Saturday, August 30, 2014

REVOLUSI MENTAL MELALUI DONGENG BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DAN IT UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KREATIF










THE MENTAL REVOLUTION BY LOCAL STORY  BASED ON CHARACTERIZED EDUCATION AND IT FOR SUPPORTING CREATIVE INDUSTRY
 Umi Salamat and The team

Abstract: Creative industry is the industry which main element is creativity, expert and talent. It has potency to improve the welfare throw offering intellectual creation, one of them is story. The research is aimed at first year as follows: describe the values ​​of character education tales contained in local and non-fictional character of Indonesian children, theoretical models-based development of local creative story tale character education, and a prototype-based local tales of creative writing education character. The purpose of this study is described in the research design development model of Borg & Gall that lasted for two years budget. Based on the result of data analysis, it can be concluded that (1) prototype is resulted in the form of the story “Si Panji” which has a positive character of the deers local story and which are combined characters Indonesian which has nationalist and patriotic spirit. The story is full of characterized education value, but it is wrapped with humour, imagination, and adventure of kids aged 9-12 years, (2) prototype is resulted in the form of the comic “Si Panji”. The story is full of characterized education value, but it is wrapped with humour, imagination, and adventure of kids aged 9-12 years, (3) prototype is resulted in the form of the cartoon “Si Panji”. The story is full of characterized education value, but it is wrapped with humour, imagination, and adventure of kids aged 9-12 years

Keyword: local story, creative story,  comic, and carrtoon, characterized education, and creative industry   






REVOLUSI MENTAL MELALUI DONGENG  BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DAN IT  UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KREATIF

Umi Salamah*)[1]

Abstrak: Industri kreatif merupakan industri yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Penelitian tahun pertama ini bertujuan sebagai berikut: (1) mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam dongeng lokal dan tokoh nyata putra Indonesia, (2) model teoretik pengembangan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan karakter, dan (3)  prototipe  penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan karakter. Tujuan  penelitian ini dijabarkan dalam  rancangan  riset model pengembangan Borg & Gall yang  berlangsung  selama dua tahun anggaran. Hasil akhir penelitian ini berupa (1) prototipe  penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan karakter berupa dongeng kreatif dengan nama tokoh Si Panji yang memiliki karakter positif dari dongeng lokal si kancil yang dikombinasi dengan karakter tokoh Indonesia yang memiliki jiwa nasionalis dan patriotis, yaitu sopan, semangat, sukses, interaktif, inspiratif, indah, pandai, pemimpin, aktif, banyak akal, jujur, dan inovatif. Substansi cerita ini benar-benar baru segar penuh humor dan pertualangan dalam menyelesaikan masalah kongkret anak usia 9—12 tahun, (2) prototipe  penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan karakter berupa komik kreatif dengan nama tokoh Si Panji yang memiliki karakter yang sama dari dongeng kreatif. Substansi cerita benar-benar baru segar penuh humor dan pertualangan menyelesaikan masalah kongkret anak usia 9—12 tahun, dan (3) prototipe  penulisan kreatif dongeng lokal berbasis pendidikan karakter berupa kartun kreatif dengan nama tokoh Si Panji yang memiliki karakter sopan, semangat, sukses, interaktif, inspiratif, indah, pandai, pemimpin, aktif, banyak akal, jujur, dan inovatif. Substansi cerita benar-benar baru segar penuh humor dan pertualangan menyelesaikan masalah kongkret anak usia 9—12 tahun.

Kata kunci: dongeng lokal, dongeng kreatif, pendidikan karakter, IT, industri kreatif.



