Tuesday, July 30, 2013

SCIENTIFIC WRITING LERNING BASED ON DD/CT



SCIENTIFIC WRITING LEARNING BASED ON DEEP DIALOGUE/CRTITICAL THINKING
Umi Salamah
         Sponsored  by Director General of Higher Education DP2M

ABSTRACT: The problems usually found in scientific writing leaning in higher institution are to find, choose, specify, and develop the topic. In current semesters, the writer implemented deep dialogue/critical thinking (DD/CT) technique to guide the students solving those problems. The developed principles in DD/CT are, moreover, the presence of two ways communication and the best take-give principle, building equality and trust between lecturer and students, and high empathy. So, DD/CT contains democratic and ethic values to show the idea in systematic way.
The focus of analysis in CC/CT approach is concentrated on finding out knowledge and experience through deep dialogue and critical thinking.  Based on three cycles in a classroom action research, it was found: (1) DD/CT could improve enthusiasm along the scientific writing leaning process; (2) DD/CT could optimize the students’ intellectual potency to find, choose, specify, and develop the topics through good rule and format; (3) Students’ mentality, emotion, and spirituality developed along dialogue process; (4) the lecturer and students could function as good listeners, speakers, writers, and thinkers; and (5) this learning model can be implemented in daily life because of focusing on value, attitude and sportiveness. In conclusion, learning based on DD/CT can improve students’ had skill and soft skill in scientific writing, even in oral communication.

Key Words: learning, writing, scientific writing, DD/CT
Baca selanjutnya


PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH
BERBASIS DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING
Umi Salamah

Abstrak: Kendala yang sering ditemukan dalam pembelajaran menulis karya iilmiah di perguruan tinggi adalah menemukan, memilih, memerinci, dan mengembangan topik menjadi tulisan. Beberapa semester terakhir, penulis menggunakan teknik deep dialogue/critical thinking (DD/CT) untuk membimbing mahasiswa mengatasi kesulitan tersebut. Prinsip yang dikembangkan dalam DD/CT, antara lain: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban antara dosen dan mahasiswa, serta empatisitas yang tinggi. Dengan demikian, DD/CT mengandung nilai-nilai demokrasi dan etis untuk mewujudkan ide dalam tulisan yang sistematis.
Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis. Berdasarkan tiga kali siklus classroom action research ditemukan hasil yaitu: (1) DD/CT dapat meningkatkan antusias selama proses pembelajaran menulis karya ilmiah; (2) DD/CT dapat mengoptimalisasikan potensi inteligensi mahasiswa untuk menemukan, memilih, memerinci, dan mengembangkan topik dengan format dan kaidah penulisan yang benar; (3) mental, emosional, dan spiritual mahasiswa berkembang seimbang selama dialog berlangsung; (4); mahasiswa dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, penulis, dan pemikir yang baik; dan (5) model pembelajaran ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari karena lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian (sportifivitas). Dengan demikian pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan hard skill dan soft skill dalam menulis karya ilmiah maupun mengomunikasikannya secara lisan.

Kata kunci: pembelajaran, menulis, karya ilmiah, DD/CT


PENDAHULUAN

Hambatan yang paling mendasar dalam pembelajaran menulis karya ilmiah di perguruan tinggi adalah menemukan, memilih, memerinci, dan mengembangan topik menjadi tulisan. Kendala tersebut menyebabkan mahasiswa kurang percaya diri dan tidak memiliki keberanian untuk menulis. Akibatnya, tulisan mahasiswa kurang produktif, dan sebagian besar berisi tempelen-tempelan teori yang kadang-kadang tidak relevan dengan topik yang dibahas dalam karya ilmiahnya. Kendala lainnya berupa pengunaan kaidah bahasa yang dianggap sebagai ‘momok’ yang menghantui ketika akan menulis. Pikiran mahasiswa dibayangi oleh ketakutan penggunaan kaidah bahasa yang salah. Apabila kendala-kendala tersebut tidak diatasi, dan pembelajaran bahasa Indonesia tetap menggunakan pola konvensional, maka produktivitas potensi menulis mahasiswa makin lama makin menurun.
Sebelum digunakan teknik deep dialogue /critical thinking (DD/CT), mahasiswa cenderung apatis dan kurang bersemangat dalam belajar bahasa Indonesia. Under estimate terhadap pokok bahasan perkuliahan Bahasa Indonesia. Makalah yang ditulis cenderung berupa tempelan-tempelan atau memindahkan tulisan orang lain dalam tulisannya, topik kurang spesifik, gagasan tidak jelas, dan penggunaan bahasa kurang memperhatikan kaidah karena memang tidak diedit/disunting. Akibat tersebut berawal dari model pembelajaran yang monoton, dan materi pembelajaran kaidah penulisan yang ‘dianggap’  mengulang materi bahasa Indonesia yang sudah dipelajari di bangku sekolah. 
DD/CT dapat membantu mengatasi kesulitan tersebut. Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis dalam memandang suatu fakta dan peristiwa sebagai suatu peluang untuk dikaji. Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan menulis karya ilmiah, dirumuskan masalah dari tahap  prainstruksional, tahap instruksional, dan tahap pasca instruksional.  Topik yang dikaji dalam artikel ini meliputi : konsep  pembelajaran berbasis DD/CT, proses pembelajaran berbasis DD/CT, implementasi   perkuliahan berbasis DD/CT,

