SCIENTIFIC WRITING
LEARNING BASED ON DEEP DIALOGUE/CRTITICAL THINKING
Umi Salamah
Sponsored by Director General of Higher Education DP2M
ABSTRACT: The problems usually found in scientific writing leaning
in higher institution are to find, choose, specify, and develop the topic. In
current semesters, the writer implemented deep dialogue/critical thinking
(DD/CT) technique to guide the students solving those problems. The developed
principles in DD/CT are, moreover, the presence of two ways communication and
the best take-give principle, building equality and trust between lecturer and
students, and high empathy. So, DD/CT contains democratic and ethic values to
show the idea in systematic way.
The focus of analysis in CC/CT
approach is concentrated on finding out knowledge and experience through deep
dialogue and critical thinking. Based on
three cycles in a classroom action research, it was found: (1) DD/CT could
improve enthusiasm along the scientific writing leaning process; (2) DD/CT could
optimize the students’ intellectual potency to find, choose, specify, and
develop the topics through good rule and format; (3) Students’ mentality,
emotion, and spirituality developed along dialogue process; (4) the lecturer
and students could function as good listeners, speakers, writers, and thinkers;
and (5) this learning model can be implemented in daily life because of
focusing on value, attitude and sportiveness. In conclusion, learning based on
DD/CT can improve students’ had skill and soft skill in scientific writing,
even in oral communication.
Key Words: learning,
writing, scientific writing, DD/CT
Baca selanjutnya
Baca selanjutnya
PEMBELAJARAN MENULIS KARYA
ILMIAH
BERBASIS DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING
Umi Salamah
Abstrak:
Kendala yang sering ditemukan dalam pembelajaran menulis karya
iilmiah di perguruan tinggi adalah menemukan, memilih, memerinci, dan
mengembangan topik menjadi tulisan. Beberapa semester terakhir, penulis
menggunakan teknik deep dialogue/critical
thinking (DD/CT) untuk membimbing mahasiswa mengatasi kesulitan tersebut.
Prinsip yang dikembangkan dalam DD/CT,
antara lain: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang
terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban antara dosen dan mahasiswa,
serta empatisitas yang tinggi. Dengan demikian, DD/CT mengandung nilai-nilai demokrasi dan etis untuk mewujudkan
ide dalam tulisan yang sistematis.
Fokus kajian
pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis.
Berdasarkan tiga kali siklus classroom
action research ditemukan hasil yaitu: (1) DD/CT dapat meningkatkan
antusias selama proses pembelajaran menulis karya ilmiah; (2) DD/CT dapat
mengoptimalisasikan potensi inteligensi mahasiswa untuk menemukan, memilih,
memerinci, dan mengembangkan topik dengan format dan kaidah penulisan yang
benar; (3) mental, emosional, dan spiritual mahasiswa berkembang seimbang
selama dialog berlangsung; (4); mahasiswa dan dosen dapat menjadi pendengar,
pembicara, penulis, dan pemikir yang baik; dan (5) model pembelajaran ini dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari karena lebih menekankan pada
nilai, sikap dan kepribadian (sportifivitas). Dengan demikian pembelajaran
berbasis DD/CT dapat meningkatkan hard
skill dan soft skill dalam
menulis karya ilmiah maupun mengomunikasikannya secara lisan.
Kata kunci: pembelajaran, menulis, karya ilmiah, DD/CT
PENDAHULUAN
Hambatan yang paling mendasar dalam pembelajaran menulis karya ilmiah di perguruan
tinggi adalah menemukan, memilih, memerinci, dan mengembangan topik menjadi
tulisan. Kendala tersebut menyebabkan mahasiswa kurang percaya diri dan tidak
memiliki keberanian untuk menulis. Akibatnya, tulisan mahasiswa kurang
produktif, dan sebagian besar berisi tempelen-tempelan teori yang kadang-kadang
tidak relevan dengan topik yang dibahas dalam karya ilmiahnya. Kendala lainnya
berupa pengunaan kaidah bahasa yang dianggap sebagai ‘momok’ yang menghantui
ketika akan menulis. Pikiran mahasiswa dibayangi oleh ketakutan penggunaan
kaidah bahasa yang salah. Apabila kendala-kendala tersebut tidak diatasi, dan
pembelajaran bahasa Indonesia tetap menggunakan pola konvensional, maka
produktivitas potensi menulis mahasiswa makin lama makin menurun.
Sebelum digunakan teknik deep
dialogue /critical thinking (DD/CT), mahasiswa cenderung apatis dan kurang bersemangat
dalam belajar bahasa Indonesia.
Under estimate terhadap pokok bahasan
perkuliahan Bahasa Indonesia. Makalah yang ditulis cenderung berupa
tempelan-tempelan atau memindahkan tulisan orang lain dalam tulisannya, topik
kurang spesifik, gagasan tidak jelas, dan penggunaan bahasa kurang
memperhatikan kaidah karena memang tidak diedit/disunting. Akibat tersebut
berawal dari model pembelajaran yang monoton, dan materi pembelajaran kaidah
penulisan yang ‘dianggap’ mengulang
materi bahasa Indonesia yang sudah dipelajari di bangku sekolah.
