Monday, August 19, 2013

Artikel Koran Teropong










NAPAK TILAS REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
TIPUDAYA DILAWAN  TIPUDAYA:
(Refleksi Hari Kemerdekaan Indonesia)
RETROSPECTION OF INDONESIAN INDEPENDENCE REVOLUTION:
Deception is countered with deception


Kemerdekaan Indonesia tidak jatuh dari langit atau diberikan oleh penjajah. Kemerdekaan Indonesia diperjuangan melalui revolusi yang menggetarkan dunia. Sejak dulu hanya sedikit bangsa kita yang menyadari bahwa kita perlu merdeka. Hanya orang-orang yang tercerahkan yang mengelola proses itu sampai mencapai kemerdekaan. Bagaimana mereka menggerakkan masyarakat untuk mencapai kemerdekaan itu. Kita merdeka sudah 68 tahun. Sudahkan proses mencapai bangsa yang besar dan bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam cita-cita proklamasi kemerdekaan itu tercapai? Kita akan mengambil pelajaran dari napak tilas tentang keadaan, perjuangan, dan pikiran-pikiran bangsa Indonesia sebelum dan selama revolusi besar tahun 1945 menuju terbentuknya kebangsaan Indonesia yang besar dan terhormat.


 Proses menuju bangsa yang besar itu belum selesai
Revolusi Indonesia tidak terlepas dari pergolakan politik dunia internasional.  Dimulai dari janji manis Liga bangsa-bangsa (sekarang PBB) berupa piagam perdamaian yang memberikan harapan kepada umat manusia bagi penegakan perdamaian abadi, merangsang gerakan-gerakan nasional di Asia dan Afrika, untuk memberikan dukungan lahir dan batin kepada tentara sekutu pada
perang dunia pertama. Ternyata piagam perdamaian itu hanya tipu daya negara sekutu kepada negara-negara Asia-Afrika untuk mengamankan negara sekutu yang sedang berperang melawan kediktatoran Nazi Jerman, Negara fasis Italia, dan militeris Jepang.
Akan tetapi tipu daya itu, telah melahirkan dorongan dan semangat yang sangat kuat bagi negara-negara Asia-Afrika untuk menentukan kemerdekaan sendiri. Piagam ini dijadikan landasan perlawanan terhadap setiap setiap teror, ancaman kekerasan, dan penindasan terhadap rakyat di daerah jajahan.
Di Indonesia, pergerakan untuk mencapai kemerdekaan dipelopori oleh “Perhimpunan Indonesia”, yang beranggotakan mahasiswa Indonesia di Eropa sebagai gerakan kemerdekaan Indonesia. Berbagai kegiatan telah dilakukan sampai pada puncaknya diterimanya asas-asas perjuangan untuk kemerdekaan nasional yaitu: (1) berdiri pada kaki sendiri (self-reliance), (2) menolong diri sendiri (self help), (3) penentuan nasib sendiri (self-determination), dan (4) nonkooperasi (non-cooperation). Azas-azas inilah yang merupakan sendi-sendi dari pernyataan prinsip-prinsip pokok sebagai pedoman bagi bangsa Indonesia atau organisasi-organisasi yang mengabdikan diri bagi tujuan kebebasan nasional.
            Jika sebelum tahun 1945 bangsa kita menghadapi perang untuk melawan kolonialisme, saat kita masih dihadapkan pada perang melawan neoimperialisme. Terpuruknya  bangsa Indonesia dan gagalnya menanamkan rasa nasionalisme dalam berbagai bidang bermula dari ketidakseriusan pemerintah dalam menerapkan empat azas yang ditancapkan oleh para pendiri bangsa. Pemerintah masih mengandalkan ketergantungan yang sangat tinggi pada kapitalis, sehingga tidak memiliki kemandirian, baik di bidang ekonomi, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam, dan pengelolaan sumber daya manusia. Sudah saatnya kita memiliki pemimpin yang mampu membawa bangsa Indonesia dengan menerapkan empat pilar yang ditancapkan oleh pendiri bangsa Indonesia untuk mewujudkan bangsa yang besar, bermartabat, dan terhormat.

Diperlukan Gerakan Persatuan Nasional untuk bangkit dari keterpurukan
Melalui sumpah pemuda, para tokoh gerakan kebangsaan dan intelektual muda  Indonesia mengikrarkan “bertumpah darah satu ialah Indonesia; berbangsa satu ialah Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia”. Ikrar sumpah pemuda tersebut merupakan titik awal para pemuda Indonesia untuk mewujudkan kebebasan rakyat Indonesia dari belenggu penjajajahan dalam bentuk kemerdekaan. Meskipun pada masa itu perjuangan masih sangat panjang mengingat pemerintah Hindia Belanda masih kokoh menduduki Indonesia.
Para intelektual muda sebelum dan selama revolusi telah menancapkan pilar bahwa bangsa yang besar dan terhormat hanya dapat dicapai melalui persatuan nasional yang kokoh berlandaskan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Berdasarkan prinsip tersebut, secara politis, para pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia telah meletakkan sikap dasar bagi kepentingan nasional bukan kepentingan golongan, partai, atau pun daerah apalagi kepentingan pribadi.
            Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini masih jauh dari cita-cita meletakkan kepentingan nasional.  Penjualan berbagai tambang, hutan, perkebunan kepada pihak asing oleh pemerintah daerah dan pusat yang dikendalikan oleh partai politik dominan merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan oleh para pendiri bangsa. Pengkhianatan yang hanya untuk memperkaya pribadi dan kelompokknya ini telah menistakan sebagaian besar rakyat Indonesia ke dalam jurang kemiskinan. Akibatnya, rakyat kecil tidak bisa mendapatkan kehidupan yang layak di negerinya sendiri yang sebenarnya sangat kaya dan makmur, melainkan harus menjadi TKI di negara lain yang sebenarnya justru merendahkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Tipudaya Dilawan dengan Tipudaya
Apabila para pemimpin gerakan kemerdekaan nasional berani dan berhasil melakukan perlawanan yang berupa strategi tipudaya melawan tipu daya, baik terhadap Belanda maupun Jepang, bagaimana dengan pemimpin negara kita saat ini. Apabila para pemimpin revolusi menggunakan strategi lawan dengan berpura-pura kooperatif  terhadap Belanda dan Jepang namun mereka secara diam-diam menyusun kekuatan untuk mencapai kemerdekaan, bagaimana dengan para pemimpin di negeri  kita saat ini. Apabila pemimpin gerakan nasional berhasil secara kooperatif menggerakkan semua partai, organisasi masa, dan organisasi pemuda, para intelektual muda, seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama berjuang mencapai kemerdekaan, sudahkan para pemimpin negara kita saat ini memiliki keberanian dan strategi untuk menggerakkan potensi bangsa Indonesia menuju tercapainya bangsa yang besar dan bermartabat? Bangsa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Mestinya kemandirian akan membawa kepada kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia, bukan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Apa yang salah? Kembali kepada empat pilar pendiri bangsa dan mengedepankan kepentingan nasional demi terwujudnya bangsa yang besar dan bermartabat sebagaimana diamanatkan oleh cita-cita proklamasi dalam UUD 1945 dan Pancasila. 

No comments:

Post a Comment