KONSEP  PEMBELAJARAN BERBASIS DD/CT
            Konsep ini bermula dari hakikat dialog yakni kegiatan percakapan antarorang  dalam masyarakat/kelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan pengalaman. Deep dialogue (dialog mendalam), diartikan sebagai percakapan yang diwujudkan dalam hubungan interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan (GDI, 2001). Adapun ciritical thinking (berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar.  
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical thinking, antara lain adalah: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta empatisitas yang tinggi dalam memecahkan masalah di lapangan.
Sebagai pendekatan pembelajaran, pada dasarnya Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bukanlah sebuah pendekatan yang baru sama sekali, akan tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah ada sebelumnya (GDI, 2001). Oleh karena itu, Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bisa menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti Multiple Intelligences, Belajar Aktif, Keterampilan Proses ataupun Parthnership Learning Method, sebagaimana yang dikembangkan oleh Eisler. Dengan demikian, filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat inovatif.
Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman untuk memecahkan masalah, melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis, keaktifan peserta dan aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual. Mahasiswa yang telah belajar di kelas yang menggunakan pendekatan DD/CT, diharapkan akan memiliki perkembangan kognisi dan psikososial yang lebih baik. Mereka juga diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan hidup tentang DD/CT yang akan meningkatkan pemahaman terhadap masalah social, masalah keilmuan, teknologi, baik yang berkaitan dengan pengembangan dirinya maupun terhadap orang. Oleh karena itu akan memperkuat penerimaan dan kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah.
Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan, Global Dialogue Institute (2001) mengindetifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan DD/CT, yaitu: (1) mahasiswa dan dosen lebih aktif; (2) potensi intelligensi mahasiswa dapat berkembang secara optimal; (3) berfokus pada mental, emosional dan spiritual; (4) menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis; (5) mahasiswa dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; (6) dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari; (7) lebih menekankan pada nilai, keterampilan, sikap, dan kepribadian.

PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS DD/CT
DD/CT pada prinsipnya dapat menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti multiple intelligences, belajar aktif, keterampilan proses ataupun parthnership learning method, sebagaimana yang dikembangkan oleh Eisler. Dengan demikian, filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat inovatif.
Proses belajar-mengajar adalah proses dialog, baik secara individu maupun kelompok. Sebagai proses dialog, praktik pembelajaran memerlukan prasyarat kesiapan fisik dan mental pelaku penyampai pesan dan penerima pesan pembelajaran.
Pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) mengakses paham konstruktivis dengan menekankan adanya dialog mendalam dan berpikir kritis. Elemen-elemen dalam menerapkan konstruktivisme meliputi: (1) menghidupkan pengetahuan  artinya pengetahuan sebelumnya harus dijadikan pertimbangan dalam membelajarkan materi baru; (2) memperoleh pengetahuan baru dalam arti perolehan tambahan pengetahuan harus dilakukan secara menyeluruh, bukan berupa paket-peket kecil. Hal ini dapat dianalogkan belajar menulis, mahasiswa harus mempraktekkannya, setelah paham akan masalah riil di lapangan dan  kaidah menulis, dosen dapat membelajarakan secara individual tentang berbagai macam dan langgam menulis; (3) memahami pengetahuan ini berarti mahasiswa harus menggali, menemukan dan menguji semua pengetahuan baru yang diperoleh. Mereka perlu mendiskusikan dengan dosennya dengan teman, saling membelajarkan, saling mengkritik, serta membantu lainnya memperbaiki susunan perolehan pengetahuan yang dibelajarkan; (4) menggunakan pengetahuan artinya mahasiswa memperoleh kesempatan memperluasan wawasan, menyaring pengetahuan dengan menggunakan berbagai cara dalam bentuk pemecahan masalah; (5) refleksi pengetahaun yang diperoleh
            Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical thinking, antara lain adalah: adanya prinsip komunikasi dua arah, prinsip pengenalan diri untuk mengenal dunia orang lain, prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, prinsip saling memberadabkan (civilizing) dan memberdayakan (empowering), prinsip keterbukaan dan kejujuran serta  prinsip empatisitas yang tinggi (Al-Hakim, 2002).
Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang di samping mampu mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog mendalam/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk memahami makna yang fundamental dari kehidupan secara individual dan kelompok dengan berbagai dimensinya. Dengan demikian, pada skala yang lebih luas, dialog mendalam dan berpikir kritis lebih mengandalkam ‘cara berpikir baru’ (new way of thinking) untuk memahami dan memecahkan masalah di masyarakat (Swidler, 2000)..
Melalui deep dialogue/critical thinking, orang juga akan mampu mengikuti dunia lain dan secara perlahan-lahan mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya. Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan jabatan seseorang pada posisi yang sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan kegiatan berpikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan kritis, membagi rasa, saling memberi perhatian sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Sebagai suatu inovasi pembelajaran DD/CT, diharapkan mampu memberdayakan dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar dapat terus ditingkatkan. Menurut   Rogers (1995), memerinci adanya lima aspek inovasi yang dapat diterima oleh adopter, adalah sebagai berikut:(1) relative advantage atau keuntungan relatif, adalah tindakan yang menempatkan suatu ide baru dianggap  lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya;  (2) compatibility, adalah sejauh mana suatu inovasi pendidikan dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima inovasi; (3) complexity, adalah tingkat yang menempatkan suatu inovasi pendidikan dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan diterapkan oleh pelaksana pendidikan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dipahami oleh beberapa dosen, sedangkan dosen lainnya tidak. Kerumitan inovasi pendidikan berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya; (4) trialibility, adalah suatu tingkat yang sebuah inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba lebih dulu;(5) observability, adalah tingkat yang hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil-hasil inovasi tertentu mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan beberapa lainnya tidak. Observabilitas suatu inovasi pendidikan berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya
Deep dialogue/critical thinking memuat kelima aspek tersebut di atas. Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan  seseorang pada posisi yang sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan kegiatan beripikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan kritis, membagi rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Pembelajaran berbasis DD/CT  memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut :
1.      DD/CT  dapat digunakan melatih mahasiswa untuk mampu berpikir kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal, tradisional, dan global. Dengan begitu, mahasiswa dapat membedakan mana yang disebut berpikir baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar. Dialog mendalam dan berfikir kritis bertujuan untuk mendapatkan pemahaman paling lengkap. Melalui dialog mendalam dan berpikir kritis mahasiswa memahami bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya. Berpikir kritis membantu mahasiswa menemukenali sekaligus menguji sikap mereka sendiri, serta menghargai nilai-nilai yang dipelajari;
2.      DD/CT  merupakan pendekatan yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai metode yang telah ada dan dipergunakan oleh dosen selama ini;
3.      DD/CT  merupakan dua sisi mata uang, dan merupakan hal yang inhernt dalam kehidupan mahasiswa, oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran berbasis DD/CT selalu berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga memudahkan mahasiswa mengerti dan memahami manfaat dari isi pembelajaran;
4.      DD/CT  menekankan pada nilai, sikap, kepribadian, mental, emosional dan spiritual sehingga mahasiswa belajar dengan menyenangkan dan bergairah;