PENDAHULUAN
Saat ini, industri kreatif semakin hangat dibicarakan oleh pemerintah, swasta, dan pelaku wirausaha. Pemerintah sudah semakin menaruh perhatian terhadap industri kreatif, seperti terlibatnya Departemen Perdagangan. Salah satu industri kreatif dalam kesenian adalah karya sastra.
Penerbit terbesar di Indonesia dengan omset puluhan miliar rupiah, 80%-nya berasal dari cerita anak (Basino, 2003). Dari seluruh buku yang beredar di Indonesia, 70%-nya adalah buku terjemahan (Kompas, 2002), Hal seperti ini juga berlaku untuk dongeng. Ini sungguh disayangkan. Seandainya industri kreatif dongeng ini digarap dengan serius oleh putra Indonesia, maka akan menyumbang penghasilan dan menambah pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia.
Mengapa harus dongeng? McClelland mempertanyakan, mengapa ada bangsa‑bangsa tertentu yang rakyatnya bekerja keras untuk maju dan ada yang tidak. Dia membandingkan bangsa Inggris dan Spanyol yang pada abad ke‑16 merupakan dua negara raksasa yang kaya raya, namun sejak itu Inggris terus berkembang menjadi makin besar, sedangkan Spanyol menurun menjadi negara yang lemah. Setelah semua diteliti McClelland menemukan cerita dan dongeng anak‑anak yang terdapat di dua negeri itu. dongeng dan cerita anak­-anak di Inggris pada awal abad ke‑16 itu mengandung semacam “virus” yang menyebabkan pendengar atau pembacanya terjangkiti penyakit “butuh karakter nasionalis”, the need for nationalis character, yang kemudian disimbolkan dengan “n‑Nch” yang menjadi sangat terkenal. Sedangkan cerita anak dan dongeng yang di Spanyol justru menina­bobokkan, tidak mengandung “virus” tersebut (Marahimin, 2003).
Mencermati kerangka berpikir McClelland, kita dapat mengetahui bahwa rekayasa dongeng lokal yang sudah akrab dengan bangsa Indonesia  bisa menyumbangkan pembangunan bangsa ini menuju bangsa yang besar dan berkarakter nasionalis Indonesia. Untuk itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dari dongeng lokal dan tokoh Indonesia; (2) membuat model teoretik tentang pengembangan dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter; dan (3) membuat prototipe penulisan dongeng kreatif Indonesia berbasis pendidikan karakter.       
               
METODE PENELITIAN
Berdasarkan sifat, jenis masalah penelitian dan tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini dirancang untuk dilaksanakan dalam dua tahap selama dua tahun.
Berdasarkan masalah penelitian maka prosedur yang akan ditempuh dalam memecahkan masalah tersebut adalah sebagai berikut. Penelitian tahap I ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan (Borg & Gall). Target utama penelitian tahap ini adalah tersusunnya model dan prototipe penulisan dongeng berbasis pendidikan karakter (character education).
Korpus data penelitian ini adalah seluruh dongeng lokal yang sudah dikenal oleh sebagian masyarakat di Indonesia dan pendidikan karakter tokoh besar bangsa Indoensia. Pemilihan data dilakukan dengan cara menunjukkan keterwakilan dongeng yang ada di Indonesia. Instrumen penelitian ini adalah lembar pengamatan.
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu studi dokumentasi dan pengembangan. Studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil penelitian pendidikan karakter. Pengembangan digunakan untuk menyusun model penulisan dongeng berbasis IT dan pendidikan karakter.  
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif yang diterapkan adalah analisis isi, analisis domain, dan analisis taksonomis.
Road Map penelitian dijelaskan sebagai berikut.








PENELITIAN PENGEMBANGAN
(Borg & Gall)
 

REALISASI
MODEL
 




PRINSIP PENGEMBANGAN MODEL

 
 





 













Bagan adaptasi dari (Borg & Gall).

