LINGUISTIK UMUM
Umi
Salamah
BAB I
HAKIKAT BAHASA
Bahasa bukan
sekedar alat untuk membentuk masyarakat, tetapi juga sebagai alat dan cara
berpikir. Manusia hanya mampu berpikir dengan bahasa. Jadi, bahasa merupakan salah satu kebutuhan primer
manusia.
A. Pengertian
Bahasa
a) Alat
yang sistematis untuk menyampaikan gagasan/perasaan dengan memakai tanda-tanda,
bunyi-bunyi, ataupun gesture yang disepakati yang mengandung makna yang dapat
dipahami (International Dictionary of The English Language, 1961: 1270)
b) Sistem
simbol yang arbitrar yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan
tertentu (orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu)
berkomunikasi/berinteraksi (Finocchiaro, 1964:8)
c) Sistem
lambang bunyi yang arbitrar yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana,
1982: 2)
d) Sistem
bunyi dan urutan bunyi vokal yang berstruktur yang digunakan/dapat digunakan
dalam komunikasi interpersonal oleh sekelompok manusia dan secara lengkap
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di
sekitar manusia (Carrol, 1961: 10)
e) Sistem
lambang bunyi oral yang arbitrar yang digunakan oleh sekelompok manusia sebagai
alat komunikasi/berinteraksi (Suparno dan Oka, 1994: 3).
Pemahaman yang salah tentang bahasa
a) Isyarat
dipahami sebagai bahasa
Isyarat bukanlah bahasa, karena isyarat
hanya merupakan alat komunikasi yang tidak memenuhi syarat-syarat bahasa. Jadi,
istilah “bahasa isyarat” dapat mengaburkan konsep-konsep bahasa seperti
diuraikan di atas.
b) Bahasa
yang baik dan yang buruk
Bahasa manapun adalah baik. Jadi penilaian
baik dan buruk berlaku apabila digunakan ukuran-ukuran penerapan kaidah bahasa
dan pemakaiannya. Dalam hal ini pelanggaran kaidah dapat mengakibatkan
terwujudnya bahasa yang tidak baik.
c)
Bahasa yang benar dan
yang salah
Penghakiman benar dan
salah harus dilihat dari segi kaidah kegramatikalan (benar jika mengikuti
kaidah, salah jika menyimpang dari kaidah yang berlaku). Jadi
tidak ada bahasa yang tidak benar.
B. Karakteristik Bahasa
1)
Oral atau lisan (menghasilkan bunyi)
Tulisan/sistem tulisan hanyalah mampu
mewakili sebagian dari isyarat penting yang terdapat dalam ucapan.
Contoh: [teras]:
bagian depan rumah
[t ras ]:
penting
2) Sistematis
(terdapat aturan/kaidah), sistemis (teratur/beraturan),
dan kompleks (di dalamnya ada semua alat yang kita perlukan untuk
mengkomunikasikan seluruh pengalaman dan gagasan kita pada orang lain).
3) Arbitrar
(tidak ada hubungan langsung antara lambang dan yang
dilambangi) dan simbolis (melambangkan sesuatu).
4)
Konvensional (memiliki
kesepakatan-kesepakatan/aturan-aturan yang disepakati oleh pemakai bahasa).
5)
Unik (memiliki ciri khas tersendiri) dan
universal (memiliki ciri-ciri yang berlaku pada semua bahasa, misalnya:
semua bahasa memiliki 2 unsur bahasa, yakni vokal dan konsonan).
6)
Beragam (ada bahasa kaum terdidik, petani, dsb.;
bahasa baku dan subbaku, dsb.)
7)
Berkembang (mengalami perubahan sewaktu-waktu)
8)
Produktif (kreatif). Contoh: BI memiliki 30 fonem. Jumlah
tersebut dapat mencipta beribu-ribu kata sampai tak terbatas jumlahnya.
9)
Merupakan fenomena
sosial (bahasa dan budaya
tidak dapat dipisahkan).
10)
Bersifat insani (hanya manusia yang memiliki kemampuan
berbahasa).