DD/CT dapat membantu mengatasi
kesulitan tersebut. Fokus kajian
pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis
dalam memandang suatu fakta dan peristiwa sebagai suatu peluang untuk dikaji.
Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan menulis karya ilmiah, dirumuskan
masalah dari tahap prainstruksional,
tahap instruksional, dan tahap pasca instruksional. Topik yang dikaji dalam artikel ini
meliputi : konsep
pembelajaran berbasis DD/CT, proses
pembelajaran berbasis DD/CT, implementasi perkuliahan berbasis DD/CT,
KONSEP PEMBELAJARAN BERBASIS DD/CT
Konsep ini bermula dari hakikat dialog
yakni kegiatan percakapan antarorang dalam masyarakat/kelompok yang bertujuan
bertukar ide, informasi dan pengalaman. Deep
dialogue (dialog mendalam), diartikan sebagai percakapan yang diwujudkan
dalam hubungan interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan
kebaikan (GDI, 2001). Adapun ciritical thinking
(berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan
potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil
keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar.
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical thinking, antara lain adalah: adanya
komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan
kesederajatan dan keberadaban serta empatisitas yang tinggi dalam memecahkan
masalah di lapangan.
Sebagai
pendekatan pembelajaran, pada dasarnya Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bukanlah sebuah pendekatan yang baru
sama sekali, akan tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah
ada sebelumnya (GDI, 2001). Oleh karena itu, Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bisa menggunakan semua
metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti Multiple
Intelligences, Belajar Aktif, Keterampilan Proses ataupun Parthnership Learning Method, sebagaimana yang dikembangkan oleh
Eisler. Dengan demikian, filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap
seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional
maupun yang bersifat inovatif.
Fokus kajian
pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman untuk memecahkan masalah, melalui dialog secara
mendalam dan berpikir kritis, keaktifan peserta dan aspek intelektual, sosial,
mental, emosional dan spiritual. Mahasiswa yang telah belajar di kelas yang
menggunakan pendekatan DD/CT, diharapkan akan memiliki perkembangan kognisi dan
psikososial yang lebih baik. Mereka juga diharapkan dapat mengembangkan
ketrampilan hidup tentang DD/CT yang akan meningkatkan pemahaman terhadap masalah
social, masalah keilmuan, teknologi, baik yang berkaitan dengan pengembangan dirinya
maupun terhadap orang. Oleh karena itu akan memperkuat penerimaan dan kepekaan terhadap
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah.
Untuk keperluan
pendekatan pembelajaraan, Global Dialogue
Institute (2001) mengindetifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan
DD/CT, yaitu: (1) mahasiswa dan dosen lebih aktif; (2) potensi intelligensi mahasiswa
dapat berkembang secara optimal; (3) berfokus pada mental, emosional dan
spiritual; (4) menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis; (5) mahasiswa
dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; (6) dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari; (7) lebih menekankan pada nilai,
keterampilan, sikap, dan kepribadian.
PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS DD/CT
DD/CT pada prinsipnya dapat menggunakan semua metode pembelajaran
yang telah digunakan sebelumnya seperti multiple
intelligences, belajar aktif, keterampilan proses ataupun parthnership learning method,
sebagaimana yang dikembangkan oleh Eisler. Dengan demikian, filosofi DD/CT
melakukan penajaman-penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah
ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat inovatif.
Proses belajar-mengajar adalah
proses dialog, baik secara individu maupun kelompok. Sebagai proses dialog, praktik pembelajaran
memerlukan prasyarat kesiapan fisik dan mental pelaku penyampai pesan dan
penerima pesan pembelajaran.
Pembelajaran berbasis Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) mengakses paham konstruktivis dengan
menekankan adanya dialog mendalam dan berpikir kritis. Elemen-elemen dalam
menerapkan konstruktivisme meliputi: (1) menghidupkan pengetahuan artinya pengetahuan sebelumnya harus
dijadikan pertimbangan dalam membelajarkan materi baru; (2) memperoleh
pengetahuan baru dalam arti perolehan tambahan pengetahuan harus dilakukan
secara menyeluruh, bukan berupa paket-peket kecil. Hal ini dapat dianalogkan
belajar menulis, mahasiswa harus mempraktekkannya, setelah paham akan masalah
riil di lapangan dan kaidah menulis,
dosen dapat membelajarakan secara individual tentang berbagai macam dan langgam
menulis; (3) memahami pengetahuan ini berarti mahasiswa harus menggali,
menemukan dan menguji semua pengetahuan baru yang diperoleh. Mereka perlu
mendiskusikan dengan dosennya dengan teman, saling membelajarkan, saling
mengkritik, serta membantu lainnya memperbaiki susunan perolehan pengetahuan
yang dibelajarkan; (4) menggunakan pengetahuan artinya mahasiswa memperoleh
kesempatan memperluasan wawasan, menyaring pengetahuan dengan menggunakan
berbagai cara dalam bentuk pemecahan masalah; (5) refleksi pengetahaun yang
diperoleh
Beberapa prinsip yang
harus dikembangkan dalam deep
dialogue/critical thinking, antara lain adalah: adanya prinsip komunikasi dua
arah, prinsip pengenalan diri untuk mengenal dunia orang lain, prinsip saling
memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, prinsip saling
memberadabkan (civilizing) dan
memberdayakan (empowering), prinsip
keterbukaan dan kejujuran serta prinsip
empatisitas yang tinggi (Al-Hakim, 2002).
