semua kerusakan itu bersumber dari rusaknya akhlak atau budi pekerti bangsa Indonesia yang sudah bergeser dari nasionalisme ke pragmatisme.
Dalam keadaan seperti sekarang ini, sering tampak perilaku masyarakat menjadi lebih korup, terutama bagi yang memiliki kesempatan. Korupsi telah merajalela dan berjamaah begitu rapat. Media massa mengekspos besar-besaran kasus korupsi yang tidak pernah ditangani secara serius. Fenomena ini berdampak pada makin akutnya gejala pragmatisme di kalangan generasi muda. Hal itu dapat dilihat pada makin banyaknya generasi muda yang ikut-ikutan melakukan korupsi dan penyimpangan moral di setiap kesempatan.
 Di sisi lain, kondisi saat ini juga menimbulkan sikap frustasi bagi rakyat awam yang rapuh. Mereka cenderung mendemostrasikan sikap beringas, antisosial, antikemapanan, dan kontraproduktif yang menyebabkan ketidakseimbangan rasio dan emosi masayarakat.
Ketidakseimbangan rasio dan emosi masayarakat itu berimbas pada makin maraknya kenakalan remaja, seperti perkelahian antarpelajar, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, yang berpengaruh pada menurunnya semangat dan kualitas belajar. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi sejak dini akan menimbulkan gejala sosial yang dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita benar-benar merindukan moralitas pemimpin dan generasi muda yang penuh dengan kegigihan, ketulusan, kebersamaan, kesantunan, kejujuran, dan keberanian dalam membela dan memperjuangkan tanah air Indonesia sebagaimana dicontohkan para pemuda waktu itu.  Apakah pendidikan kebudiutamaan sebagaimana yang dirintis oleh organisasi Budi Utomo mampu menyiapkan generasi yang berbudi pekerti dan tangguh bersaing dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

  
Pendidikan Kebudiutamaan sebagai representasi cita-cita Sumpah Pemuda
            Dalam dunia pendidikan, era perubahan radikal dapat dilihat dengan adanya penjungkirbalikan nilai-nilai yang telah kita miliki menjadi porak poranda. Nilai-nilai itu hampir tercabut sampai ke akar-akarnya. Bagi kita yang masih memiliki rasa nasionalisme merasa perlu melakukan diagnosis terhadap sikap dan perilaku yang menyimpang dari norma dan moral yang kurang terkendali ini. Juga perlu dicarikan pola terapi yang tepat melalui pendidikan yang menekankan budi pekerti dan daya saing dengan pendekatan keakraban nasional, sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekarno bahwa “bangsa kita adalah bangsa yang besar, berbeda-beda tetapi tetap satu, yaitu Indonesia”.
Paradigma pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Apabila seluruh bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan dan kesatuan bangsa yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah urgen untuk menata kembali politik pendidikan nasional kita yang menekankan keseimbangan ketiga kecerdasan tersebut.
            Sehubungan dengan itu, dalam kondisi yang memprihatinkan ini, marilah  kita bersatu padu mewujudkan Indonesia yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai kebudiutamaan yang telah diwariskan oleh pendiri negara kita, yaitu dengan mengembangkan paradigma pendidikan bangsa yang patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa optimis dengan menyelaraskan ketiga kecerdasan, intelektual, emosional, dan spiritual.
Pendidikan kebudiutamaan  diilhami oleh organisasi Budi Utomo sebagai het schoone striven (ikhtiar yang indah), yang mengandung arti ‘cendekiawan berbudi mulia’ atau ‘kebudayaan yang mulia’. Bangsa Indonesia saat itu yakin bahwa untuk mencapai kemerdekaan dan melenyapkan penjajahan harus dilawan dengan kecerdikan dan kearifan diplomasi bukan hanya dengan mengangkat senjata. Kecerdikan dan kearifan itu hanya bisa dimiliki melalui pendidikan intelektual dan moral.
Sehubungan dengan itu, pendidikan kebudiutamaan  merupakan terapi mental bangsa dengan jiwa optimis sebagai upaya penyembuhan dari penyimpangan perilaku fisik dan mental psikologis bangsa ini. Pendidikan kebudiutamaan  bertujuan  mengembangkan jiwa patriotisme, kesadaran berbangsa, dan negara yang mengedepankan pendidikan nilai (agama, ideologi, dan budaya)  bangsa, pendidikan karakter, dan pendidikan politik bagi generasi masa depan bangsa.
Pelaksanaan dalam program pembelajaran pendidikan kebudiutamaan  adalah berbasis karakter kebangsaan. Nilai-nilai yang diajarkan dalam pendidikan kebudiutamaan menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
Adapun nilai etik utama yang harus diajarkan dalam sistem pendidikan kebudiutamaan adalah (a) sikap dapat dipercaya (trustworthy) yang  meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity), (2) sikap memperlakukan orang lain dengan hormat (treats people with respect), (3) sikap bertanggung jawab (responsible), (4) sikap  adil (fair), (5) sikap  kasih sayang (caring), dan (6) sikap sebagai warga negara yang baik (good citizen).
Apabila pendidikan kebudiutamaan ini dijadikan sebagai mata pelajaran di tingkat dasar dan menengah dan dijadikan sebagai matakuliah di tingkat perguruan tinggi, keseimbangan antara pembinaan kecerdasan intelektual, emosional, piritual yang dilandasi semangat nasionalis akan membentuk moralitas yang baik, memiliki daya saing, dan memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme)  yang tinggi. Dengan demikian akan terwujud generasi sebagaimana para pemuda yang berhasil  membawa kemerdekaan Indonesia. Yang lebih mendasar dari pendidikan kebudiutamaan ini adalah perlunya keteladanan orang  dewasa (guru, dosen, orang tua, para pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan lain-lain), karena pendidikan kebudiutamaan lebih menekankan pada etika dan pendidikan moral berbangsa dan bernegara. Dengan demikian yang perlu mendapat perhatian adalah membangkitkan kesadaran jiwa untuk menggairahkan peran hati nurani sebagai makhluk Tuhan, sebagai pribadi, dan sebagai bangsa Indonesia.

2 comments:

  1. asalamualaikum . . selamat siang bu .. untuk tugas mata kuliah menulis kreatif angkatan 2011-B ,jurusan bahasa Indonesia tugas membuat puisi artikel ibu yang mna iia bu, maksudnya judulnya apa bu??

    ReplyDelete
  2. Thanks ya sob udah share .......................



    bisnistiket.co.id

    ReplyDelete