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PONDASI KESUKSESAN PERADABAN BANGSA
McClelland adalah seorang psikolog sosial yang tertarik pada masalah‑masalah pem­bangunan. Melalui penelitian dan pembuktian yang nyata, dia sampai pada kesimpulan lain mengenai kegunaan dongeng, di samping hanya untuk menitipkan pesan moral (Marahimin, 2003).
Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa dongeng dan cerita anak­-anak di Inggris pada awal abad ke‑16 itu mengandung semacam 'virus' yang menyebabkan pendengar atau pembacanya terjangkiti penyakit butuh berprestasi', the need for achievement, yang kemudian disimbolkan dengan 'n‑Ach', yang menjadi sangat terkenal. Adapun cerita anak dan dongeng yang di Spanyol justru menina­bobokkan pembaca, tidak mengandung 'virus' tersebut (Marahimin, 2003). Sementara di Indonesia, pengembangan pendidikan karakter menjadi perhatian di dunia pendidikan.
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh di Harvard University Amerika Serikat (Akbar, 2000), menunjukkan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik menjadi sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan  nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan  norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Mahesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia berkarakter mulia atau akhlaqul karimah.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan karakter mulia/akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemendiknas, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Di pendidikan tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup besar.
Mengapa dongeng lokal bisa diteliti? Hal ini sesuai dengan pendapat Danandjaja (1988) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui kebudayaan suatu bangsa, kita dapat mengetahuinya melalui foklor. Hal ini disebabkan oleh temuan folk­lor yang mengungkapkan kepada kita secara terselubung (seperti dalam dongeng) atau secara gamblang (seperti pada peribahasa), bagaimana folknya berfikir. Selain itu juga melalui folklor suatu kolektif yang mengabadikan atau mengungkapkan apa yang dirasakan penting baginya pada suatu masa. Pendekatan penelitian semacam ini dalam sastra disebut pendekatan arkitipal (Darma, 2004)
Pernyataan ini juga sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat tentang kebudayaan yang membagi kebudayaan atas tiga aspek. Ketiga aspek itu adalah  (1) kebudayaan sebagai tata kelakuan manusia; (2) kebudayaan sebagai kelakuan manusia; dan (3) kebudayaan se­bagai hasil kelakuan manusia.
Bentuk‑bentuk folklor tersebut dapat dijadikan bahan un­tuk menganalisis tata kelakuan kolektif pendukungnya, karena mereka masing‑masing mempunyai beberapa fungsi, yang me­nurut William R. Bascom (dalam Danandjaja)  ada empat: (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai alat pengesahan kebudayaan, (3) sebagai alat peda­gogik, dan (4) sebagai alat pemaksa berlakunya norma masya­rakat dan pengendalian masyarakat.
Bagian dari kebudayaan yang disebut folklor itu dapat berupa bahasa rakyat; ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah dan lain‑lain); teka‑teki; cerita prosa rakyat seperti mite, legen dan dongeng (termasuk lelucon dan anekdot); nyanyian rakyat; teater rakyat; permainan rakyat; kepercayaan/keyakinan rakyat; ar­sitektur rakyat; seni rupa dan seni lukis rakyat; musik rakyat, gerak isyarat (gesture); dan sebagainya (Danandjaja, 1988).
            Berdasarkan uraian di atas dan mengacu pada UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pilot project pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah pendidikan karakter yang digali dari kekayaan bangsa dalam bentuk dongeng lokal dengan nilai-nilai yang bersumber dari kebudayaan bangsa yang bersumber dari tokoh Indonesia dan disampaikan. Penggalian pendidikan karakter dari dongeng lokal dilakukan dengan cara mengidentifikasi nilai-nilai positif dan negatif. Nilai positif dikembangkan sebagai karakter tokoh protagonis yaitu si Panji, sedangan karakter negatif dikembangkan sebagai karakter tokoh antagonis yaitu si Anto (teman sekolah Panji yang gemar mencuri dan dan copet). Selain mengambil karakter positif dari dongeng lokal, tokoh Paji juga diberi karakter yang inovatif, kreatif, dan futuristik tokoh asli Indonesia. Pada prototipe ini, tokoh Paji diberikan karakter tokoh BJ Habibie, sehingga karanter Panji benar-benar mencerminkan karakter yang diharapkan dimiliki oleh anak-anak Indonesia, yaitu humoris, humanis, inovatif, kreatif, dan produktif.