Dengan deep dialogue/critical
thinking, seseorang di samping mampu mengenali diri sendiri juga mengenal
diri orang lain. Selain itu, dengan dialog mendalam/berpikir kritis, orang akan
belajar mengenal dunia lain di luar dunia dirinya dan selanjutnya mampu
menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Hal ini membuka
kemungkinan-kemungkinan untuk memahami makna yang fundamental dari kehidupan
secara individual dan kelompok dengan berbagai dimensinya. Dengan demikian,
pada skala yang lebih luas, dialog mendalam dan berpikir kritis lebih
mengandalkam ‘cara berpikir baru’ (new
way of thinking) untuk memahami dan memecahkan masalah di masyarakat (Swidler,
2000)..
Melalui deep dialogue/critical thinking,
orang juga akan mampu mengikuti dunia lain dan secara perlahan-lahan
mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya. Kapasitas dialog dan berpikir
dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan jabatan seseorang pada posisi yang
sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan kegiatan berpikir
kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan kritis, membagi rasa,
saling memberi perhatian sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang ada
dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Sebagai suatu inovasi pembelajaran DD/CT, diharapkan mampu memberdayakan
dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran
dan hasil belajar dapat terus ditingkatkan. Menurut Rogers (1995), memerinci adanya lima aspek inovasi
yang dapat diterima oleh adopter, adalah sebagai berikut:(1) relative
advantage atau keuntungan relatif, adalah tindakan yang menempatkan suatu
ide baru dianggap lebih baik dari pada
ide-ide yang ada sebelumnya; (2) compatibility,
adalah sejauh mana suatu inovasi pendidikan dianggap konsisten dengan
nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima inovasi; (3) complexity, adalah tingkat yang
menempatkan suatu inovasi pendidikan dianggap relatif sulit untuk dimengerti
dan diterapkan oleh pelaksana pendidikan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah
dipahami oleh beberapa dosen, sedangkan dosen lainnya tidak. Kerumitan inovasi
pendidikan berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya; (4) trialibility,
adalah suatu tingkat yang sebuah inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil. Ide
baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak
dapat dicoba lebih dulu;(5) observability, adalah tingkat yang
hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil-hasil inovasi
tertentu mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan
beberapa lainnya tidak. Observabilitas suatu inovasi pendidikan berhubungan
positif dengan kecepatan adopsinya
Deep dialogue/critical thinking memuat
kelima aspek tersebut di atas. Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada
dasarnya mendudukkan seseorang pada
posisi yang sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan
kegiatan beripikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan
kritis, membagi rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat dan
pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Pembelajaran berbasis DD/CT memiliki berbagai
kelebihan sebagai berikut :
1.
DD/CT dapat digunakan melatih mahasiswa untuk mampu
berpikir kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta
dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal, tradisional, dan global. Dengan
begitu, mahasiswa dapat membedakan mana yang disebut berpikir baik dan tidak
baik, mana yang benar dan tidak benar. Dialog mendalam dan berfikir kritis
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman paling lengkap. Melalui dialog mendalam
dan berpikir kritis mahasiswa memahami bagaimana mereka berhubungan dengan
orang lain dan lingkungannya. Berpikir kritis membantu mahasiswa menemukenali
sekaligus menguji sikap mereka sendiri, serta menghargai nilai-nilai yang
dipelajari;
2.
DD/CT merupakan pendekatan yang dapat
dikolaborasikan dengan berbagai metode yang telah ada dan dipergunakan oleh dosen
selama ini;
3.
DD/CT merupakan dua sisi mata uang, dan merupakan
hal yang inhernt dalam kehidupan mahasiswa,
oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran berbasis DD/CT selalu berkaitan
dengan kehidupan nyata sehingga memudahkan mahasiswa mengerti dan memahami
manfaat dari isi pembelajaran;
4.
DD/CT menekankan pada nilai, sikap, kepribadian,
mental, emosional dan spiritual sehingga mahasiswa belajar dengan menyenangkan
dan bergairah;
5.
