Friday, July 26, 2013

Hand out Bahan Kuliah Linguistik Umum


LINGUISTIK UMUM

Umi Salamah
BAB I   HAKIKAT BAHASA
Bahasa bukan sekedar alat untuk membentuk masyarakat, tetapi juga sebagai alat dan cara berpikir. Manusia hanya mampu berpikir dengan bahasa. Jadi, bahasa merupakan salah satu kebutuhan primer manusia.
 

A.     Pengertian Bahasa
a)      Alat yang sistematis untuk menyampaikan gagasan/perasaan dengan memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, ataupun gesture yang disepakati yang mengandung makna yang dapat dipahami (International Dictionary of The English Language, 1961: 1270)
b)      Sistem simbol yang arbitrar yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu (orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu) berkomunikasi/berinteraksi (Finocchiaro, 1964:8) 
c)      Sistem lambang bunyi yang arbitrar yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1982: 2)
d)      Sistem bunyi dan urutan bunyi vokal yang berstruktur yang digunakan/dapat digunakan dalam komunikasi interpersonal oleh sekelompok manusia dan secara lengkap digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar manusia (Carrol, 1961: 10)
e)      Sistem lambang bunyi oral yang arbitrar yang digunakan oleh sekelompok manusia sebagai alat komunikasi/berinteraksi (Suparno dan Oka, 1994: 3).

 

Pemahaman yang salah tentang bahasa

a)      Isyarat dipahami sebagai bahasa
Isyarat bukanlah bahasa, karena isyarat hanya merupakan alat komunikasi yang tidak memenuhi syarat-syarat bahasa. Jadi, istilah “bahasa isyarat” dapat mengaburkan konsep-konsep bahasa seperti diuraikan di atas.

b)      Bahasa yang baik dan yang buruk
Bahasa manapun adalah baik. Jadi penilaian baik dan buruk berlaku apabila digunakan ukuran-ukuran penerapan kaidah bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini pelanggaran kaidah dapat mengakibatkan terwujudnya bahasa yang tidak baik.

c)      Bahasa yang benar dan yang salah
Penghakiman benar dan salah harus dilihat dari segi kaidah kegramatikalan (benar jika mengikuti kaidah, salah jika menyimpang dari kaidah yang berlaku). Jadi tidak ada bahasa yang tidak benar.

B.     Karakteristik Bahasa

1)      Oral atau lisan (menghasilkan bunyi)
Tulisan/sistem tulisan hanyalah mampu mewakili sebagian dari isyarat penting yang terdapat dalam ucapan.
Contoh: [teras]: bagian depan rumah
             [t ras ]: penting
2)      Sistematis (terdapat aturan/kaidah), sistemis (teratur/beraturan), dan kompleks (di dalamnya ada semua alat yang kita perlukan untuk mengkomunikasikan seluruh pengalaman dan gagasan kita pada orang lain).
3)      Arbitrar (tidak ada hubungan langsung antara lambang dan yang dilambangi) dan simbolis (melambangkan sesuatu).
4)      Konvensional (memiliki kesepakatan-kesepakatan/aturan-aturan yang disepakati oleh pemakai bahasa).
5)      Unik (memiliki ciri khas tersendiri) dan universal (memiliki ciri-ciri yang berlaku pada semua bahasa, misalnya: semua bahasa memiliki 2 unsur bahasa, yakni vokal dan konsonan).
6)      Beragam (ada bahasa kaum terdidik, petani, dsb.; bahasa baku dan subbaku, dsb.)
7)      Berkembang (mengalami perubahan sewaktu-waktu)
8)      Produktif (kreatif). Contoh: BI memiliki 30 fonem. Jumlah tersebut dapat mencipta beribu-ribu kata sampai tak terbatas jumlahnya.
9)      Merupakan fenomena sosial (bahasa dan budaya tidak dapat dipisahkan).
10)   Bersifat insani (hanya manusia yang memiliki kemampuan berbahasa).  