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DONGENG LOKAL
Hunt (dalam Nurgiyantoro, 2005) mendefiniskan dongeng sebagai bacaan yang dibaca oleh anak, yang secara khusus cocok untuk anak, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anak‑anak. Buku‑buku tersebut isinya harus sesuai dengan minat dan dunia anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, dan buku‑buku tersebut dapat memuaskan anak.
Dongeng tidak harus berkisah tentang anak, tentang dunia anak, tentang berbagai peristiwa yang mesti melibatkan anak. Dongeng dapat berkisah tentang apa saja yang menyangkut kehidupan, baik kehidupan manusia, binatang, tumbuhan, maupun kehidupan yang lain termasuk makhluk dari dunia lain. Namun, apa pun isi kandungan cerita yang dikisahkan mestilah berangkat dari sudut pandang anak, dari kacamata anak dalam memandang dan memperlakukan sesuatu, dan sesuatu itu haruslah berada dalam jangkauan pemahaman emosional dan pikiran anak (Nurgiyantoro, 2005).
Dari segi isi dan bentuk, dongeng memiliki sejumlah keterbatasan baik yang menyangkut pengalaman kehidupan yang dikisahkan, cara mengisahkan, maupun bahasa yang dipergunakan untuk mengekspresikan. Pengalaman anak masih terbatas, maka anak belum dapat memahami cerita yang melibatkan pengalaman hidup yang kompleks. Fantasi anak akan mudah dan begitu saja menerima cerita binatang yang berbicara dan bertingkah laku seperti manusia, cerita dewa‑dewa atau manusia super, atau cerita‑cerita yang termasuk kategori legenda dan sejenisnya. Sesuatu yang bagi orang dewasa tidak masuk akal, bagi anak adalah hal yang wajar (Nurgiyantoro, 2005).
Selain dalam hal pengalaman, keterbatasan anak juga terdapat hal bahasa dan cara pengisahan cerita. Anak belum dapat menjangkau dan memahami kosakata dan kalimat yang kompleks. Oleh karena itu, secara umum. dapat dikatakan bahwa bahasa sastra anak adalah berkarakteristik sederhana, sederhana dalam kosakata, struktur, dan ungkapan. Bahasa dongeng masih lebih lugas, apa adanya, dan tidak berbelit. Demikian pula halnya dalam teknik penceritaan. Alur cerita haruslah yang juga sederhana, mudah dipahami dan diimajinasikan, tidak berbelit dan tidak kompleks. Karakter tokoh tentulah lebih menunjuk pada karakter yang sederhana dan familiar sehingga anak juga merasa dekat dan sudah mengenali. Hubungan antara alur dan karakter, karakter dengan berbagai aksi dan peristiwa, terlihat langsung dan jelas serta mudah dikenali hubungan sebab akibatnya. Namun, tentu saja terdapat gradasi tentang keserdahanaan dan atau kompleksitas sastra anak tersebut berdasarkan usia dan tingicat perkembangan jiwa.
Huck dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005)  membagi buku‑buku yang cocok untuk bacaan anak yang sesuai dengan tiap tahapan usia anak, dan tahapan usia anak dibedakan ke dalam tahap‑tahap: (1) sebelum sekolah‑‑masa pertumbuhan, usia 1‑2 tahun, (2) prasekolah dan taman kanak‑kanak, usia 3, 4, dan 5 tahun, (3) masa awal sekolah, usia 6 dan 7 tahun, (4) elementari tengah, usia 8 dan 9 tahun, dan (5) elementari akhir, usia 10, 11, dan 12 tahun. Jadi, berdasarkan pembagian Huck dkk. di atas, yang dapat dikategorikan sebagai anak adalah anak‑anak usia 1 hingga kurang lebih 12 tahun.
Piaget (dalam Nurgiyantoro, 2005)  membagi perkembangan intelektual anak ke dalam empat tahapan, dan tiap tahapan mempunyai karakteristik berbeda yang mempunyai konsekuensi pada respons anak terhadap bacaan. Keempat perkembangan intelektual itu adalah: (1) tahap sensori‑motor (the sensory‑motor period, 0‑2 tahun), (2) tahap praoperasional (the preoperational period, 2‑7 tahun), (3) tahap operasional konkret (the concrete operational, 7‑11 tahun), dan (4) tahap operasi formal (the formal operational, II atau 12 tahun ke atas). Dengan demikian, orang yang dapat dikategorikan sebagai anak itu adalah orang yang berusia 0 tahun sampai dengan sekitar 12 tahun. Jadi, anak yang dimaksudkan dalam sastra anak itu adalah orang yang berusia 0 tahun sampai sekitar 12 atau 13 tahun, atau anak yang sudah masuk dalam masa remaja awal.
Berdasarkan uraian di atas, maka nilai pendidikan karakter yang dikembangkan dalam dongeng pada penelitian ini adalah pendidikan karakter yang sesuai dengan anak usia 9—12 tahu atau setara dengan anak usia sekolah dasar. Tokoh “Panji” yang diciptakan dalam buku dongeng, komik, dan kartun sebagai produk  penelitian ini adalah tokoh anak usia sekolah dasar yang memiliki karakter sebagaimana yang tercermin dalam namanya, yaitu santun bertutur kata, sopan kepada orang tua dan guru, selalu berpenampilan indah (rapi dan menarik) pandai dan selalu menjadi tauladan bagi teman-temannya atau siap menjadi pemimpin, banyak akal (banyak strategi dan humoris, penuh pertualangan), dan selalu jujur. Karakter ini dikembangkan dari karakter positif tokoh si Kancil dan tokoh BJ Habibie. Oleh karena itu, dalam cerita si Panji (serial Kancil Harimau dan BJ Habibie) ini menampilkan tokoh Panji yang selalu rajin membaca, gemar membantu orang tua, gemar belajar baik pelajaran maupun agama yang dipeluknya, rapi, ceria, humoris, kreatif, inovatif terhadap teknologi, bersahabat, dan jujur. Karakter yang dibawakan oleh Panji ini dikemas dalam cerita yang penuh dengan humor dan pertualangan yang bakal menjadi idola bagi anak-anak Indonesia. Dengan sajian cerita semacam ini, diharapkan anak-anak Indonesia benar-benar memiliki karakter yang dibangun dari kearifan lokal yang berwawasan global. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia dapat menyiapkan anak-anak yang memiliki karakter asli Indonesia tetapi memiliki daya saing yang sangat tinggi di dunia. Karakter asli yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD Dasar 1945.