5.      Melalui pembelajaran berbasis DD/CT , baik dosen maupun mahasiswa akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman, karena dengan  dialog mendalam dan berpikir kritis mampu memasuki ranah intelektual, fisikal, sosial, mental dan emosional seseorang;
6.      Hubungan antara dosen dan mahasiswa akan terbina secara dialogis kritis, sebab pembelajaran berbasis DD/CT membiasakan dosen dan mahasiswa untuk saling membelajarkan, dan belajar hidup dalam keberagaman.
     Dalam tataran praktis, kajian DD/CT  sebagai paradigma pengembangan pendidikan berlaku prinsip Unity in policy and deversity in implementation. Justru kenyataan ini sebagai kelebihan lain dari penerapan DD/CT, sekaligus sejalan dengan pembelajaran yang sedang dikembangakan di perguruan tinggi yakni Student Centered Learning (SCL) yakni pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa, bukan semata aktivitas dosen mengajar DD/CT dapat diimplementasikan dalam pembelajaran menulis karya ilmiah dan kehidupan sehari-hari, perlu diperhatikan kaidah-kaidah DD/CT sebagai berikut:
Pertama, keterbukaan, langkah awal untuk melakukan dialog mendalam dan berpikir kritis individu harus membuka diri terhadap mitra dialog, karena sifat terbuka dalam diri akan membuka peluang untuk belajar, mengubah dan mengembangkan persepsi. Pemahaman  realitas dan bertindak secara tepat merupakan hasil berpikir kritis. Dengan demikian ketika masuk dalam dialog, kita dapat belajar, berubah dan berkembang dalam rangka meningkatkan berpikir kritis. Dialog sebagai suatu kegiatan memiliki dua sisi yakni dalam masyarakat (intern) dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya (antar). Hal ini dilakukan mengingat bahwa dialog pada hakekatnya bertujuan untuk saling berbicara, belajar dan mengubah diri masing-masing pihak yang berdialog, sehingga perubahan yang terjadi pada masing-masing pihak merupakan hasil berpikir kritisnya sendiri (self-critical thinking).  
Kedua, kejujuran, bersikap jujur dan penuh kepercayaan diperlukan dalam DD/CT , sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala pihak-pihak yang melakukan bersikap jujur dan tulus.Artinya masing-masing mengemukakan tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya melalui berpikir kritis secara apa adanya, serta saling percaya di antara mereka. Dengan demikian kejujuran merupakan prasyarat terjadinya dialog atau dengan kata lain tidak ada kepercayaan berarti tidak ada dialog. 
Ketiga, kerjasama. Untuk menanamkan kepercayaan pribadi, langkah awal adalah mencari kesamaan dengan cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya memilih pokok-pokok permasalahan yang memungkinkan memberi satu dasar berpijak yang sama. Selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat dihadapi bersama atau mencari solusinya. Hal ini penting karena kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama atau dengan bekerjasama akan menghasilkan pemecahan yang menguntungkan pihak-pihak yang bermasalah (win-win solution).
Keempat, menunjung nilai-nilai moral/keberadaban, DD/CT  terjadi manakala masing-masing pihak yang berdialog menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etis atau santun, saling menghargai, demokratis yakni dengan memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa sehingga berketetapan hati untuk berdialog. Artinya kita paling mengetahui apa yang kita ketahui, dan mitra dialog kita paling mengerti apa yang mereka ketahui. Di samping itu masing-masing saling mempelajari, untuk memperluas wawasan bersama, untuk memperdalam, mengubah dan memodifikasi pemahaman mereka. 
Kelima, saling mengakui keunggulan/kesederajatan, DD/CT  akan terjadi manakala masing-masing pihak menghadirkan hati. Dalam berdialog harus menghadirkan hati dan tidak hanya fisik. Dengan menghadirkan hati, masing-masing pihak yang berdialog dapat memberi respon kepada mitra dialog secara baik, dan menghindarkan menjadi penceramah, pengkotbah atau yang mendominasi proses dialog, seolah kita yang memiliki kelebihan daripada mitra dialog kita. Oleh karenanya saling mengakui keunggulan masing-masing akan diperoleh pemahaman bersama secara baik
Keenam, membangun empati/kepedulian. Jangan menilai sebelum meneliti, merupakan ungkapan yang tepat dalam membangun DD/CT . Kita jauhkan prasangka, bandingkan secara adil dalam berdialog sedapat mungkin kita tidak menduga-duga tentang hal yang disetujui dan hal yang akan ditentang. Membangun empati dalam dialog mendalam pihak-pihak yang berdialog dapat menyetujui dengan tetap menjaga integritas diri mitra dialog, masyarakat dan tradisinya.
DD/CT  dapat meningkatkan interaksi dua  arah, bahkan multiarah. Kondisi ini sesuai dengan prinsip dasar pendekatan DD/CT yang memiliki garapan dalam pembelajaran bahwa mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog mendalam dan bepikir kritis. Oleh karenanya salah satu ciri pembelajaran DD/CT adalah dosen dan mahasiswa dapat menjadi pendengar, pembicara dan peneliti, pemikir yang baik .Interaksi antara dosen-mahasiswa antara lain dapat menciptakan pembelajaran yang produktif, ketika menggali informasi untuk menemukan konsep, juga ketiga mengecek pemahaman mahasiswa, mengetahui sejauhmana keingintahuan mahasiswa (misalnya dengan merahasiakan gambar, membuat permainan untuk membangun komunitas). Dalam diskusi kelompok dan presentasi unjuk kerja, kegiatan bertanya dan menjawab telah mendorong interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, antara mahasiswa dengan dosen, antara dosen dengan mahasiswa. Bahkan kalau mungkin antara mahasiswa dengan narasumber yang bukan berasal  dari kampus, misalnya pakar ilmu dan praktisi. Interaksi yang terjadi telah secara intensif terjadi ketika mereka berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika mengalami kesulitan dan sebagainya. Pentingnya interaksi dalam pembelajaran dengan pendekatan DD/CT bahwa interaksi dalam proses pembelajaran sebagai sesuatu yang lebih luas dari sekedar percakapan , bertanya (Questioning), atau menjawab (answering) antara dua orang atau lebih atau antar kelompok. Interaksi berarti memposisikan masing-masing individu pada posisi yang sama, sehingga secara bersamaan dapat mentransformasikan diri, membuka diri untuk menemukenali pikiran-pikiran yang berbeda. Oleh karena pembelajaran berbasis DD/CT  mampu meningkatkan interaksi, akan membawa peningkatan berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking).  