Melalui pembelajaran berbasis DD/CT , baik dosen maupun mahasiswa akan dapat memperoleh
pengetahuan dan pengalaman, karena dengan
dialog mendalam dan berpikir kritis mampu memasuki ranah intelektual,
fisikal, sosial, mental dan emosional seseorang;
6.
Hubungan antara dosen dan mahasiswa akan terbina secara
dialogis kritis, sebab pembelajaran berbasis DD/CT membiasakan dosen dan mahasiswa
untuk saling membelajarkan, dan belajar hidup dalam keberagaman.
Dalam tataran praktis, kajian DD/CT sebagai paradigma pengembangan pendidikan
berlaku prinsip Unity in policy and
deversity in implementation. Justru kenyataan ini sebagai kelebihan lain
dari penerapan DD/CT, sekaligus
sejalan dengan pembelajaran yang sedang dikembangakan di perguruan tinggi yakni
Student Centered Learning (SCL) yakni
pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa, bukan semata
aktivitas dosen mengajar DD/CT dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
menulis karya ilmiah dan kehidupan sehari-hari, perlu diperhatikan
kaidah-kaidah DD/CT sebagai berikut:
Pertama, keterbukaan, langkah
awal untuk melakukan dialog mendalam dan berpikir kritis individu harus membuka
diri terhadap mitra dialog, karena sifat terbuka dalam diri akan membuka
peluang untuk belajar, mengubah dan mengembangkan persepsi. Pemahaman realitas dan bertindak secara tepat merupakan
hasil berpikir kritis. Dengan demikian ketika masuk dalam dialog, kita dapat
belajar, berubah dan berkembang dalam rangka meningkatkan berpikir kritis.
Dialog sebagai suatu kegiatan memiliki dua sisi yakni dalam masyarakat (intern)
dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya (antar). Hal ini dilakukan
mengingat bahwa dialog pada hakekatnya bertujuan untuk saling berbicara,
belajar dan mengubah diri masing-masing pihak yang berdialog, sehingga
perubahan yang terjadi pada masing-masing pihak merupakan hasil berpikir
kritisnya sendiri (self-critical thinking).
Kedua, kejujuran, bersikap
jujur dan penuh kepercayaan diperlukan dalam DD/CT , sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala pihak-pihak
yang melakukan bersikap jujur dan tulus.Artinya masing-masing mengemukakan
tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya melalui berpikir kritis secara
apa adanya, serta saling percaya di antara mereka. Dengan demikian kejujuran
merupakan prasyarat terjadinya dialog atau dengan kata lain tidak ada
kepercayaan berarti tidak ada dialog.
Ketiga, kerjasama. Untuk
menanamkan kepercayaan pribadi, langkah awal adalah mencari kesamaan dengan
cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya memilih pokok-pokok
permasalahan yang memungkinkan memberi satu dasar berpijak yang sama.
Selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat dihadapi bersama atau
mencari solusinya. Hal ini penting karena kemampuan untuk menyelesaikan
permasalahan secara bersama atau dengan bekerjasama akan menghasilkan pemecahan
yang menguntungkan pihak-pihak yang bermasalah (win-win solution).
Keempat, menunjung nilai-nilai
moral/keberadaban, DD/CT terjadi manakala masing-masing pihak yang
berdialog menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etis atau santun, saling
menghargai, demokratis yakni dengan memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa
sehingga berketetapan hati untuk berdialog. Artinya kita paling mengetahui apa
yang kita ketahui, dan mitra dialog kita paling mengerti apa yang mereka
ketahui. Di samping itu masing-masing saling mempelajari, untuk memperluas
wawasan bersama, untuk memperdalam, mengubah dan memodifikasi pemahaman
mereka.
Kelima, saling mengakui
keunggulan/kesederajatan, DD/CT akan terjadi manakala masing-masing pihak
menghadirkan hati. Dalam berdialog harus menghadirkan hati dan tidak hanya
fisik. Dengan menghadirkan hati, masing-masing pihak yang berdialog dapat
memberi respon kepada mitra dialog secara baik, dan menghindarkan menjadi
penceramah, pengkotbah atau yang mendominasi proses dialog, seolah kita yang
memiliki kelebihan daripada mitra dialog kita. Oleh karenanya saling mengakui
keunggulan masing-masing akan diperoleh pemahaman bersama secara baik
Keenam, membangun empati/kepedulian.
Jangan menilai sebelum meneliti, merupakan ungkapan yang tepat dalam membangun DD/CT . Kita jauhkan prasangka, bandingkan
secara adil dalam berdialog sedapat mungkin kita tidak menduga-duga tentang hal
yang disetujui dan hal yang akan ditentang. Membangun empati dalam dialog
mendalam pihak-pihak yang berdialog dapat menyetujui dengan tetap menjaga
integritas diri mitra dialog, masyarakat dan tradisinya.