DRAF PENULISAN KREATIF DONGENG BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER
Secara umum proses yang dilalui penulis (sastrawan) bisa dikelompokkan atas (1) pramenulis  (2) penulisan, (3) penulisan kembali dan (4) publikasi (Farris, 1993:182). Tahapan menulis yang lebih rinci dikemukakan Tompkins (1994:182)  atau Donald Graves (dalam Cox, 1999:307) yaitu pramenulis, penulisan draf, revisi, penyempurnaan, dan publikasi. Dalam bentuk sederhana, proses kreatif dapat dikelompokkan menjadi tiga kegiatan: (1) kegiatan sebelum menulis, (2) kegiatan pada saat menulis, dan (3) kegiatan setelah menulis.
            Kegiatan yang dilakukan sebelum menulis dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi karakter tokoh dongeng lokal dan  cerita nonfiksi tokoh besar Indonesia,  mempelajari tingkat kejiwaan dan bahasa anak usia 9—12 tahun, dan mempelajari cerita yang disukai anak usia 9—a2 tahun.  Model teoretik proses kreatif penulisan dongeng berbasis pendidikan karakter dapat digambarkan sebagai berikut:




Cerita Anak Indonesia
 
 


Berdasarkan model teoretik yang dihasilkan di atas, tokoh yang dikembangkan dalam dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter diberi nama Si Panji.  Nama Panji bisa ditafsirkan sebagai bendera kemenangan. Akan tetapi nama Si Panji juga bisa merupakan akronim karakter tokoh, yaitu S (semangat, sopan santun) I (indah, innovative), P (pemimpin, pandai), N (banyak akal), J (jujur), I (interaktif, inspiratif). Berdasarkan analisis nama dan karakter tersebut diharapkan anak-anak Indonesia memiliki karakter tersebut.
Adapun draf pengembangan cerita kreatif dongeng berbasis pendidikan karakter sebagaimana dilihat pada tabel sebagai berikut:





Tabel 2: Draf Pengembangan Cerita Si Panji

Tahap
Garis Besar Cerita
Nilai Pendidikan Karakter yang dikembangkan
Tahap 1
1.       Si Panji memiliki kebiasaan membaca dongeng setelah belajar sebelum tidur.  Pada tahap ini, Panji membaca dongeng si Kancil seri Kancil dan Harimau.
2.       Ibu Panji memiliki kebiasaan menemani Panji sebelum tidur sambil meminta Panji untuk menceritakan kembali cerita yang dibacanya secara singkat, menilai, dan membicarakan dongeng putra Indonesia yang sukses. Konflik yang dikembangkan adalah karakter kancil yang positif dan negatif, cerdik tetapi hanya untuk menyelamatkan dirinya namun membahayakan bagi lainnya. Sementara karakter Pak Habibi, cerdas dan cerdik yang bermanfaat bagi dirinya dan semua manusia.  Karakter kecerdikan kancil dan kecerdasan Pak Habibi menginspirasi mimpi Panji.