IMPLEMENTASI  PERKULIAHAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS DD/CT
             Penyusunan rancangan perkuliahan berbasis DD/CT dilakukan dengan lima komponen atau tahap yang terdapat dalam model perkuliahan dengan pendekatan DD/CT yakni hening, membangun komunitas, analisis isi, analisis latar  dengan strategi penemuan konsep (Concept Attainment) dan Cooperative Learning, refleksi dan evaluasi 
 Pertama, hening. Tahap ini merupakan bagian refleksi diri dosen terhadap dunia pengetahuan mahasiswa dan maslah riil di masyarakat. Pandangan dunia dosen tentang kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa menjadi bagian yang berguna dalam menyusun rancangan perkuliahannya yang bernuansa dialog mendalam dan berpikir kritis. Kegiatan refleksi ini meliputi identifikasi pengalaman dosen dan pengalaman mahasiswanya, kelas belajar, dan sebagainya. Kegiatan refleksi juga merupakan sesuatu yang dapat dipandang keunggulan pendekatan DD/CT, karena dapat sebagai sarana saling introspeksi baik dosen mapun mahasiswa, juga ungkapan bebas dari pandangan, usul terbaiknya demi kebaikan bersama. Refleksi memiliki fungsi mendidik pada mahasiswa untuk menyukai belajar dari pengalaman yang telah dilaluinya. Ini sejalan dengan pendapat Gross (2000) bahwa dengan refleksi terjadi proses penajaman pengalaman yang diperoleh dan mereproduksi ketika menyampaikan secara lesan.

