Artikel Koran Pendidikan Edisi 30 Oktober-5 November 2013
SUMPAH PEMUDA DAN PENDIDIKAN KEBUDIUTAMAAN
Oleh Umi Salamah
Ka. Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia IKIP Budi Utomo Malang
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, namun satu orang pemuda dapat
mengubah dunia” “Ayo bangkit! dan berjuanglah untuk Indonesia, wahai Pemuda
Indonesia,” (Soekarno).
Refleksi Sumpah Pemuda dan Ttumbuhnya semangat nasionalisme
Peristiwa 28
Oktober, 85 tahun lalu merupakan peristiwa yang benar-benar super heroik. Bagimana
tidak, di tengah penjajahan kolonial Belanda yang dikenal sangat kejam,
sekelompok pemuda yang terhimpun dalam organisasi Perhimpunan Indonesia, dengan gagah berani mengikrarkan “Satu tanah
air, Satu bangsa, dan Satu bahasa, yakni Indonesia”. Tanpa ikrar sumpah pemuda,
barangkali sampai saat ini kita belum bisa merdeka.
Para pemuda tersebut telah
membuktikan bahwa anggapan jelek dari kolonial terhadap bangsa Indonesia
sebagai “Laksheid” atau bangsa yang
malas, tidak bersatu, dan saling bermusuhan itu tidak benar. Sumpah pemuda
merupakan tonggak semangat persatuan dan kesatuan dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Rasa cinta tanah air
(nasioanlisme) benar-benar membangkitkan keberanian untuk membela tanah air.
Peristiwa inilah yang menggerakkan bangsa Indonesia hingga mencapai kemerdekaan. Peristiwa ini diinspirasi dari
lahirnya organisasi Budi Utomo yang sekarang diperingati sebagai hari
kebangkitan nasional. Nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Budi Utomo itulah
yang menyemangati para pemuda Indonesia waktu itu untuk membela bangsanya
menuju ke harkat dan martabat yang lebih tinggi.
Saat ini sudah
68 tahun Indonesia merdeka. Ironisnya hampir seluruh aspek kehidupan bangsa
terguncang dahsyat oleh perubahan yang sangat cepat. Kita merasakan krisis
multidimensional melanda di bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Nilai
kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, budaya dan
ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan spiritual bangsa
tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.
Hal itu
menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal membangun rasa nasionalisme di
berbagai bidang. Keteladanan yang ditunjukkan oleh pemerintah justru
bertentangan dengan rasa nasionalisme. Ketidakadilan di bidang hukum, kekacauan
di bidang ekonomi, kesenjangan di bidang pendidikan, kerawanan di bidang
sosial, kecenderungan menjual sumberdaya alam merupakan bukti kekagagalan
pemerintah dalam membangun rasa nasionalisme.
Semua kerusakan itu bersumber dari rusaknya akhlak atau budi pekerti
bangsa Indonesia yang sudah bergeser dari nasionalisme ke pragmatisme.
Dalam keadaan
seperti sekarang ini, sering tampak perilaku masyarakat menjadi lebih korup,
terutama bagi yang memiliki kesempatan. Korupsi telah merajalela dan berjamaah
begitu rapat. Media massa mengekspos besar-besaran kasus korupsi yang tidak
pernah ditangani secara serius. Fenomena ini berdampak pada makin akutnya
gejala pragmatisme di kalangan generasi muda. Hal itu dapat dilihat pada makin
banyaknya generasi muda yang ikut-ikutan melakukan korupsi dan penyimpangan
moral di setiap kesempatan.
Di sisi lain, kondisi saat ini juga menimbulkan
sikap frustasi bagi rakyat awam yang rapuh. Mereka cenderung mendemostrasikan sikap
beringas, antisosial, antikemapanan, dan kontraproduktif yang menyebabkan ketidakseimbangan
rasio dan emosi masayarakat.
Ketidakseimbangan
rasio dan emosi masayarakat itu berimbas pada makin maraknya kenakalan remaja,
seperti perkelahian antarpelajar, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, yang
berpengaruh pada menurunnya semangat dan kualitas belajar. Apabila kondisi ini
tidak diantisipasi sejak dini akan menimbulkan gejala sosial yang dapat
berakibat fatal bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita
benar-benar merindukan moralitas pemimpin dan generasi muda yang penuh dengan
kegigihan, ketulusan, kebersamaan, kesantunan, kejujuran, dan keberanian dalam
membela dan memperjuangkan tanah air Indonesia sebagaimana dicontohkan para
pemuda waktu itu. Apakah pendidikan
kebudiutamaan sebagaimana yang dirintis oleh organisasi Budi Utomo mampu
menyiapkan generasi yang berbudi pekerti dan tangguh bersaing dalam
meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Pendidikan Kebudiutamaan sebagai representasi cita-cita Sumpah Pemuda
Dalam
dunia pendidikan, era perubahan radikal dapat dilihat dengan adanya penjungkirbalikan
nilai-nilai yang telah kita miliki menjadi porak poranda. Nilai-nilai itu hampir
tercabut sampai ke akar-akarnya. Bagi kita yang masih memiliki rasa
nasionalisme merasa perlu melakukan diagnosis terhadap sikap dan perilaku yang
menyimpang dari norma dan moral yang kurang terkendali ini. Juga perlu dicarikan
pola terapi yang tepat melalui pendidikan yang menekankan budi pekerti dan daya
saing dengan pendekatan keakraban nasional, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Soekarno bahwa “bangsa kita adalah bangsa yang besar, berbeda-beda tetapi tetap
satu, yaitu Indonesia”.