·          Kebiasaan membaca
·          Kebiasaan mereview bacaan
·          Kebiasaan mengambil nilai positif bacaan (rajin, semangat, bekerja keras, pantang menyerah).
·          Pendampingan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai positif kepada anak.
Tahap 2
Kehidupan Panji di rumah dan lingkungannya, yakni rajin membantu orang tua, rajin belajar, rajin mengaji,  suka menolong orang yang susah, dan cerdik dalam bertindak benar. Konflik yang dikembangkan adalah ketika ada seorang tua yang sangat kelaparan, Panji memberikan bekalnya kepada orang tua itu, meskipun ia sndiri sebenarnya sangat membutuhkan. Ketika ada penjambretan di kampungnya pada saat dia membantu orang tuanya menggembala kambing, secara cepat Panji memutar otak untuk menemukan strategi untuk membantu orang-orang untuk menangkap penjambret.
.
·     Sikap rajin (belajar dan beribadah)
·     Berbakti kepada orang tua
·     Rendah hati dan baik hati
·     Peka terhadap lingkungan
·     Suka menolong
·     Cerdik
·     Pemberani
Tahap 3
Kehidupan panji di sekolah. Panji dikenal santun, pandai, namun tidak sombong. Tingkah lakunya selalu menginspirasi teman-temannya. Intrik yang dikembangkan adalah keresahan  di sekolah yang disebabkan oleh adanya pencurian dinamo sepeda di sekolah Panji termasuk sepeda si Panji. Konflik yang dikembangkan  adalah kecurigaan Panji terhadap Anto (pelaku pencurian) dan perasaan bersalah jika menuduh tanpa bukti sebagai fitnah
.
·     Selalu optimis
·     Selalu bersemangat
·     Selalu berprestasi
·     Selalu rendah hati
·     Selalu jujur
·     Meyakini bahwa kebenaran selalu menang dan harus diperjuangkan
·     Selalu mencari strategi pembuktian dengan berbagai strategi dan pertualangan pertualangan

Tahap 4
Rasa ingin tahu dan jiwa pertualangan Panji menemukan pencuri dinamo di sekolah. Panji melakukan pengintaian terhadap sasaran yang dicurigai, meskipun  dilakukan sendiri tanpa memberi tahu teman dan gurunya. Setelah memastikan  kecurigaannya benar, Panji  menggunakan kecerdasannya untuk menemukan dan menyampaikan bukti kepada gurunya tanpa membahayakan teman yang dijadikan terdakwa.  Terinspirasi oleh kecerdikan Kancil dan kecerdasan dan kebaikan hati Pak Habibi, Panji membuat trik untuk mengungkap pencurian dynamo di sekolahnya secara baik. Dia tidak langsug melapor kepada Polisi tetapi kepada guru BP. Dia bersedia bersahabat dengan Anto (pencuri dinamo) dan membantunya untuk belajar menjadi anak baik dan berprestasi. Ibunya selalu memberikan motivasi dan doa kepada putranya. Motivasi dan doa yang diberikan oleh ibunya memberikan semangat pada Panji untuk menjadi anak Indonesia yang santtun dan berdedikasi tinggi.

1.       Ulet dalam berusaha dan berjuang
2.       Teliti dalam bertindak
3.       Cerdas dalam memilih strategi yang tidak merugikan orang lain
4.       Cerdik dalam mengatasi masalah
5.       Selalu memberikan ketauladanan yang baik sebagai pemimpin
6.       Mengutamakan kerukunan dan kekeluargaan.


Berdasarkan draf pengembangan cerita di atas, maka penulisan buku dongeng, komik dan kartun digambarkan dengan model sebagai berikut:



PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM INDUSTRI KREATIF
Teknologi dan Informasi sangat berpengaruh terhadap  kemudahan dalam melakukan kreativitas. Kreativitas merupakan kunci utama dalam industri kreatif. Pada zaman sekarang ini teknologi dan informasi sudah semakin cepat berkembang seperti internet, komputer, software, peralatan-peralatan lainnya.
Diharapkan dengan teknologi dan informasi dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas industri kreatif.
Dengan adanya internet, batasan waktu dan lokasi sudah bukan menjadi halangan lagi. Kita bisa membuat sebuah tim projek desain dengan anggota yang lintas negara. Kita bisa memanfaatkan produk-produk hasil industri kreatif kita untuk memasarkan ke dalam lingkup global, bahkan dapat menciptakan konsumen yang aktif (prosumen) untuk menghasilkan barang sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini sudah terbukti untuk pengembangan software-software (salah satu subsektoral industri kreatif) yang bersifat opensource.
Berdasarkan hal tersebut, maka hasil akhir penelitian yang berupa buku dongeng, komik, dan kartun ini dapat dipasarkan ke seluruh pelosok tanah air sebagai media pendidikan karakter anak-anak Indonesia dan sebagai kebanggaan anak Indonesia. Selain itu, dengan hak paten yang dimiliki dari hasil kreativitas ini dapat dijadikan sebagai hak kekayaan intelektual anak Indonesia di kancah global.

