Tuesday, July 2, 2013

IRASIONAL STRUKTUR POLITIK DAN HUKUM YANG TIDAK OBJEKTIF: Mengapa kenaikan harga BBM tidak pernah menyejahterakan masyarakat









IRASIONAL STRUKTUR POLITIK DAN HUKUM YANG TIDAK OBJEKTIF:
Mengapa kenaikan harga BBM tidak pernah menyejahterakan masyarakat

Oleh: Umi Salamah

Tolak Kenaikan Harga BBM. Masih segar rasanya betapa pekanya presiden dan para menteri di awal reformasi. Pada saat pemerintah akan menaikkan harga BBM, seorang menteri Pertambangan dan Energi Kuntroro Mangku Subroto meneteskan air mata ketika dimintai keterangan oleh redaksi sebuah televisi. Sementara menteri yang lain juga bekerja keras untuk saling subsidi silang. Presiden Habibie langsung inspeksi ke pasar-pasar tanpa pengawal untuk melihat langsung reaksi pasar. Beliau melihat secara langsung bahwa kenaikan harga BBM memiliki dampak yang sangat miris dan sangat serius bagi rakyat kecil dan menengah. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan masalah yang lebih besar bagi negara dan justru menambah jumlah kemiskinan dan pengangguran. Presiden Habibie segara merespon, BBM tidak dinaikkan tetapi negara tidak dirugikan. Presiden dan para menterinya bekerja keras untuk menyelamatkan bangsa dan negara.
Ini jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Para elit justru berpesta pora menyengsarakan rakyat. Tidak terlihat lagi kerja keras dan kepekaan sedikit pun di hati dan di wajah mereka. Sidang DPR pun tidak memihak kepada rakyat karena distimulan oleh pihak asing. Ketergantungan yang sangat tinggi kepada pihak asing menyebabkan pemerintah tidak berdaya menyelesaikan permasalahan dalam negeri secara mandiri. Bahkan menentukan harga BBM saja harus tergantung pada Nymek/Amerika. BLSM yang digagas sebagai kompensasi kenaikan harga BBM pun justru membuat masyarakat semakin bodoh, miskin, dan tertinggal. Ini jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.
Untuk melepaskan dari politik ketergantungan, kita harus membangkitkan jiwa Bung Karno, bahwa bangsa yang besar, bermartabat, dan terhormat hanya dapat dicapai melalui persatuan nasional yang berlandaskan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Indonesia memiliki SDA dan SDM yang sangat besar, tinggal bagaimana mengelolanya. Diperlukan leader yang mumpuni, berwawasan luas, dan memiliki integritas tinggi terhadap Pancasila dan UUD 1945.


Mengapa tingginya APBN  tidak menyejahterakan rakyat Indonesia? Indonesia merupakan negara pejabat, karena Indonesia memiliki jumlah pejabat paling banyak dan paling gemuk di dunia. Indonesia memiliki kementrian sebanyak 34, sementara itu,  Cina yang jauh lebih luas dan dengan jumlah penduduk sangat besar hanya memiliki 11, Australia 28, Korea Selatan 13, Jepang 16, Malaysia 18, dan USA hanya 15). Mereka memiliki jumlah kementerian yang ramping tetapi rakyatnya lebih maju dan lebih sejahtera.
Sementara itu, Indonesia masih memiliki pejabat nonkementrian sebanyak 30, nonstruktural 97, dan Lembaga PEMDA (Propinsi 33, kota dan kabupaten 520). Jumlah itu belum termasuk jumlah legislatif, staf ahli dan staf lainnya. Struktur politik semacam itu sangat tidak rasional karena memerlukan biaya yang sangat besar. Biaya yang digunakan untuk menggaji dan memfasilitasi mereka sangat mahal, padahal kinerja yang mereka lakukan tidak impas dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk itu semakin jelas permasalahannya. Mengapa anggaran APBN yang begitu besar hanya menetes kepada rakyat, karena semua anggaran APBN hanya berhenti di atap, di elit, sehingga mustahil dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebesar apa pun APBN jika struktur politik tidak rasional, tidak akan pernah menyejahterakan masyarakat. Dengan demikian, kenaikan harga BBM pada akhirnya hanya untuk meningkatkan kesejahteraan pejabat bukan rakyat.
Beban APBN sebagian besar digunakan untuk menggaji dan memfasilitasi pejabat negara. Birokrasi yang tidak transparan dan hukum yang tidak objektif juga memicu terjadinya korupsi dalam berbagai instansi. Ini merupakan pintu terbesar bocornya anggaran yang seharusnya disalurkan kepada rakyat. Bagaimana rakyat bisa merasakannya. Misalnya saja, dana pendidikan yang dinaikkan hingga 20% pun tidak membuat kualitas pendidikan makin baik dan merata. Faktanya, biaya pendidikan yang ditanggung oleh masyarakat justru makin tinggi, penyebaran tenaga pendidik tidak merata, pemberian BOS dan block grant tidak tepat sasaran karena tidak didasarkan pada hasil research melainkan lebih pada negosiasi bagi-bagi komisi. Banyak lembaga pendidikan yang justru dijadikan ATM oleh para pejabat. Sementara di daerah laman batas masih banyak sekolah yang tidak layak dari segi jumlah pendidik, sarana dan prasarana.
Tanpa jaminan struktur politik yang rasional dan hukum yang objektif, masyarakat kita akan tetap seperti ini. Hukum harus berlaku sama baik, ke kanan, ke kiri, ke atas maupun ke bawah. Di samping itu, efisiensi jumlah pejabat (rasionalisasi struktur politik), transparansi birokrasi, dan mengurangi ketergantungan pada asing harus segera dilakukan. Mungkin merupakan ini sebuah solusi. Bersambung …. Kenaikan harga BBM, mentalitas bangsa kita, Sikap dan kinerja pemerintah, serta inflasi yang tinggi

Description: E:\Foto-video\albumku\DSCF0863 (2).JPG
Ka. Prodi PBSI  IKIP Budi Utomo Malang dan Dosen Universitas Brawijaya,
Aktivis sosial dan politik

No comments:

Post a Comment