Kedua, membangun komunitas. Tahap ini merupakan tahap menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban antarmahasiswa, dosen dan mahasiswa. Pada tahap ini dosen menjadi mitra mahasiswa dalam mengenali, memahami, dan memecahkan masalah riil di masyarakat berbasis pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi.
 Ketiga analisis isi. Proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan masalah riil berbasis pengetahuan. Proses ini dapat ditempuh dengan berpedoman atau mengunakan rambu-rambu materi yang terdapat dalam kurikulum/deskripsi matakuliah, yang antara lain standar minimal, urutan (sequence) dalam keluasan (scope) materi, kompetensi dasar yang dimiliki, serta keterampilan yang dikembangkan. Di samping itu, dalam menganalisis, hendaknya juga menggunakan pendekatan nilai moral, yang subtansinya meliputi prinsip komunikasi, etika komunikasi dan mekanisme komunikasi.
Keempat, analisis latar yang dikembangkan dari latar kultural dan siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep latar pengetahuan sesuai dengan jurusan/program studi, yang mencakup hard skill dan soft skill sesuai dengan bidang yang dipelajari. Selain itu, analisis latar juga mempertimbangkan nilai-nilai kultural dan nilai ekonomi  yang bermanfaat  bagi kehidupan mahasiswa.
Kelima, pengorganisasian materi. Dengan pendekatan DD/CT dilakukan dengan memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H”, yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana). Dalam rancangan perkuliahan , keempat prinsip ini, harus diwarnai oleh ciri-ciri perkuliahan dengan Deep Dialogue dalam menuju tindakan dan sikap (experience) dan Critical Thinking dalam upaya pencapaian/pemahaman konsep (concept attaintment), serta pengembanagn konsep (concept development). Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan metode pembalajaran yang memungkinkan mahasiswa untuk ber-DD/CT
Demikian juga kegiatan penemuan konsep dan cooperative learning, telah dapat menciptakan kebersamaan, dan dialog mendalam tentang segala hal baru yang diterima mahasiswa, kegiatan ini juga merangsang daya kritis mahasiswa dalam menangkap permasalahan, mencari solusi permasalahan dengan caranya sendiri dan bantuan orang lain, dan mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
 Penerapan DD/CT di kelas cukup mudah, apabila dosen telah memahami kaidah-kaidahnya sebagai berikut:
1.     Mengubah pandangan dosen bahwa pemberdayaan mahasiswa dalam perkuliahan dengan memberi kesempatan pada mahasiswa, untuk mengamati, menganalisis, mendialogkan dan akhirnya mengkonstruksikan pengetahuan dan pengalaman serta ketrampilan baru.
2.     Mengajarkan topik sebaiknya dilaksanakan dengan kegiatan menggali dan menemukan sendiri
3.     Memberdayakan mahasiswa untuk berani mengemukakan pendapat dan bertanya secara terbuka
4.     Menciptakan suasana  dialog mendalam antar mahasiswa" dan "antara mahasiswa-dosen" oleh karenanya upayakan untuk selalu belajar dalam kelompok
5.     Mempergunakan berbagai media dan sumber belajar untuk memperluas wawasan
6.     Memberi mahasiswa kesempatan untuk melakukan refleksi sebelum pelajaran berakhir
7.     Penilaian hendaknya tidak hanya berdasarkan tes
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pendekatan DD/CT akan mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar mahasiswa. Keadaan ini tidak terlepas dari gaya mengajar dosen yang harus berubah dari gaya mengajar konvensional yakni yang hanya dengan ceramah bervariasi  berubah gaya mengajar konstruktivism yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode (multi methods), multi media (multi media). Sesuai dengan pandangan Ausubel (dalam Irawan, 1996) bahwa alasan bahan yang dirancang dengan baik dan menarik perhatian mahasiswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar secara bermakna, sehingga mahasiswa memiliki kesiapan dan minat untuk belajar.
Implementasi pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis DD/CT juga dapat dirancang dalam tiga tahap, yaitu prainstruksional, instruksional, dan pasca instruksional sebagai berikut:
1.      Tahap Prainstruksional
Tahap prainstruksional merupakan tahap awal kegiatan yang ditempuh pada saat memulai proses perkuliahan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini didasarkan ada hasil refleksi kondisi belajar sebelumnya, yakni:
·        Dosen mengenalkan diri kepada mahasiswa, bisa dengan membacakan sebuah puisi, kata-kata bijak, atau poster yang menarik. Misalnya puisi “Seonggok Jagung di Kamar” atau kata bijak yang berbunyi “kita tidak harus hebat saat memulai, tetapi kita bisa memulai untuk menjadi hebat”. Dari puisi atau pun kata-kata bijak tersebut dosen  menggali informasi melalui brain storming dengan memberikan pertanyaan kompleks terkait dengan perlunya belajar  untuk menulis karya ilmiah berbasis pengetahuan dan realitas di lapangan.  Pengenalan diri oleh Dosen dipandang sangat penting terutama informasi yang berkaitan dengan nomor telepon, HP, email, dan blog. Selain itu, prinsip keterbukaan untuk berkonsultasi memberikan semangat antusias pada mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan. Pembacaan puisi sesuai dengan topik perkuliahan, memberikan pencerahan bahwa perkuliahan yang akan dilakukan berbeda dengan pola konvensional yang menempatkan dosen sebagai pusat belajar (teacher centered). Penggunaan brain storming terkait dengan perlunya belajar menulis karya ilmiah berbasis pengetahuan dan realitas di lapangan meningkatkan rasa kepekaan sosial dan menumbuhkan semangat nasionalisme melalui untuk menulis secara benar dan produktif sesuai dengan konteks. Penerapan prinsip dan konteks komunikasi ini menempatkan mahasiswa sebagai calon intelektual yang memiliki etika dalam berkomunikasi. Meskipun hubungan mahasiswa-dosen berada dalam kesederajatan dalam berpikir dan berpendapat, tetapi mahasiswa menyadari untuk menjalin komunikasi yang lancar, hubungan dosen-mahasiswa harus dibangun dalam keberadaban. Adanya perhatian/empatitas yang tinggi dari dosen maupun sesama mahasiswa, mendorong mahasiswa untuk berani menampilkan pikiran dan pendapat dalam diskusi maupun dalam perkuliahan.  