DD/CT dapat meningkatkan interaksi
dua arah, bahkan multiarah. Kondisi ini
sesuai dengan prinsip dasar pendekatan DD/CT yang memiliki garapan dalam pembelajaran
bahwa mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog mendalam
dan bepikir kritis. Oleh karenanya salah satu ciri pembelajaran DD/CT adalah
dosen dan mahasiswa dapat menjadi pendengar, pembicara dan peneliti, pemikir
yang baik .Interaksi antara dosen-mahasiswa antara lain dapat menciptakan pembelajaran
yang produktif, ketika menggali informasi untuk menemukan konsep, juga ketiga
mengecek pemahaman mahasiswa, mengetahui sejauhmana keingintahuan mahasiswa
(misalnya dengan merahasiakan gambar, membuat permainan untuk membangun
komunitas). Dalam diskusi kelompok dan presentasi unjuk kerja, kegiatan
bertanya dan menjawab telah mendorong interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa,
antara mahasiswa dengan dosen, antara dosen dengan mahasiswa. Bahkan kalau
mungkin antara mahasiswa dengan narasumber yang bukan berasal dari kampus, misalnya pakar ilmu dan praktisi.
Interaksi yang terjadi telah secara intensif terjadi ketika mereka berdiskusi,
bekerja dalam kelompok, ketika mengalami kesulitan dan sebagainya. Pentingnya
interaksi dalam pembelajaran dengan pendekatan DD/CT bahwa interaksi dalam
proses pembelajaran sebagai sesuatu yang lebih luas dari sekedar percakapan ,
bertanya (Questioning), atau menjawab
(answering) antara dua orang atau
lebih atau antar kelompok. Interaksi berarti memposisikan masing-masing
individu pada posisi yang sama, sehingga secara bersamaan dapat
mentransformasikan diri, membuka diri untuk menemukenali pikiran-pikiran yang
berbeda. Oleh karena pembelajaran berbasis DD/CT mampu meningkatkan interaksi, akan membawa
peningkatan berpikir kritis dan kreatif (critical
and creative thinking).
IMPLEMENTASI PERKULIAHAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS
DD/CT
Penyusunan rancangan perkuliahan berbasis
DD/CT dilakukan dengan lima komponen atau tahap yang terdapat dalam model perkuliahan dengan
pendekatan DD/CT yakni hening, membangun komunitas, analisis isi, analisis
latar dengan strategi penemuan konsep (Concept Attainment) dan Cooperative Learning, refleksi dan
evaluasi
Pertama, hening. Tahap ini merupakan bagian refleksi diri dosen
terhadap dunia pengetahuan mahasiswa dan maslah riil di masyarakat. Pandangan
dunia dosen tentang kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa menjadi bagian yang
berguna dalam menyusun rancangan perkuliahannya yang bernuansa dialog mendalam
dan berpikir kritis. Kegiatan
refleksi ini meliputi identifikasi pengalaman dosen dan pengalaman mahasiswanya,
kelas belajar, dan sebagainya. Kegiatan refleksi juga merupakan sesuatu
yang dapat dipandang keunggulan pendekatan DD/CT, karena dapat sebagai sarana
saling introspeksi baik dosen mapun mahasiswa, juga ungkapan bebas dari
pandangan, usul terbaiknya demi kebaikan bersama. Refleksi memiliki fungsi
mendidik pada mahasiswa untuk menyukai belajar dari pengalaman yang telah
dilaluinya. Ini sejalan dengan pendapat Gross (2000) bahwa dengan refleksi
terjadi proses penajaman pengalaman yang diperoleh dan mereproduksi ketika menyampaikan secara lesan.
Kedua, membangun
komunitas. Tahap ini merupakan tahap menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban antarmahasiswa, dosen
dan mahasiswa. Pada tahap ini dosen menjadi mitra mahasiswa dalam mengenali,
memahami, dan memecahkan masalah riil di masyarakat berbasis pengetahuan yang
diperoleh di perguruan tinggi.
Ketiga analisis isi. Proses untuk melakukan
identifikasi, seleksi dan penetapan masalah riil berbasis pengetahuan. Proses
ini dapat ditempuh dengan berpedoman atau mengunakan rambu-rambu materi yang
terdapat dalam kurikulum/deskripsi matakuliah, yang antara lain standar
minimal, urutan (sequence) dalam
keluasan (scope) materi, kompetensi
dasar yang dimiliki, serta keterampilan yang dikembangkan. Di samping itu,
dalam menganalisis, hendaknya juga menggunakan pendekatan nilai moral, yang
subtansinya meliputi prinsip komunikasi, etika komunikasi dan mekanisme
komunikasi.
Keempat, analisis latar yang
dikembangkan dari latar kultural dan siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep
latar pengetahuan sesuai dengan jurusan/program studi, yang mencakup hard skill dan soft skill sesuai dengan bidang yang dipelajari. Selain itu,
analisis latar juga mempertimbangkan nilai-nilai kultural dan nilai ekonomi yang bermanfaat bagi kehidupan mahasiswa.