C. Satuan-satuan Bahasa
1. Pengertian
satuan-satuan bahasa
-->
Merupakan bentuk-bentuk lingual yang merupakan komponen pembentuk bahasa.
Contoh:
Bunyi (fon): [l], [i], [m], [a]
merupakan bunyi-bunyi bahasa pembentuk kata (lima).
Bentuk (morf): /saudara/ /-ku/ /lima/
merupakan bentuk-bentuk bahasa yang dapat
membentuk bentuk yang lebih besar (kalimat), yakni: saudaraku lima.
Catatan:
-
Bentuk-bentuk lingual hanya mengacu pada
sesuatu yang merupakan unsur (komponen) bahasa. Jadi bunyi klakson mobil,
gonggongan anjing, dsb. Bukan merupakan bentuk-bentuk lingual, tetapi hanya
sebagai bentuk saja (sesuatu yang dapat diidentifikasi).
-
Dalam tata bahasa struktural,
satuan-satuan bahasa diperikan: fon/fonem, morf/morfem, kata, frase, klausa,
dan kalimat.
-
Dalam tata bahasa gramatika tagmemik,
satuan-satuan bahasa diperikan: fon/fonem, morf/morfem, kata, frase, klausa,
kalimat, gugus (untaian) kalimat, paragraf, dan wacana.
2.
Wujud satuan-satuan
bahasa, yakni:
Fon/fonem,
morf/morfem, kata, frase, klausa, kalimat, gugus (untaian) kalimat, paragraf,
dan wacana.
D. Fungsi Bahasa
1. Sebagai
alat komunikasi (fungsi umum).
2. Fungsi
khusus:
a.
F.personal: untuk
menyatakan diri (perasaan dan pikiran)
b. F.
interpersonal: untuk hubungan antar penutur
c.
F. direktif:
untuk mengatur orang lain
d.
F. referensial:
untuk menampilkan suatui referen (benda yang disebut/ditunjuk) dengan
menggunakan lambang bahasa.
e.
F. imajinatif:
untuk menciptakan sesuatu dengan berimajinasi
f. dsb.
BAB II PILIHAN DIKOTOMIS TENTANG BAHASA
(Ferdinand
de Saussure)
A.
Langue dan Parole
Langue:
- Keseluruhan
sistem tanda (signe) yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar
anggota masyarakat bahasa.
- Bersifat
abstrak
- Merupakan
sistem bahasa, mengingat: “bahasa adalah sistem”.
- Merupakan
sistem yang dimiliki secara sama oleh setiap anggota masyarakat, mengingat:
“bahasa adalah produk masyarakat”.
- Jadi,
langue merupakan konvensi/aturan-aturan/kaidah-kaidah yang disepakati bersama.
- Merupakan
sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Langue tidak berbeda dengan halnya
abjad tunarungu, bentuk-bentuk sopan santun, tanda-tanda militer, dsb.
Parole:
- Tuturan
berciri individualis, dan bersifat konkret.
- Realisasi/perwujudan
dari langue
- Tuturan
yang secara konkret diproduksi oleh individu dan diindera oleh orang ;lain
sebagai bunyi-bunyi yang membentuk satuan berstruktur.
- Merupakan
bentuk pengungkapan bahasa.
Simpulan:
-
Bahasa memiliki aspek langue dan parole
sebagai aspek yang berbeda, tetapi berhubungan.
B.
Tanda, Petanda, dan Penanda
Tanda (signe)
mencakup dua aspek yakni petanda (signifie) dan penanda (signifiant).
-
Tanda (lambang bahasa): merupakan wujud
yang menyatakan dan menghubungkan dua hal, yakni: konsep/makna (petanda) dan
citra bunyi (penanda)
-
Petanda: merupakan
konsep/gagasan/pengertian/makna yang terdapat dalam pikiran.
- Penanda: merupakan citra bunyi/gambaran
akustis.
C.
Satuan Fonologis dan Satuan Gramatikal
Seperti telah diuraikan di atas, satuan
bahasa secara garis besar dipilah menjadi dua kategori, yakni satuan fonologis
dan satuan gramatikal.
