NAPAK
TILAS REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
TIPUDAYA
DILAWAN TIPUDAYA:
(Refleksi Hari Kemerdekaan
Indonesia)
RETROSPECTION OF INDONESIAN INDEPENDENCE REVOLUTION:
Deception is countered with deception
Oleh Umi Salamah
Kemerdekaan Indonesia tidak jatuh dari
langit atau diberikan oleh penjajah. Kemerdekaan Indonesia diperjuangan melalui
revolusi yang menggetarkan dunia. Sejak dulu hanya sedikit bangsa kita yang
menyadari bahwa kita perlu merdeka. Hanya orang-orang yang tercerahkan yang
mengelola proses itu sampai mencapai kemerdekaan. Bagaimana mereka menggerakkan
masyarakat untuk mencapai kemerdekaan itu. Kita merdeka sudah 68 tahun.
Sudahkan proses mencapai bangsa yang besar dan bermartabat sebagaimana
diamanatkan dalam cita-cita proklamasi kemerdekaan itu tercapai? Kita akan
mengambil pelajaran dari napak tilas tentang keadaan, perjuangan, dan pikiran-pikiran
bangsa Indonesia sebelum dan selama revolusi besar tahun 1945 menuju
terbentuknya kebangsaan
Indonesia yang besar dan terhormat.
Proses menuju bangsa yang besar itu belum
selesai
Revolusi Indonesia tidak terlepas dari pergolakan politik dunia
internasional. Dimulai dari janji manis Liga
bangsa-bangsa (sekarang PBB) berupa piagam perdamaian yang memberikan harapan
kepada umat manusia bagi penegakan perdamaian abadi, merangsang gerakan-gerakan
nasional di Asia dan Afrika, untuk memberikan dukungan lahir dan batin kepada
tentara sekutu pada
perang dunia pertama. Ternyata piagam perdamaian itu hanya
tipu daya negara sekutu kepada negara-negara Asia-Afrika untuk mengamankan negara
sekutu yang sedang berperang melawan kediktatoran Nazi Jerman, Negara fasis
Italia, dan militeris Jepang.
Akan tetapi tipu daya itu, telah melahirkan dorongan dan
semangat yang sangat kuat bagi negara-negara Asia-Afrika untuk menentukan kemerdekaan
sendiri. Piagam ini dijadikan landasan perlawanan terhadap setiap setiap teror,
ancaman kekerasan, dan penindasan terhadap rakyat di daerah jajahan.
Di Indonesia, pergerakan untuk mencapai kemerdekaan dipelopori
oleh “Perhimpunan Indonesia”, yang beranggotakan mahasiswa Indonesia di Eropa
sebagai gerakan kemerdekaan Indonesia. Berbagai kegiatan telah dilakukan sampai
pada puncaknya diterimanya asas-asas perjuangan untuk kemerdekaan nasional yaitu:
(1) berdiri pada kaki sendiri (self-reliance),
(2) menolong diri sendiri (self help),
(3) penentuan nasib sendiri (self-determination),
dan (4) nonkooperasi (non-cooperation).
Azas-azas inilah yang merupakan sendi-sendi dari pernyataan prinsip-prinsip
pokok sebagai pedoman bagi bangsa Indonesia atau organisasi-organisasi yang
mengabdikan diri bagi tujuan kebebasan nasional.
Jika sebelum tahun 1945 bangsa kita
menghadapi perang untuk melawan kolonialisme, saat kita masih dihadapkan pada
perang melawan neoimperialisme. Terpuruknya
bangsa Indonesia dan gagalnya menanamkan rasa nasionalisme dalam
berbagai bidang bermula dari ketidakseriusan pemerintah dalam menerapkan empat
azas yang ditancapkan oleh para pendiri bangsa. Pemerintah masih mengandalkan
ketergantungan yang sangat tinggi pada kapitalis, sehingga tidak memiliki
kemandirian, baik di bidang ekonomi, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam,
dan pengelolaan sumber daya manusia. Sudah saatnya kita memiliki pemimpin yang
mampu membawa bangsa Indonesia dengan menerapkan empat pilar yang ditancapkan
oleh pendiri bangsa Indonesia untuk mewujudkan bangsa yang besar, bermartabat,
dan terhormat.
Diperlukan Gerakan Persatuan
Nasional untuk bangkit dari keterpurukan
Melalui sumpah pemuda, para tokoh gerakan kebangsaan dan
intelektual muda Indonesia mengikrarkan “bertumpah
darah satu ialah Indonesia; berbangsa satu ialah Indonesia, berbahasa satu
bahasa Indonesia”. Ikrar sumpah pemuda tersebut merupakan titik awal para pemuda
Indonesia untuk mewujudkan kebebasan rakyat Indonesia dari belenggu
penjajajahan dalam bentuk kemerdekaan. Meskipun pada masa itu perjuangan masih
sangat panjang mengingat pemerintah Hindia Belanda masih kokoh menduduki
Indonesia.
Para intelektual muda
sebelum dan selama revolusi telah menancapkan pilar bahwa bangsa yang besar dan terhormat
hanya dapat dicapai melalui persatuan nasional yang kokoh berlandaskan pada kemampuan
dan kekuatan sendiri. Berdasarkan prinsip tersebut, secara politis, para
pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia telah meletakkan sikap dasar bagi kepentingan nasional bukan kepentingan golongan,
partai, atau pun daerah apalagi kepentingan pribadi.
Fenomena yang terjadi di Indonesia saat
ini masih jauh dari cita-cita meletakkan kepentingan nasional. Penjualan berbagai tambang, hutan, perkebunan
kepada pihak asing oleh pemerintah daerah dan pusat yang dikendalikan oleh
partai politik dominan merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan
oleh para pendiri bangsa. Pengkhianatan yang hanya untuk memperkaya pribadi dan
kelompokknya ini telah menistakan sebagaian besar rakyat Indonesia ke dalam
jurang kemiskinan. Akibatnya, rakyat kecil tidak bisa mendapatkan kehidupan
yang layak di negerinya sendiri yang sebenarnya sangat kaya dan makmur,
melainkan harus menjadi TKI di negara lain yang sebenarnya justru merendahkan
harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Tipudaya Dilawan dengan Tipudaya
Apabila para pemimpin gerakan kemerdekaan nasional berani
dan berhasil melakukan perlawanan yang berupa strategi tipudaya melawan tipu
daya, baik terhadap Belanda maupun Jepang, bagaimana dengan pemimpin negara
kita saat ini. Apabila para pemimpin revolusi menggunakan strategi lawan dengan
berpura-pura kooperatif terhadap Belanda
dan Jepang namun mereka secara diam-diam menyusun kekuatan untuk mencapai
kemerdekaan, bagaimana dengan para pemimpin di negeri kita saat ini. Apabila pemimpin gerakan
nasional berhasil secara kooperatif menggerakkan semua partai, organisasi masa,
dan organisasi pemuda, para intelektual muda, seluruh lapisan masyarakat untuk
bersama-sama berjuang mencapai kemerdekaan, sudahkan para pemimpin negara kita
saat ini memiliki keberanian dan strategi untuk menggerakkan potensi bangsa
Indonesia menuju tercapainya bangsa yang besar dan bermartabat? Bangsa
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia. Mestinya kemandirian akan membawa kepada kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa Indonesia, bukan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang
sangat tinggi. Apa yang salah? Kembali kepada empat pilar pendiri bangsa dan
mengedepankan kepentingan nasional demi terwujudnya bangsa yang besar dan
bermartabat sebagaimana diamanatkan oleh cita-cita proklamasi dalam UUD 1945
dan Pancasila.
No comments:
Post a Comment