Kelima, pengorganisasian
materi. Dengan pendekatan DD/CT dilakukan dengan memperhatikan prinsip “4 W dan
1 H”, yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Where (dimana)
dan How (bagaimana). Dalam rancangan perkuliahan
, keempat prinsip ini, harus diwarnai oleh ciri-ciri perkuliahan dengan Deep Dialogue dalam menuju tindakan dan
sikap (experience) dan Critical Thinking dalam upaya
pencapaian/pemahaman konsep (concept
attaintment), serta pengembanagn konsep (concept development). Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan
metode pembalajaran yang memungkinkan mahasiswa untuk ber-DD/CT
Demikian juga kegiatan penemuan konsep dan cooperative learning, telah dapat menciptakan kebersamaan, dan
dialog mendalam tentang segala hal baru yang diterima mahasiswa, kegiatan ini
juga merangsang daya kritis mahasiswa dalam menangkap permasalahan, mencari
solusi permasalahan dengan caranya sendiri dan bantuan orang lain, dan
mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
Penerapan
DD/CT di kelas cukup mudah, apabila dosen telah memahami kaidah-kaidahnya
sebagai berikut:
1.
Mengubah pandangan
dosen bahwa pemberdayaan mahasiswa dalam perkuliahan dengan memberi kesempatan
pada mahasiswa, untuk mengamati, menganalisis, mendialogkan dan akhirnya
mengkonstruksikan pengetahuan dan pengalaman serta ketrampilan baru.
2.
Mengajarkan
topik sebaiknya dilaksanakan dengan kegiatan menggali dan menemukan sendiri
3.
Memberdayakan
mahasiswa untuk berani mengemukakan pendapat dan bertanya secara terbuka
4.
Menciptakan
suasana dialog mendalam “antar mahasiswa" dan "antara mahasiswa-dosen"
oleh karenanya upayakan untuk selalu belajar dalam kelompok
5.
Mempergunakan
berbagai media dan sumber belajar untuk memperluas wawasan
6.
Memberi
mahasiswa kesempatan untuk melakukan refleksi sebelum pelajaran berakhir
7. Penilaian
hendaknya tidak hanya berdasarkan tes
Dari
uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pendekatan DD/CT akan mampu meningkatkan
minat dan motivasi belajar mahasiswa. Keadaan ini tidak terlepas dari gaya
mengajar dosen yang harus berubah dari gaya mengajar konvensional yakni yang
hanya dengan ceramah bervariasi berubah
gaya mengajar konstruktivism yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode (multi methods), multi media (multi media). Sesuai dengan pandangan Ausubel (dalam
Irawan, 1996) bahwa alasan bahan yang dirancang dengan baik dan menarik
perhatian mahasiswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar secara bermakna,
sehingga mahasiswa memiliki kesiapan dan minat untuk belajar.
Implementasi
pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis DD/CT juga dapat dirancang dalam
tiga tahap, yaitu prainstruksional, instruksional, dan pasca instruksional
sebagai berikut:
1. Tahap Prainstruksional
Tahap prainstruksional merupakan tahap awal kegiatan yang ditempuh pada
saat memulai proses perkuliahan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
didasarkan ada hasil refleksi kondisi belajar sebelumnya, yakni:
·
Dosen mengenalkan diri kepada mahasiswa, bisa
dengan membacakan sebuah puisi, kata-kata bijak, atau poster yang menarik. Misalnya
puisi “Seonggok Jagung di Kamar” atau kata bijak yang berbunyi “kita tidak
harus hebat saat memulai, tetapi kita bisa memulai untuk menjadi hebat”. Dari
puisi atau pun kata-kata bijak tersebut dosen menggali informasi melalui brain storming dengan memberikan
pertanyaan kompleks terkait dengan perlunya belajar untuk
menulis karya ilmiah berbasis pengetahuan dan
realitas di lapangan. Pengenalan diri
oleh Dosen dipandang sangat penting terutama informasi yang berkaitan dengan
nomor telepon, HP, email, dan blog. Selain itu, prinsip keterbukaan untuk
berkonsultasi memberikan semangat antusias pada mahasiswa untuk mengikuti
perkuliahan. Pembacaan puisi sesuai dengan topik perkuliahan, memberikan
pencerahan bahwa perkuliahan yang akan dilakukan berbeda dengan pola
konvensional yang menempatkan dosen sebagai pusat belajar (teacher centered). Penggunaan brain
storming terkait dengan perlunya belajar menulis karya ilmiah berbasis
pengetahuan dan realitas di lapangan meningkatkan rasa kepekaan sosial dan
menumbuhkan semangat nasionalisme melalui untuk menulis secara benar dan produktif sesuai dengan
konteks. Penerapan prinsip dan konteks komunikasi ini menempatkan mahasiswa
sebagai calon intelektual yang memiliki etika dalam berkomunikasi. Meskipun
hubungan mahasiswa-dosen berada dalam kesederajatan dalam berpikir dan
berpendapat, tetapi mahasiswa menyadari untuk menjalin komunikasi yang lancar,
hubungan dosen-mahasiswa harus dibangun dalam keberadaban. Adanya
perhatian/empatitas yang tinggi dari dosen maupun sesama mahasiswa, mendorong
mahasiswa untuk berani menampilkan pikiran dan pendapat dalam diskusi maupun
dalam perkuliahan.