·        Memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya mengenai bahan kuliah yang belum dikuasai dan yang dibutuhkan. Pada tahap ini dosen mengeksplorasi kebutuhan dan pengetahuan mahasiswa mengacu pada kebutuhan menulis karya  ilmiah. Kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa untuk bertanya mengenai bahan kuliah yang belum dikuasai, topik tulisan yang akan dibahas, dan sumber yang dibutuhkan, menumbuhkan keberanian dan antusiasm dalam mengikuti perkuliahan.

·        Mereview materi menulis karya ilmiah sesuai dengan kebutuhan komunikasi ilmiah secara singkat. Dari segi substansi, tim dosen dari masing-masing Jurusan membantu memberikan fasilitas konsultasi. Dosen memberikan kuis berkaitan dengan penerapan kaidah dasar bahasa Indonesia dalam menulis karya ilmiah. Review materi dan  kuis akan menciptakan suasana kelas menjadi lebih hidup dan dinamis, serta mendorong mahasiswa untuk menggunakan literatus acuan sesuai dengan kebutuhan menulis karya ilmiah secara benar dan efektif.

2.      Tahap instruksional
Tahap instruksional merupakan tahap pemberian atau pelaksanaan kegiatan perkuliahan yakni:
·        Materi berupa prinsip-prinsip dan contoh-contoh, serta tugas yang harus dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan topik secara kelompok. Perkulihan pertama, dosen menerapkan brain storming dengan melemparkan pertanyaan memilih topik yang spektakuler (terkini, menarik, dan menantang) namun dapat dilakukan oleh mahasiswa, memerinci topik, dan merumuskan topik. Pemberian materi berupa prinsip-prinsip dan contoh-contoh, melalui tayangan power point dan browsing memperluas wawasan bagi mahasiswa bahwa terdapat bermacam-macam gaya selingkung dari masing-masing instansi dan perguruan tinggi. Cara ini membuka wawasan mahasiswa untuk dapat mengirimkan tulisan ke mana pun sesuai dengan gaya selingkung instansi yang dikirim. Cara ini menepis anggapan bahwa hanya ada satu format penulisan yang paling benar. Cara ini dapat meningkatkan interaksi sosial dalam pembelajaran seperti yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif.
·        Penggunaan alat bantu untuk memperjelas perolehan belajar berupa jurnal, makalah, hasil penelitian, baik cetak maupun browsing. Selama menyelesaikan tugas, mahasiswa dapat berkonsultasi secara tatap muka dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan  melalui e-learning, fb, e-mail, dan blog. Cara ini menciptakan tradisi mencari untuk menemukan  secara mandiri maupun kerjasama.
·        Presentasi hasil tugas.  Presentasi dilaksanakan berdasarkan  cooperative learning untuk memecahkan permasalahan yang diberikan dosen. Karya ilmiah yang sudah selesai diedit/disunting substansi, bahasa, dan format yang sudah disesuaikan direkomendasi untuk dipresentasikan. Selama presentasi berlangsung, dosen mengamati dan mencatat kesulitan mahasiswa, baik berkaitan dengan substansi topik, mekanisme diskusi, prinsip diskusi, substansi diskusi, maupun penggunaan bahasa Indonesia. Selanjutnya dosen memberikan umpan balik untuk dianalisis secara kritis bersama-sama mahasiswa. Dengan cara ini kesulitan dan kekhilafan dapat segera dipecahkan bersama secara kritis-analitis. Karya yang sudah dipresentasikan dan sudah diedit/disunting ulang direkomendasikan untuk dikirimkan ke jurnal-jurnal ilmiah.

·        Tahap Pasca Instruksional
Tahap ini adalah tahap yang diperlukan untuk mengetahui keberhasilan tahap instruksional. Dosen melalukan refleksi terhadap perkuliahan yang baru dilaksaanakan. Pada tahap pertama, permasalahan yang ditemukan dosen adalah (1) mekanisme diskusi, (2) prinsip komunikasi, (3) pemfokusan dan spesifikasi topik, dan (4) kekurangtepatan menggunakan kata sapaan, dan ketidaklogisan/kurangsistema-tisan penyampaian. Dosen mengajak mahasiswa untuk melakukan refleksi bersama-sama  dengan analitis-kritis terhadap kesulitan yang dilakukan selama diskusi. Tujuannya supaya terjadi tradisi komunikasi kesederajatan dalam keberadaban. Mahasiswa yang kesulitan memerinci topik dibimbing untuk membedah topik yang telah dirumuskan sendiri dengan cara dialog mendalam dan berpikir kritis. Bukti ketidaklogisan/kekurangsistematisan dicatat dan dipecahkan bersama mahasiswa di dalam kelas secara tatap muka melalui analitis kritis antarmahasiswa dan dosen secara terbuka dan sportif. Dengan melakukan refleksi terhadap kekurangan dan kesulitan pada tahap pembelajaran sebelumnya dosen dapat memperbaiki rencana tindakan berdasarkan hasil refleksi untuk meningkatkan pembelajaran menulis karya ilmiah melalui DD/CT.