Paradigma
pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara
pembinaan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Apabila seluruh
bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan dan kesatuan bangsa
yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah urgen untuk menata kembali politik
pendidikan nasional kita yang menekankan keseimbangan ketiga kecerdasan
tersebut.
Sehubungan
dengan itu, dalam kondisi yang memprihatinkan ini, marilah kita bersatu padu mewujudkan Indonesia yang
lebih baik berdasarkan nilai-nilai kebudiutamaan yang telah diwariskan oleh
pendiri negara kita, yaitu dengan mengembangkan paradigma pendidikan bangsa
yang patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa optimis dengan menyelaraskan
ketiga kecerdasan, intelektual, emosional, dan spiritual.
Pendidikan
kebudiutamaan diilhami oleh organisasi
Budi Utomo sebagai het schoone striven
(ikhtiar yang indah), yang mengandung arti ‘cendekiawan berbudi mulia’ atau ‘kebudayaan
yang mulia’. Bangsa Indonesia saat itu yakin bahwa untuk mencapai kemerdekaan
dan melenyapkan penjajahan harus dilawan dengan kecerdikan dan kearifan
diplomasi bukan hanya dengan mengangkat senjata. Kecerdikan dan kearifan itu
hanya bisa dimiliki melalui pendidikan intelektual dan moral.
Sehubungan
dengan itu, pendidikan kebudiutamaan merupakan terapi mental bangsa dengan jiwa optimis
sebagai upaya penyembuhan dari penyimpangan perilaku fisik dan mental
psikologis bangsa ini. Pendidikan kebudiutamaan bertujuan mengembangkan jiwa patriotisme, kesadaran
berbangsa, dan negara yang mengedepankan pendidikan nilai (agama, ideologi, dan
budaya) bangsa, pendidikan karakter, dan
pendidikan politik bagi generasi masa depan bangsa.
Pelaksanaan dalam
program pembelajaran pendidikan kebudiutamaan adalah berbasis karakter kebangsaan. Nilai-nilai
yang diajarkan dalam pendidikan kebudiutamaan menekankan pentingnya tiga
komponen karakter yang baik yaitu moral knowing
atau pengetahuan tentang moral, moral feeling
atau perasaan tentang moral dan moral
action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu
memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
Adapun nilai
etik utama yang harus diajarkan dalam sistem pendidikan kebudiutamaan adalah
(a) sikap dapat dipercaya (trustworthy)
yang meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity), (2) sikap memperlakukan
orang lain dengan hormat (treats people
with respect), (3) sikap bertanggung jawab (responsible), (4) sikap adil
(fair), (5) sikap kasih sayang (caring), dan (6) sikap sebagai warga negara yang baik (good
citizen).
Apabila
pendidikan kebudiutamaan ini dijadikan sebagai mata pelajaran di tingkat dasar
dan menengah dan dijadikan sebagai matakuliah di tingkat perguruan tinggi, keseimbangan
antara pembinaan kecerdasan intelektual, emosional, piritual yang dilandasi
semangat nasionalis akan membentuk moralitas yang baik, memiliki daya saing,
dan memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi. Dengan demikian akan terwujud generasi
sebagaimana para pemuda yang berhasil
membawa kemerdekaan Indonesia. Yang lebih mendasar dari pendidikan
kebudiutamaan ini adalah perlunya keteladanan orang dewasa (guru, dosen, orang tua, para pejabat
pemerintah, tokoh masyarakat, dan lain-lain), karena pendidikan kebudiutamaan
lebih menekankan pada etika dan pendidikan moral berbangsa dan bernegara. Dengan demikian yang perlu mendapat perhatian adalah membangkitkan kesadaran
jiwa untuk menggairahkan peran hati nurani sebagai makhluk Tuhan, sebagai
pribadi, dan sebagai bangsa Indonesia.
asalamualaikum . . selamat siang bu .. untuk tugas mata kuliah menulis kreatif angkatan 2011-B ,jurusan bahasa Indonesia tugas membuat puisi artikel ibu yang mna iia bu, maksudnya judulnya apa bu??
ReplyDeleteThanks ya sob udah share .......................
ReplyDeletebisnistiket.co.id