·
Memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya
mengenai bahan kuliah yang belum dikuasai dan yang dibutuhkan. Pada tahap ini
dosen mengeksplorasi kebutuhan dan pengetahuan mahasiswa mengacu pada kebutuhan
menulis karya ilmiah. Kesempatan yang
diberikan kepada mahasiswa untuk bertanya mengenai bahan kuliah yang belum
dikuasai, topik tulisan yang akan
dibahas, dan sumber yang dibutuhkan, menumbuhkan keberanian dan antusiasm dalam
mengikuti perkuliahan.
·
Mereview materi menulis karya ilmiah sesuai dengan kebutuhan komunikasi ilmiah
secara singkat. Dari segi substansi,
tim dosen dari masing-masing Jurusan membantu memberikan fasilitas konsultasi. Dosen
memberikan kuis berkaitan dengan penerapan kaidah dasar bahasa Indonesia dalam
menulis karya ilmiah. Review materi dan kuis akan menciptakan suasana kelas menjadi
lebih hidup dan dinamis, serta mendorong mahasiswa untuk menggunakan literatus
acuan sesuai dengan kebutuhan menulis karya ilmiah secara benar dan efektif.
2. Tahap instruksional
Tahap instruksional merupakan tahap pemberian atau
pelaksanaan kegiatan perkuliahan yakni:
·
Materi berupa prinsip-prinsip dan contoh-contoh,
serta tugas yang harus dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan topik secara kelompok.
Perkulihan pertama, dosen menerapkan brain
storming dengan melemparkan pertanyaan memilih topik yang spektakuler
(terkini, menarik, dan menantang) namun dapat dilakukan oleh mahasiswa,
memerinci topik, dan merumuskan topik. Pemberian materi berupa prinsip-prinsip
dan contoh-contoh, melalui tayangan power
point dan browsing memperluas
wawasan bagi mahasiswa bahwa terdapat bermacam-macam gaya selingkung dari
masing-masing instansi dan perguruan tinggi. Cara ini membuka wawasan mahasiswa
untuk dapat mengirimkan tulisan ke mana pun sesuai dengan gaya selingkung
instansi yang dikirim. Cara ini menepis anggapan bahwa hanya ada satu format
penulisan yang paling benar. Cara ini dapat meningkatkan interaksi sosial dalam
pembelajaran seperti yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif.
·
Penggunaan alat bantu untuk memperjelas
perolehan belajar berupa jurnal, makalah, hasil penelitian, baik cetak maupun browsing. Selama menyelesaikan tugas,
mahasiswa dapat berkonsultasi secara tatap muka dalam perkuliahan atau di luar
perkuliahan melalui e-learning, fb, e-mail, dan blog. Cara ini menciptakan tradisi mencari
untuk menemukan secara mandiri maupun
kerjasama.
·
Presentasi hasil tugas. Presentasi dilaksanakan berdasarkan cooperative
learning untuk memecahkan permasalahan yang diberikan dosen. Karya ilmiah
yang sudah selesai diedit/disunting substansi, bahasa, dan format yang sudah
disesuaikan direkomendasi untuk dipresentasikan. Selama presentasi berlangsung,
dosen mengamati dan mencatat kesulitan mahasiswa, baik berkaitan dengan substansi topik, mekanisme diskusi,
prinsip diskusi, substansi diskusi, maupun penggunaan bahasa Indonesia.
Selanjutnya dosen memberikan umpan balik untuk dianalisis secara kritis
bersama-sama mahasiswa. Dengan cara ini kesulitan dan kekhilafan dapat segera
dipecahkan bersama secara kritis-analitis. Karya yang sudah dipresentasikan dan
sudah diedit/disunting ulang direkomendasikan untuk dikirimkan ke jurnal-jurnal
ilmiah.
·
Tahap Pasca
Instruksional
Tahap ini adalah tahap yang diperlukan untuk mengetahui keberhasilan
tahap instruksional. Dosen melalukan refleksi terhadap perkuliahan yang baru dilaksaanakan.