C.     Satuan-satuan Bahasa

1.      Pengertian satuan-satuan bahasa
--> Merupakan bentuk-bentuk lingual yang merupakan komponen pembentuk bahasa.
Contoh:
       Bunyi (fon): [l], [i], [m], [a] merupakan bunyi-bunyi bahasa pembentuk kata (lima).
       Bentuk (morf): /saudara/ /-ku/ /lima/ merupakan bentuk-bentuk bahasa yang dapat  
       membentuk bentuk yang lebih besar (kalimat), yakni: saudaraku lima.

Catatan:
-       Bentuk-bentuk lingual hanya mengacu pada sesuatu yang merupakan unsur (komponen) bahasa. Jadi bunyi klakson mobil, gonggongan anjing, dsb. Bukan merupakan bentuk-bentuk lingual, tetapi hanya sebagai bentuk saja (sesuatu yang dapat diidentifikasi).
-       Dalam tata bahasa struktural, satuan-satuan bahasa diperikan: fon/fonem, morf/morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
-       Dalam tata bahasa gramatika tagmemik, satuan-satuan bahasa diperikan: fon/fonem, morf/morfem, kata, frase, klausa, kalimat, gugus (untaian) kalimat, paragraf, dan wacana.

2.      Wujud satuan-satuan bahasa, yakni:
Fon/fonem, morf/morfem, kata, frase, klausa, kalimat, gugus (untaian) kalimat, paragraf, dan wacana.

D.     Fungsi Bahasa

1.      Sebagai alat komunikasi (fungsi umum).
2.      Fungsi khusus:
a.      F.personal: untuk menyatakan diri (perasaan dan pikiran)
b.      F. interpersonal: untuk hubungan antar penutur
c.      F. direktif: untuk mengatur orang lain
d.      F. referensial: untuk menampilkan suatui referen (benda yang disebut/ditunjuk) dengan menggunakan lambang bahasa.
e.      F. imajinatif: untuk menciptakan sesuatu dengan berimajinasi
f.       dsb.

BAB II  PILIHAN DIKOTOMIS TENTANG BAHASA
(Ferdinand de Saussure)

A.     Langue dan Parole
Langue:
-       Keseluruhan sistem tanda (signe) yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat bahasa.
-       Bersifat abstrak
-       Merupakan sistem bahasa, mengingat: “bahasa adalah sistem”.
-       Merupakan sistem yang dimiliki secara sama oleh setiap anggota masyarakat, mengingat: “bahasa adalah produk masyarakat”.
-       Jadi, langue merupakan konvensi/aturan-aturan/kaidah-kaidah yang disepakati bersama.
-       Merupakan sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Langue tidak berbeda dengan halnya abjad tunarungu, bentuk-bentuk sopan santun, tanda-tanda militer, dsb.

Parole:
-       Tuturan berciri individualis, dan bersifat konkret.
-       Realisasi/perwujudan dari langue
-       Tuturan yang secara konkret diproduksi oleh individu dan diindera oleh orang ;lain sebagai bunyi-bunyi yang membentuk satuan berstruktur.
-       Merupakan bentuk pengungkapan bahasa.
Simpulan:
-       Bahasa memiliki aspek langue dan parole sebagai aspek yang berbeda, tetapi berhubungan.

B.     Tanda, Petanda, dan Penanda
Tanda (signe) mencakup dua aspek yakni petanda (signifie) dan penanda (signifiant).
-       Tanda (lambang bahasa): merupakan wujud yang menyatakan dan menghubungkan dua hal, yakni: konsep/makna (petanda) dan citra bunyi (penanda)
-       Petanda: merupakan konsep/gagasan/pengertian/makna yang terdapat dalam pikiran.
-       Penanda: merupakan citra bunyi/gambaran akustis.