Satuan Gramatikal terdiri atas wacana, kalimat, klausa, kelompok kata, kata, morfem/morf terealisasi melalui satuan fonologis yang berupa kelompok tona, suku kata, fonem, dan fon.
Satuan Gramatikal terdiri atas wacana, kalimat, klausa, kelompok kata, kata, morfem/morf terealisasi melalui satuan fonologis yang berupa kelompok tona, suku kata, fonem, dan fon.
Keterangan:
-
Morf (bentuk) dan fon juga sudah termasuk
dalam satuan bahasa. Jadi, keduanya merupakan aspek parole.
-
Morfem dan morf atau fonem dan fon tidak
berada dalam tingkat yang berbeda. Jadi, keduanya berada dalam satu tataran
sistem bahasa.
-
Satuan fonologis merupakan satuan bahasa
yang tidak memiliki makna. Dalam hubungan itu, fon merupakan satuan bunyi
takbermakna dan tidak membedakan makna, tetapi fonem dipandang sebagai satuan
bahasa yang merupakan unsur tak bermakna dan membedakan makna.
- Satuan gramatika merupakan satuan-satuan
bermakna. Jadi, berdasarkan kategori satuan-satuan gramatikal, makna itu juga
meliputi makna morf/morfem, makna kata, makna frase/kelompok kata, makna
klausa, makna kalimat, dan makna wacana.
D.
Relasi Sintagmatis dan Paradigmatis
Relasi antar unsur dapat dilihat dari dua
dimensi, yakni dimensi sintagmatis (vertikal) dan dimensi paradigmatis
(horizontal).
§
Relasi sintagmatis: merupakan relasi antar
unsur bahasa yang hadir dalam suatu tuturan (lisan/tulis). Sintagma itusendiri
merupakan satuan yang terdapat dalam tuturan yang terbentuk dari dua unsur
secara vertikal (semua hadir dalam tuturan). Jadi, apabila sebuah tuturan dapat
disimbulkan XY (mis: saya makan), maka tuturan tersebut mengandung sintagma
yang terdiri dari unsur X (saya) dan Y (makan).
§ Relasi sintagmatis dapat terjadi pada
berbagai tataran (tataran fonologi, tataran frase, dsb.),
Contoh:
- Tataran frase: “tadi pagi” (inti: tadi,
atribut: pagi) berbeda makna dengan “pagi tadi” (inti: pagi, atribut: tadi).
- Tataran fonologis: bunyi /b/, /a/, /t/,
dan /u/ bisa memunculkan relasi sintagmatis yang bermacam-macam, yakni: batu,
buta, baut, buat, tuba, dan tabu.
-
Dst.
§
Relasi paradigmatis
Yakni relasi yang berdimensi vertikal,
merupakan relasi antarunsur dalam tuturan (unsur yang hadir, dituturkan) dan
unsur yang tidak hadir dalam tuturan. Unsur yang tidak hadir itu merupakan
unsur yang diasosiasikan. Karena itu, relasi yang demikian itu disebut juga
relasi inabsensia.
Contoh: kata
“kekerabatan” memiliki hubungan asosiatif. Begitu kata “saudara”
dituturkan/didengarkan, maka dapat menimbulkan asosiasi/berparadigma dengan
kata-kata “adik, paman, kakak, keponakan, dst.”.
§
Relasi paradigmatis
mempersyaratkan mempersyaratkan adanya pengelompokan unsur-unsur bahasa. Relasi
paradigma dapat muncul jika unsur-unsur yang berparadigma itu berada dalam satu
kelompok (perbandingan, pertentangan/perbedaan, dsb.)
§
Relasi paradigmatis
juga dapat terjadi pada berbagai tataran (tataran fonologis, morfologis, dsb.)
Contoh:
Tataran fonologis:
bunyi [b], [p], [c], dan [l.] memiliki relasi paradigmatis, seperti:
Bara
Para
Cara
Lara
E.
