Tuesday, August 26, 2014

Rasionalitas Struktur Birokrasi Menuju Indonesia Hebat: Mencermati Wacana Perampingan Kabinet Jokowi-JK,





RASIONALITAS STRUKTUR BIROKRASI MENUJU INDONESIA HEBAT:
Mencermati Wacana Perampingan Struktur Kabinet Jokowi-JK

Oleh: Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat sosial poliitik


Rasionalisasi birokrasi yang efektif dan akuntabel merupakan kebutuhan yang sangat vital dan mendesak untuk dilakukan karena birokrasi adalah urat nadi terstruktur dalam membangun negara dan terlibat langsung dalam formulasi, implementasi dan distribusi layanan kesejahteraan kepada rakyat.  

Rasionalitas struktur birokrasi mendesak untuk dilakukan. Mengapa demikian? Mengapa tingginya APBN selama ini tidak pernah menyejahterakan rakyat? Beberapa hasil riset dan survei yang dilakukan oleh lembaga independen menemukan sejumlah permasalahan yang menghambat kemajuan sekaligus memperlambat tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia, antara lain disebabkan oleh (1) Indonesia masih merupakan negara pejabat, (2) belum efektifnya peraturan perundang-undangan, (3) pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) para PNS yang masih rendah, (4) belum terselenggaranya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel, (5) pelayanan publik yang belum memadai, dan (6) kualitas SDM Aparatur negara yang kurang profesional. 
Indonesia masih merupakan negara pejabat karena Indonesia memiliki jumlah pejabat yang paling banyak dan paling gemuk di dunia. Apabila dibandingkan dengan negara Cina yang jauh lebih luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar hanya memiliki 11 kementerian. Sementara itu, Australia memiliki  28 kementerian, Korea Selatan 13, Jepang 16, Malaysia 18, dan USA hanya 15. Mereka memiliki jumlah kementerian yang ramping tetapi rakyatnya lebih maju dan lebih sejahtera.  
Sementara itu, Indonesia memiliki kementrian sebanyak 34. Di samping itu, Indonesia masih memiliki pejabat nonkementrian sebanyak 30, nonstruktural 97, dan Lembaga PEMDA (Propinsi 33, kota dan kabupaten 520). Jumlah itu belum termasuk jumlah legislatif, staf ahli dan staf lainnya. Struktur politik semacam itu sangat tidak rasional, tidak efektif, dan tidak efisien karena memerlukan biaya yang sangat besar. 

Biaya yang digunakan untuk menggaji dan memfasilitasi mereka sangat mahal, padahal kinerja yang mereka lakukan tidak impas dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk itu semakin jelas permasalahannya. Mengapa anggaran APBN yang begitu besar hanya menetes kepada rakyat? karena semua anggaran APBN hanya berhenti di atap, di elit, sehingga mustahil dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebesar apa pun APBN jika struktur birokrasi tidak rasional, tidak akan pernah menyejahterakan masyarakat. Birokrasi yang tidak transparan dan penegakan hukum yang tidak objektif juga memicu terjadinya korupsi dalam berbagai instansi. Ini merupakan pintu terbesar bocornya anggaran yang seharusnya disalurkan kepada rakyat. Itulah sebabnya, perampingan struktur kabinet dan pejabat dengan mengacu pada rasionalitas, efektivitas, dan akuntabilitas ditunjang penegakan hukum yang objektif di Indonesia mendesak untuk dilakukan. Tanpa itu, masyarakat kita akan tetap seperti ini, korup, rendah, dan terbelakang.
Dengan rasionalisasi birokrasi pada tahun 2014– 2019 diharapkan akan terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan. Dari birokrasi yang lamban, feodal dan korup menjadi birokrasi yang efektif, moderen dan mengedepankan pelayanan publik. Rasionalisasi birokrasi diharapkan akan dapat mengubah struktur, organisasi, manajemen, kebijakan, pola pikir, dan budaya kerja SDM aparatur pemerintah. Kebijakan ini dianggap dapat menghemat anggaran, memperbaiki kualitas pelayanan publik dan mendorong mekanisme kerja pemerintah yang lebih efesien dan efektif. Dengan jaminan penegakan hukum yang objektif maka akan terjadi keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. Hukum harus berlaku sama dan adil, baik, ke atas maupun ke bawah.
Merasionalisasi birokrasi memang bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Bila ada yang idealis dan telah menjadi bagian dari sistem birokrasi Indonesia dalam 30-40 tahun terakhir, maka lebih banyak pesimis. Akan tetapi, jika kita menelisik keberhasilan Jokowi-Ahok dalam merasionalisasi birokrasi di DKI menjadi birokrasi yang efektif dan akuntabel merupakan angin segar untuk memberikan suntikan motivasi dalam melaksanakan pembaharuan sistem yang dimulai dari membangun wacana soal rasinalisasi birokrasi dan diikuti tindakan nyata secara paralel dengan menciptakan (dis) incentive, kapasitas, keberanian kepemimpinan serta peran serta masyarakat dan media demi Indonesia Hebat.
Membayangkan perubahan drastis dalam skala masif dalam waktu singkat mungkin tidak adil bagi Jokowi-JK. Reformasi birokrasi memang merupakan kebutuhan vital dan merupakan sebuah grand design yang akan terus berlanjut sampai nanti benar-benar terwujud apa yang disebut sebagai good governance, yakni penyelenggaraan pemerintahan yang berlangsung secara akuntabel, profesional, efektif, efisien, transparan, terbuka dan mentaati hukum (rule of law). Sehubungan dengan itu, pemilihan kabinet yang profesional mutlak di lakukan dari mana pun asalnya (dari parpol, akademisi, maupun praktisi). Yang juga sangat penting untuk dilakukan adalah, para kabinet dalam pemerintahan harus memahami soal bagaimana merasionalisasi birokrasi di lingkungan kementriannya sambil berperan secara bertahap dalam membangun birokrasi yang efektif, efisien, dan akuntabel dalam skala yang lebih masif dan merata.
Jokowi dengan metode Blusukannya tentunya memerlukan dukungan para kabinet yang paham secara detail soal konsep dan praktek birokrasi yang sehat. Konsep Blusukan dengan mengundang partisipasi publik dalam menggalang aspirasi rakyat maupun dengan menggunakan partisipasi rakyat dalam mengontrol kinerja lembaga-lembaga nasional dan daerah merupakan sebuah terobosan bersejarah. Sementara itu, kecepatan JK dalam mengambil keputusan akan mempercepat terjadinya rasionalisasi birokrasi di Indonesia. Tentu saja harus dibarengi dengan pemilihan kabinet yang kapabel, tangguh, dan berani dalam merasionalisasi birokrasi di jajarannya.
Mencermati wacana perampingan susunan kabinet Jokowi-JK diharapkan dapat menjawab rasinalitas birokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Sebab tujuan rasinalisasi birokrasi hakikatnya untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas birokrasi pemerintah melalui penguatan peraturan perundang-undangan, perubahan perilaku, penataan organisasi, penataan manajemen SDM aparatur, penguatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan praktek KKN, penerapan sistem monitoring, evaluasi kinerja dan pengawasan birokrasi yang melibatkan partisipasi masyarakat. Ketika perampingan kabinet yang profesional, tangguh, dan berani sudah terlaksana, maka pada akhirnya berujung pada peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

No comments:

Post a Comment