C.     Satuan Fonologis dan Satuan Gramatikal
Seperti telah diuraikan di atas, satuan bahasa secara garis besar dipilah menjadi dua kategori, yakni satuan fonologis dan satuan gramatikal.
Satuan Gramatikal terdiri atas wacana, kalimat, klausa, kelompok kata, kata, morfem/morf  terealisasi melalui satuan fonologis yang berupa kelompok tona, suku kata, fonem, dan fon.


Keterangan:
-       Morf (bentuk) dan fon juga sudah termasuk dalam satuan bahasa. Jadi, keduanya merupakan aspek parole.
-       Morfem dan morf atau fonem dan fon tidak berada dalam tingkat yang berbeda. Jadi, keduanya berada dalam satu tataran sistem bahasa.
-       Satuan fonologis merupakan satuan bahasa yang tidak memiliki makna. Dalam hubungan itu, fon merupakan satuan bunyi takbermakna dan tidak membedakan makna, tetapi fonem dipandang sebagai satuan bahasa yang merupakan unsur tak bermakna dan membedakan makna.
-       Satuan gramatika merupakan satuan-satuan bermakna. Jadi, berdasarkan kategori satuan-satuan gramatikal, makna itu juga meliputi makna morf/morfem, makna kata, makna frase/kelompok kata, makna klausa, makna kalimat, dan makna wacana.
D.     Relasi Sintagmatis dan Paradigmatis
Relasi antar unsur dapat dilihat dari dua dimensi, yakni dimensi sintagmatis (vertikal) dan dimensi paradigmatis (horizontal).
§  Relasi sintagmatis: merupakan relasi antar unsur bahasa yang hadir dalam suatu tuturan (lisan/tulis). Sintagma itusendiri merupakan satuan yang terdapat dalam tuturan yang terbentuk dari dua unsur secara vertikal (semua hadir dalam tuturan). Jadi, apabila sebuah tuturan dapat disimbulkan XY (mis: saya makan), maka tuturan tersebut mengandung sintagma yang terdiri dari unsur X (saya) dan Y (makan).
§  Relasi sintagmatis dapat terjadi pada berbagai tataran (tataran fonologi, tataran frase, dsb.),
Contoh:
-       Tataran frase: “tadi pagi” (inti: tadi, atribut: pagi) berbeda makna dengan “pagi tadi” (inti: pagi, atribut: tadi).
-       Tataran fonologis: bunyi /b/, /a/, /t/, dan /u/ bisa memunculkan relasi sintagmatis yang bermacam-macam, yakni: batu, buta, baut, buat, tuba, dan tabu.
-       Dst.
§  Relasi paradigmatis
Yakni relasi yang berdimensi vertikal, merupakan relasi antarunsur dalam tuturan (unsur yang hadir, dituturkan) dan unsur yang tidak hadir dalam tuturan. Unsur yang tidak hadir itu merupakan unsur yang diasosiasikan. Karena itu, relasi yang demikian itu disebut juga relasi inabsensia.
Contoh: kata “kekerabatan” memiliki hubungan asosiatif. Begitu kata “saudara” dituturkan/didengarkan, maka dapat menimbulkan asosiasi/berparadigma dengan kata-kata “adik, paman, kakak, keponakan, dst.”.
§  Relasi paradigmatis mempersyaratkan mempersyaratkan adanya pengelompokan unsur-unsur bahasa. Relasi paradigma dapat muncul jika unsur-unsur yang berparadigma itu berada dalam satu kelompok (perbandingan, pertentangan/perbedaan, dsb.)
§  Relasi paradigmatis juga dapat terjadi pada berbagai tataran (tataran fonologis, morfologis, dsb.)
Contoh:
Tataran fonologis: bunyi [b], [p], [c], dan [l.] memiliki relasi paradigmatis, seperti:
Bara
Para
Cara
Lara
E.     Kompetensi dan Performansi
§  Kompetensi merupakan pengetahuan tentang sistem bahasa dan kaidah bahasa yang ada pada diri seseorang (langue).
Contoh: seseorang yang menguasai bahasa Arab tentu memiliki pengetahuan (sistem dan kaidah) tentang bahasa Arab, dsb.
NB: kompetensi merupakan realitas yang tidak dapat diamati. Realitas kompetensi adalah realitas psikologis. Kompetensi dikuasai seseorang bersamaan dengan proses belajar bahasa sebagai langue dan parole. 
§  Performansi merupakan pelaksanaan bahasa dalam bentuknya yang konkret dan yang aktual (parole).
NB: karena sifatnya yang aktual, yang konkret, dan yang terdapat dalam pelaksanaan, maka “performansi” dapat diamati.