Kompetensi dan Performansi
§
Kompetensi merupakan
pengetahuan tentang sistem bahasa dan kaidah bahasa yang ada pada diri
seseorang (langue).
Contoh: seseorang yang menguasai bahasa
Arab tentu memiliki pengetahuan (sistem dan kaidah) tentang bahasa Arab, dsb.
NB: kompetensi
merupakan realitas yang tidak dapat diamati. Realitas kompetensi adalah
realitas psikologis. Kompetensi dikuasai seseorang bersamaan dengan proses
belajar bahasa sebagai langue dan parole.
§
Performansi merupakan
pelaksanaan bahasa dalam bentuknya yang konkret dan yang aktual (parole).
NB: karena
sifatnya yang aktual, yang konkret, dan yang terdapat dalam pelaksanaan, maka
“performansi” dapat diamati.
F.
Struktur Lahir dan Batin
Struktur batin merupakan
struktur yang dianggap mendasari kalimat atau kelompok kata yang mengadung
semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantis
kalimat, dan yang tidak nyata secara langsung dari deret linier kalimat atau
kelompok kata itu.
Struktur lahir merupakan tuturan nyata yang menggambarkan
urutan linier bunyi, kata, frase, dan kalimat.
NB: kalimat yang secara lahir sama, dapat
terjadi dari struktur batin yang berbeda.
Contoh: “Saya makan nasi kemarin”. Dapat memiliki dua kemungkinan arti,
yakni:
“Kemarin saya makan nasi.”
Dan “Nasi kemasrin yang saya makan.”
Kata “kemarin” dapat menjadi adverbia dalam
kalimat dan dapat menjadi atribut
dalam kalimat.
BAB III
KAJIAN BAHASA SEBAGAI KAJIAN ILMIAH
A. Ilmu dan Kajian Bahasa
§
Defenisi ilmu:
-
Keadaan/fakta mengetahui, pengetahuan,
yang sering dioposisikan/dipertentangkan dengan intuisi, kepercayaan, dll.
-
Pengetahuan yang disistematiskan yang
diturunkan dari observasi, studi, dan eksperimentasi yang dilaksanakan dengan
tujuan untuk menentukan hakikat atau prinsip apa yang sedang dikaji.
-
Cabang pengetahuan/kajian, terutama yang
berhubungan dengan penentuan dan penyistemastisan fakta, prinsip dan metode,
yang menggunakan eksperimen dan hipotesis.
-
Pengetahuan hakikat dunia fisik beserta
cabang-cabangnya.
- Keterampilan, teknik, dan kemampuan yang
didasarkan pada pelatihan dan pengalaman.
- Metode analisis fenomena secara objektif
dan sistematis yang dirancang untuk mendapatkan akumulasi pengetahuan yang
dapat dipercaya (defenisi ini mengacu pada cara mendapatkan ilmu).
- Pengetahuan yang didapatkan melalui metode
ilmiah (defenisi ini mengacu kepada hasilnya).
NB:
- Jadi, tidak semua pengetahuan merupakan
ilmu. Dikatakan ilmu apabila pengetahuan tersebut diperoleh melalui metode
ilmiah/langkah-langkah yang sistematis (cara yang runtut), objektif, logis
(menggunakan penalaran), dan empiris (berdasarkan pada data yang dihasilkan
melalui observasi).
- Kajian bahasa merupakan kajian ilmiah,
karena:
1.
Berkenaan dengan
bentuk kebendaan tertentu, yakni bahasa lisan/tulis.
2.
Kajian bahasa
berjalan dengan kerja yang dapat diamati/diketahui/diperikan.
3.
wujud fakta (kajian
bahasa) yang ditemukan dapat dibenarkan dengan mengacu pada prinsip-prinsip dan
teori-teori yang dapat dinyatakan.
4.
Ciri khas kajian
bahasa sebagai ilmu:
- Kajian bahasa itu mendekati bahasa secara
deskriptif, tidak secara prespektif. Jadi, hal yang dipentingkan dalam kajian
bahasa adalah “apa yang sebenarnya diungkapkan orang” bukan “apa yang
seharusnya diungkapkan orang”.