PENUTUP
            Nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dikembangkan dalam dongeng kreatif berbasis pendidikan karakter adalah yang berasal dari karakter baik tokoh dongeng lokal dan tokoh Indonesia yang sukses membawa nama besar bangsa Indonesia. Adapun karakter buruk tokoh utama dalam dongeng lokal dikembangkan menjadi karakter tokoh antagonis.
Model teoretik pengembangan dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter merupakan parodi dari karakter baik dongeng lokal dengan karakter baik cerita nyata tokoh anak Indonesia, disesuaikan dengan kejiwaan dan cerita yang disukai anak usia 9—12 tahun.
Prototipe pengembangan dongeng lokal kreatif berbasis pendidikan karakter dalam bentuk dongeng, komik dan kartun berseri dengan nama tokoh Si Panji. Si Panji memiliki karakter sopan, semangat, indah/rapi, inspiratif, interaksi sosial yang tinggi, pandai, pemimpin, aktif, banyak akal/kaya strategi, jujur, dan intelektual.
Pengembangan dongeng lokal kreatif ini masih berupa prototipe. Sementara itu Indonesia memiliki ribuan dongeng lokal dan jutaan putra sukses yang memiliki daya saing global. Dengan demikian disarankan agar prototipe ini dikembangkan sebanyak-banyaknya untuk media pembelajaran pendidikan karakter anak Indonesia. Selain itu, agar dongeng lokal kreatif lebih menarik,  VCD animasi kartun, buku, dan komik dapat disosialisaikan kepada seluruh sekolah dasar yang ada di Indonesia.  Dengan dibuatnya menjadi animasi kartun dapat dikembangkan menjadi industri kreatif.



DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: JPBSI, IKIP Malang
Co, Carole. 1999. Teaching language Arts: A Student‑and Response‑Centered Classroom. Boston: Allyn and Bacon
Danandjaja, James. 1988. Antropologi Psikologi: Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: Rajawali
Darma, Budi. 2004. Pengantar teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa
Eneste, Pamusuk (ed.). 1982. Proses Kreatif Jakarta: Gramedia
http://www.depdag.go.id/. 2009. Industri Kreatif.
Herdani, Yogi. 2011. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com _content&view=article&id=1540:pendidikan-karakter-sebagai-pondasi-kesuksesan-peradaban-bangsa&catid=143:berita-harian
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia
Koentjaramingrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Angkasa Baru
Marahimin, Ismail. 2003. “Pembekalan Pada Bengkel Penulis Cerita Anak” dalam Teknik Menulis Cerita Anak (Ed. Sabrur R. Soenardi). Depok: Pink Books, Pusbuk, Taman Melati.
Syafi’ie, Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Malang: FPS IKIP Malang
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial (terj. Alimandan). Jakarta:
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu sastra. Jakarta: pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1976. Theory ofLiterature. Harmondsworth: Penguin Books.
Simatupang, Togar M. 2007. ”Industri Kreatif Jawa Barat”. Makalah sebagai Masukan Kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. ITB: Sekolah Bisnis dan Manajemen
Sudrajat, Ahmad. 2011. Pendidikan Karakter Sebagai Pondasi Kesuksesan Peradaban Bangsa. http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/ Diakses pada 1 September 2011.
Wibisono, Agus. 2010. http://aguswibisono.com/2010/industri-kreatif-indonesia-peran-teknologi-informasi-dan-penciptaan-nilai.



[1] Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang didanai oleh DP2M Dirjen Dikti. Ketua penelitian Dra. Umi Salamah, M.Pd, dan anggotanya (1) Drs. Rokhyanto, M.Hum dan Dra. Titik Purwati, M.M

No comments:

Post a Comment