PENUTUP
            Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Proses pembelajaran berbasis DD/CT dapat diimplementasikan melalui tiga tahap, yaitu tahap pra instruksional, tahap instruksional, dan tahap pasca instruksional. Masing-masing tahap dapat dilakukan jika dosen dapat mengubah pandangan terhadap proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered mengubah  cara/pola mengajar dari konvensional ke penggunaan multi method dan multi media, dan bersedia melakukan refleksi dari setiap akhir pembelajaran untuk memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
2) Hasil pembelajaran berbasis DD/CT  dapat meningkatkan antusias dalam belajar menulis karya ilmiah, gairah menulis karya ilmiah, dan keberanian untuk mengomunikasikan pikiran dan pendapatnya, baik secara tulis maupun lisan dengan prinsip kesedarajadan dan keberadaban. Pembelajaran berbasis DD/CT dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh mahasiswa untuk mencari, menemukan, mengonstruks, dan mengomunikasikan hasil temuannya dalam bentuk lisan dan tulis secara baik dan benar.   Penggunaan pembelajaran berbasis DD/CT juga dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara analitis-kritis antara dosen-mahasiswa atau antarmahasiswa.  Dengan demikian penggunaan pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan hardskill sekaligus soft skill mahasiswa.  Lebih lanjut DD/CT dapat membudayakan enam “K” dalam diri mahasiswa dan dosen, yaity keterbukaan, kejujuran, kerjasama, keberadaban, kesederajadan, dan kepedulian.
            Para dosen dapat menggunakan pembelajaran berbasis DD/CT untuk semua topik dari matakuliah yang diajarkan untuk meningkatkan keaktivan dan keterlibatan mahasiswa dalam belajar  secara arif dan terbuka.

DAFTAR RUJUKAN

Al Hakim, Suparlan. 2004. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/ Critical Thinking (DD/CT). P3G. Dirjen Dikdasmen. 2002.
Ellison. Laura, 2000. Tujuh Langkah Deep dialogue/Dialog Mendalam yang Diterapkan Pada Para Dosen “ Pendidikan Anak Seutuhnya”. Unicef. GDI
Farris,P.J.&Cooper,S.M. 1994. Elementary Social Studies: a Whole language Approach. Iowa: Brown&Benchmark Publishers.
Global Dialogue Institute. 2001. Deep Dialogue/Critical Thinking as Instructional Approach. Disajikan pada TOT Pendidikan Anak Seutuhnya di Malang 1-11 Juli 2001.
Joyce, B.&Weil,M. 1986. Models of Teaching. New York:Englewood Cliffs.
Lickona, T. 1992. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York. Bantam Books.
Pang, V.O., Gay, G.& Stanley, W.B. 1995. “Expanding Conceptions of Community and Civic Competence for a Multicultural Society”. Theory and Reseach in Social Education. XXIII:4(302-331).
Savage, T.V.,& Armstrong, D.G. 1996. Effective Teaching in Elementary Social Studies. Ohio: Prentice Hall.
Swidler. L 2000, Religion Dialogue in Dialogue Era, Philadelpia, University Press
Skeel, D.J. 1995. Elementary Social Studies: Challenge for Tomarrow”s World. New York: Harcourt Brace College Publishers.
Sudjana .1997. Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Rosdakarya
Sumarjo, H. 2003. Menyongsong UU Sisdiknas yang Baru. Kompas. 13 Maret 2003. Hlm.6.
Untari, Sri, 2002, Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking.  Jakarta, Dirjendisdasmen, PPPG IPS dan PMP Malang
Walsh,D. 1988. “Critical Thinking to Reduce Prejudice. Social Education”. (280-282).
Widarti, 2002. Rencana Pembelajaran Geografi Bernuasa Deep Dialogue/Critical Thinking, (makalah dalam Pelatihan Instruktur Mata pelajaran Geografi SMP). Malang PPPG IPS-PMP

2 comments:

  1. like

    Ibu bisa minta referensi buku yang berkaitan tentang opini, kira-kira judul bukunya apa saja?

    ReplyDelete
  2. ibu dapet buku al hakim dari mana bu? mohon infonya

    ReplyDelete