F.     Struktur Lahir dan Batin
Struktur batin merupakan struktur yang dianggap mendasari kalimat atau kelompok kata yang mengadung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantis kalimat, dan yang tidak nyata secara langsung dari deret linier kalimat atau kelompok kata itu.
Struktur lahir merupakan tuturan nyata yang menggambarkan urutan linier bunyi, kata, frase, dan kalimat.
NB: kalimat yang secara lahir sama, dapat terjadi dari struktur batin yang berbeda.
       Contoh: “Saya makan nasi kemarin”. Dapat memiliki dua kemungkinan arti, yakni:
                    “Kemarin saya makan nasi.” Dan “Nasi kemasrin yang saya makan.”
       Kata “kemarin” dapat menjadi adverbia dalam kalimat dan dapat menjadi atribut
       dalam kalimat.


 

BAB III

KAJIAN BAHASA SEBAGAI KAJIAN ILMIAH

A.     Ilmu dan Kajian Bahasa

§ Defenisi ilmu:
-  Keadaan/fakta mengetahui, pengetahuan, yang sering dioposisikan/dipertentangkan dengan intuisi, kepercayaan, dll.
-  Pengetahuan yang disistematiskan yang diturunkan dari observasi, studi, dan eksperimentasi yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan hakikat atau prinsip apa yang sedang dikaji.
-  Cabang pengetahuan/kajian, terutama yang berhubungan dengan penentuan dan penyistemastisan fakta, prinsip dan metode, yang menggunakan eksperimen dan hipotesis.
-  Pengetahuan hakikat dunia fisik beserta cabang-cabangnya.
-  Keterampilan, teknik, dan kemampuan yang didasarkan pada pelatihan dan pengalaman.
-  Metode analisis fenomena secara objektif dan sistematis yang dirancang untuk mendapatkan akumulasi pengetahuan yang dapat dipercaya (defenisi ini mengacu pada cara mendapatkan ilmu).
-  Pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah (defenisi ini mengacu kepada hasilnya).
NB:
-  Jadi, tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Dikatakan ilmu apabila pengetahuan tersebut diperoleh melalui metode ilmiah/langkah-langkah yang sistematis (cara yang runtut), objektif, logis (menggunakan penalaran), dan empiris (berdasarkan pada data yang dihasilkan melalui observasi).

-  Kajian bahasa merupakan kajian ilmiah, karena:
1.      Berkenaan dengan bentuk kebendaan tertentu, yakni bahasa lisan/tulis.
2.      Kajian bahasa berjalan dengan kerja yang dapat diamati/diketahui/diperikan.
3.      wujud fakta (kajian bahasa) yang ditemukan dapat dibenarkan dengan mengacu pada prinsip-prinsip dan teori-teori yang dapat dinyatakan.
4.      Ciri khas kajian bahasa sebagai ilmu:
-  Kajian bahasa itu mendekati bahasa secara deskriptif, tidak secara prespektif. Jadi, hal yang dipentingkan dalam kajian bahasa adalah “apa yang sebenarnya diungkapkan orang” bukan “apa yang seharusnya diungkapkan orang”.
-  Kajian bahasa tidak berusaha untuk memaksakan suatu bahasa dalam kerangka bahasa yang lain. Jadi, setiap bahasa dipandang sebagai sistem yang khas.
-  Kajian bahasa memperlakukan bahasa sebagai suatu sistem bukan sekedar kumpulan unsur-unsur yang terlepas.
-  Kajian bahasa memperlakukan bahasa bukan sebagai benda yang statis, tapi sebagai suatu benda yang dinamis (selalu berkembang sejalan dengan perkembangan sosial-budaya pemakainya).