Pada tahap pertama, permasalahan yang ditemukan dosen adalah (1) mekanisme
diskusi, (2) prinsip komunikasi, (3) pemfokusan dan spesifikasi topik, dan (4)
kekurangtepatan menggunakan kata sapaan, dan ketidaklogisan/kurangsistema-tisan
penyampaian. Dosen mengajak mahasiswa untuk melakukan refleksi
bersama-sama dengan analitis-kritis
terhadap kesulitan yang dilakukan selama diskusi. Tujuannya supaya terjadi
tradisi komunikasi kesederajatan dalam keberadaban. Mahasiswa yang kesulitan memerinci
topik dibimbing untuk membedah topik yang telah dirumuskan sendiri dengan cara dialog
mendalam dan berpikir kritis. Bukti ketidaklogisan/kekurangsistematisan
dicatat dan dipecahkan bersama mahasiswa di dalam kelas secara tatap muka
melalui analitis kritis antarmahasiswa dan dosen secara terbuka dan sportif. Dengan
melakukan refleksi terhadap kekurangan dan kesulitan pada tahap pembelajaran
sebelumnya dosen dapat memperbaiki rencana tindakan berdasarkan hasil refleksi
untuk meningkatkan pembelajaran menulis karya ilmiah melalui DD/CT.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)
Proses pembelajaran berbasis DD/CT
dapat diimplementasikan melalui tiga tahap, yaitu tahap pra instruksional,
tahap instruksional, dan tahap pasca instruksional. Masing-masing tahap dapat
dilakukan jika dosen dapat mengubah pandangan terhadap proses pembelajaran dari
teacher centered ke student centered mengubah cara/pola mengajar dari konvensional ke
penggunaan multi method dan multi media, dan bersedia melakukan
refleksi dari setiap akhir pembelajaran untuk memperbaiki proses pembelajaran
pada pertemuan berikutnya.
2) Hasil pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan
antusias dalam belajar menulis karya ilmiah, gairah menulis karya ilmiah, dan
keberanian untuk mengomunikasikan pikiran dan pendapatnya, baik secara tulis
maupun lisan dengan prinsip kesedarajadan dan keberadaban. Pembelajaran
berbasis DD/CT dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh mahasiswa
untuk mencari, menemukan, mengonstruks, dan mengomunikasikan hasil temuannya
dalam bentuk lisan dan tulis secara baik dan benar. Penggunaan pembelajaran berbasis DD/CT juga
dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara
analitis-kritis antara dosen-mahasiswa atau antarmahasiswa. Dengan demikian penggunaan pembelajaran
berbasis DD/CT dapat meningkatkan hardskill
sekaligus soft skill mahasiswa. Lebih lanjut DD/CT dapat membudayakan enam
“K” dalam diri mahasiswa dan dosen, yaity keterbukaan, kejujuran, kerjasama,
keberadaban, kesederajadan, dan kepedulian.
Para
dosen dapat menggunakan pembelajaran berbasis DD/CT untuk semua topik dari
matakuliah yang diajarkan untuk meningkatkan keaktivan dan keterlibatan
mahasiswa dalam belajar secara arif dan
terbuka.
DAFTAR RUJUKAN
Al Hakim, Suparlan. 2004. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/ Critical Thinking (DD/CT). P3G. Dirjen Dikdasmen. 2002.
Ellison. Laura, 2000. Tujuh Langkah Deep
dialogue/Dialog Mendalam yang Diterapkan Pada Para Dosen “ Pendidikan Anak
Seutuhnya”. Unicef. GDI
Farris,P.J.&Cooper,S.M. 1994. Elementary Social Studies: a Whole language
Approach. Iowa: Brown&Benchmark Publishers.
Global Dialogue Institute. 2001. Deep Dialogue/Critical Thinking as
Instructional Approach. Disajikan pada TOT Pendidikan Anak Seutuhnya di
Malang 1-11 Juli 2001.
Joyce, B.&Weil,M. 1986. Models of Teaching. New York:Englewood Cliffs.
Lickona, T. 1992. Educating for Character: How
Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York. Bantam Books.
Pang, V.O., Gay, G.& Stanley, W.B. 1995.
“Expanding Conceptions of Community and Civic Competence for a
Multicultural Society”. Theory and
Reseach in Social Education. XXIII:4(302-331).
Savage, T.V.,& Armstrong, D.G. 1996. Effective Teaching in Elementary Social
Studies. Ohio: Prentice Hall.
Swidler. L 2000, Religion
Dialogue in Dialogue Era, Philadelpia, University Press
Skeel, D.J. 1995. Elementary Social Studies: Challenge for Tomarrow”s World. New
York: Harcourt Brace College Publishers.
Sudjana .1997. Proses Belajar
Mengajar, Jakarta,
Rosdakarya
Sumarjo, H. 2003. Menyongsong UU Sisdiknas yang Baru. Kompas. 13 Maret 2003. Hlm.6.
Untari, Sri, 2002, Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking. Jakarta, Dirjendisdasmen, PPPG IPS dan PMP
Malang
Walsh,D. 1988. “Critical Thinking to Reduce Prejudice. Social Education”.
(280-282).
Widarti, 2002. Rencana Pembelajaran Geografi
Bernuasa Deep Dialogue/Critical Thinking, (makalah dalam Pelatihan Instruktur
Mata pelajaran Geografi SMP). Malang PPPG IPS-PMP
like
ReplyDeleteIbu bisa minta referensi buku yang berkaitan tentang opini, kira-kira judul bukunya apa saja?
ibu dapet buku al hakim dari mana bu? mohon infonya
ReplyDelete