-
Kajian bahasa tidak
berusaha untuk memaksakan suatu bahasa dalam kerangka bahasa yang lain. Jadi,
setiap bahasa dipandang sebagai sistem yang khas.
-
Kajian bahasa memperlakukan bahasa sebagai
suatu sistem bukan sekedar kumpulan unsur-unsur yang terlepas.
-
Kajian bahasa memperlakukan bahasa bukan
sebagai benda yang statis, tapi sebagai suatu benda yang dinamis (selalu
berkembang sejalan dengan perkembangan sosial-budaya pemakainya).
B. Pembidangan Kajian Bahasa
Sebagai
disiplin ilmu, kajian bahasa dapat dipilah-pilah menjadi:
1. Kajian
sinkronis dan diakronis
- Kajian
bahasa sinkronis bertugas memerikan bahasa pada masa tertentu. Dalam kajian
sinkronis tidak ada target kajian untuk menunjukkan perkembangan bahasa. Bahasa
yang diperikan adalah bahasa yang berlaku pada saat kajian bahasa itu
dikerjakan. Karena itu, disebut juga kajian yang bersifat deskriptif (karena
hanya mencandra apa yang sedang berlaku).
Contoh: jika sebuah kajian bahasa
dilakukan terhadap bahasa Jawa dialek Jawa Timur sekarang, dan kajian itu
dimaksudkan untuk memerikan bahasa Jawa itu sebagaimana keadaannya sekarang,
maka kajian itu merupakan kajian sinkronis.
- Kajian
bahasa diakronis merupakan kajian yang berusaha untuk mengungkapkan informasi
bahasa dari segi perkembangan.
Contoh: jika kajian BI dilaksanakan, dan
kajian itu menghasilkan informasi perkembangan BI, maka kajian bahasa itu
merupakan kajian bahasa diakronis.
2. Kajian
deskriptif dan komperatif
- Kajian
deskriptif tidak bermaksud membandingkan bahasa, baik bahasa yang sama dalam
waktu yang berbeda maupun bahasa yang berbeda dalam waktu yang sama atau
berbeda. Jika usaha membandingkan itu ada, maka kajian yang demikian itu
merupakan kajian yang komperatif.
3. Kajian
mikro dan makro
- Kajian
mikro (mikrolinguistik) adalah kajian bahasa yang mempelajari bahasa secara
intermal. Jadi, sasarannya adalah unsur-unsur bahasa yang dikaji (seperti:
unsur-unsur bunyi, kata dan bentuk-bentuknya, klausa, kalimat, leksikon, serta
maknanya.
- Kajian
makro (makrolinguistik) adalah kajian bahasa yang berusaha mengkaji bahasa
secara eksternal, yakni mengkaji bahasa dari segi-segi luar bahasa (seperti:
dari segi kejiwaan, sosial, dsb.)
4. Kajian
teoretis dan terapan
-
Kajian teoretis
merupakan kajian bahasa yang diarahkan untuk penembangan teori. Kajian terapan
berusaha mengkaji bahasa untuk diterapkan pada dunia lain.
5. Kajian
murni dan interdisipliner
-
Kajian murni merupakan kajian bahasa yang
tidak dikaitkan dengan disiplin dari ilmu lain. Kajian interdisipliner
merupakan kajian gabungan dua disiplin ilmu, yakni kajian bahasa dan kajian
yang lain (psikologi, sosiologi, dsb.).
C. Manfaat Kajian Bahasa
-
Tujuan utama ilmu bahasa adalah untuk
memperoleh pengertian yang selengkapnya tentang gejala bahasa secara umum.
-
Manfaat kajian bahasa:
1. Untuk
mengungkapkan bahasa sebagai sistem, yang tidak terbatas pada sistem
lingualnya, tetapi juga sistem pemakaiannya.
3. Berguna
untuk mengungkapkan pemakaian bentuk-bentuk lingual sebagai alat komunikasi
antaranggota masyarakat ujar.
No comments:
Post a Comment