B.     Pembidangan Kajian Bahasa

Sebagai disiplin ilmu, kajian bahasa dapat dipilah-pilah menjadi:
1.      Kajian sinkronis dan diakronis
-       Kajian bahasa sinkronis bertugas memerikan bahasa pada masa tertentu. Dalam kajian sinkronis tidak ada target kajian untuk menunjukkan perkembangan bahasa. Bahasa yang diperikan adalah bahasa yang berlaku pada saat kajian bahasa itu dikerjakan. Karena itu, disebut juga kajian yang bersifat deskriptif (karena hanya mencandra apa yang sedang berlaku).
Contoh: jika sebuah kajian bahasa dilakukan terhadap bahasa Jawa dialek Jawa Timur sekarang, dan kajian itu dimaksudkan untuk memerikan bahasa Jawa itu sebagaimana keadaannya sekarang, maka kajian itu merupakan kajian sinkronis.
-       Kajian bahasa diakronis merupakan kajian yang berusaha untuk mengungkapkan informasi bahasa dari segi perkembangan.
Contoh: jika kajian BI dilaksanakan, dan kajian itu menghasilkan informasi perkembangan BI, maka kajian bahasa itu merupakan kajian bahasa diakronis.

2.      Kajian deskriptif dan komperatif
-       Kajian deskriptif tidak bermaksud membandingkan bahasa, baik bahasa yang sama dalam waktu yang berbeda maupun bahasa yang berbeda dalam waktu yang sama atau berbeda. Jika usaha membandingkan itu ada, maka kajian yang demikian itu merupakan kajian yang komperatif.

3.      Kajian mikro dan makro
-       Kajian mikro (mikrolinguistik) adalah kajian bahasa yang mempelajari bahasa secara intermal. Jadi, sasarannya adalah unsur-unsur bahasa yang dikaji (seperti: unsur-unsur bunyi, kata dan bentuk-bentuknya, klausa, kalimat, leksikon, serta maknanya.
-       Kajian makro (makrolinguistik) adalah kajian bahasa yang berusaha mengkaji bahasa secara eksternal, yakni mengkaji bahasa dari segi-segi luar bahasa (seperti: dari segi kejiwaan, sosial, dsb.)

4.      Kajian teoretis dan terapan
-       Kajian teoretis merupakan kajian bahasa yang diarahkan untuk penembangan teori. Kajian terapan berusaha mengkaji bahasa untuk diterapkan pada dunia lain.

5.      Kajian murni dan interdisipliner
-       Kajian murni merupakan kajian bahasa yang tidak dikaitkan dengan disiplin dari ilmu lain. Kajian interdisipliner merupakan kajian gabungan dua disiplin ilmu, yakni kajian bahasa dan kajian yang lain (psikologi, sosiologi, dsb.).

C.     Manfaat Kajian Bahasa

-       Tujuan utama ilmu bahasa adalah untuk memperoleh pengertian yang selengkapnya tentang gejala bahasa secara umum.
-       Manfaat kajian bahasa:
1.      Untuk mengungkapkan bahasa sebagai sistem, yang tidak terbatas pada sistem lingualnya, tetapi juga sistem pemakaiannya.
2.      Untuk mengungkapkan ciri dan kaidah struktural beserta mekanisme-mekanisme pembentuknya.
3.      Berguna untuk mengungkapkan pemakaian bentuk-bentuk lingual sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat ujar.




No comments:

Post a Comment